Andhira baru saja kehilangan suami dan harus melahirkan bayinya yang masih prematur akibat kecelakaan lalulintas. Dia diminta untuk menikah dengan Argani, kakak iparnya yang sudah lama menduda.
Penolakan Andhira tidak digubris oleh keluarganya, Wiratama. Dia harus tetap menjadi bagian dari keluarga Atmadja.
Akankah dia menemukan kebahagiaan dalam rumah tangganya kali ini, sementara Argani merupakan seorang laki-laki dingin yang impoten?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Ternyata ....
Bab 30
Betapa bahagianya Andhira mengetahui dirinya hamil. Sejenak dia lupa akan ingatan buruknya di masa lalu.
"Pantas saja aku belum datang bulan, ternyata sudah jadi janin," ucap Andhira sambil mengelus perutnya yang masih rata. Wanita itu tersenyum dengan wajah berbinar.
"Terima kasih, Sayang. Kamu sudah memberikan kebahagiaan yang sempurna kepadaku. Akhirnya aku bisa memiliki keturunan dari benihku sendiri," ucap Argani yang ikut mengelus perut Andhira. "Aku tidak menyangka bisa secepat ini membuat kamu hamil."
Andhira tersenyum geli mendengar ucapan suaminya. Bagaimana enggak cepat hamil, jika hampir tiap hari rahimnya disiram benih Argani. Keduanya sedang masa-masanya penuh gairah dan bersemangat. Terlebih lagi perasaan cinta mereka yang terus berkembang dari hari ke hari.
Kali ini kehamilan Andhira memang diharapkan oleh dirinya dan sang suami. Rasa kebahagiaan mengetahui kehamilannya ini berkali-kali lipat dibandingkan dengan dahulu, ketika hamil Arya. Karena hanya dirinya saja yang bahagia saat itu, sedangkan Andhika tidak.
"Besok kita periksa ke dokter kandungan untuk memastikan berapa usia kandungannya," kata Argani yang membelai kepala Andhira.
"Iya, Mas. Tidak menyangka Arya akan cepat punya adik," balas wanita pemilik rambut panjang.
Tidak pernah terpikirkan oleh Argani kalau dirinya akan punya anak dari darah dagingnya sendiri. Betapa beruntungnya dia bisa menikah dengan Andhira, walau itu berawal dari paksaan perjodohan. Tidak sia-sia Papa Anwar mengancam dirinya dahulu agar mau menikah dengan Andhira agar tetap menjadi bagian keluarga Atmadja.
***
Keesokan siang hari, Andhira dan Argani pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan kandungan. Tidak disengaja mereka bertemu dengan Putri yang baru saja keluar dari ruang dokter.
Mereka saling beradu pandang dan memperlihatkan perasaan tidak suka. Andhira melihat Putri memegang sebuah amplop yang bertuliskan nama rumah sakit ini.
Di waktu bersamaan kedua wanita itu melihat ke arah perut orang yang ada di depannya. Mereka memiliki pemikiran yang sama.
"Apa dia sedang hamil?" batin Andhira dan Putri bersamaan.
"Nyonya Andhira!" panggil seorang perempuan berseragam perawat.
Andhira dan Argani masuk ke dalam ruangan. Sementara Putri pergi meninggalkan tempat itu.
Terlihat ada seorang dokter perempuan yang sudah paruh baya bersama seorang perawat yang masih terlihat muda. Argani memilih dokter kandungan perempuan dibandingkan dengan dokter laki-laki. Rasanya dia tidak rela jika tubuh Andhira dilihat oleh laki-laki selain dirinya.
"Usia janin diperkirakan baru delapan minggu. Jangan terlalu lelah baik fisik atau psikisnya, ya, Bu!" ucap dokter kandungan setelah melakukan pemeriksaan kandungan melalui USG.
"Janin berkembang dengan baik. Ini bagus sekali. Makan yang bernutrisi dan jangan lupa minum vitamin," lanjut dokter itu lagi.
"Dok, apa masih boleh melakukan hubungan suami-istri?" tanya Argani.
"Untuk trisemester pertama masih agak rawan. Jadi, harus hati-hati," jawab dokter yang bergender perempuan.
Mendadak Argani loyo lagi, hilang semangatnya yang belakangan ini selalu membara. Dalam bayangan dia selama kehamilan Andhira, mereka tidak boleh melakukan hubungan badan. Maklum dia baru pertama kali punya istri hamil dan dirinya yang sangat posesif kepada keluarga.
Andhira mengelus tangan suaminya. Dia paham perasaan Argani. Laki-laki itu harus puasa untuk sementara waktu.
Setelah mereka selesai melakukan pemeriksaan, Andhira dan Argani berjalan di koridor rumah sakit sambil bergandengan tangan. Mereka lagi-lagi melihat Putri yang sedang berjalan menuju ke pintu keluar rumah sakit.
"Apa dia juga lagi hamil?" tanya Andhira.
"Mungkin saja," jawab Argani.
"Dia hamil anak siapa, ya?" tanya Andhira.
"Mana aku tahu. Yang jelas bukan anakku. Karena cuma kamu wanita yang aku buat hamil," jawab Argani.
Andhira gemas dengan ucapan suaminya. Argani masih belum ikhlas harus berpuasa, menahan diri untuk tidak bercinta dengan sang istri.
"Kita langsung pulang atau mau pergi jalan-jalan dulu?" tanya Andhira yang berjalan sambil merangkul mesra lengan kokoh suaminya.
"Ingat, kamu tidak boleh kelelahan, capek, dan stres. Sebaiknya kita pulang dan bermain bersama Arya," jawab Argani.
Selagi masih cuti, Argani ingin menghabiskan waktu bersama istri dan anaknya. Sekarang Arya sudah lebih pintar dan tidak bisa dikibuli lagi.
"No, Papa!" Arya menggoyangkan jari telunjuknya ketika Argani akan memindahkan anak-anak si Molly dari pangkuan Andhira.
"Molly itu sukanya tiduran di lantai. Sedangkan papa tiduran di dekat Mama," ucap Argani.
Andhira tertawa terkekeh. Anak-anak kucing itu datang sendiri dan duduk manis di atas kedua pingping wanita itu.
"Kasihan, Papa," balas Arya sambil meletakkan kembali anak kucing itu di paha ibunya.
Tidak mau kalah, Argani mencari si Molly agar membawa anak-anak kembali ke kandangnya. Ternyata cara itu efektif, anak-anka kucing itu mengikuti induknya masuk ke kandang yang ada di belakang rumah.
Setelah si Molly dan anak-anaknya pergi, giliran Argani yang tidur rebahan berbantalkan paha wanita itu. Ini adalah posisi favorit dia ketika menghabiskan waktu bersama keluarganya. Sementara Arya duduk di perut papahnya.
"Sayang, aku harap kamu jangan banyak pikiran. Kalau ada apa-apa kasih tahu ke aku atau sama papa dan mama, ya!" titah Argani.
"Iya, Mas," balas Andhira sambil membelai kepala suaminya.
Demi buah hatinya agar bisa tumbuh kembang dengan baik, Andhira berusaha mengenyahkan pikirannya akan potongan ingatan yang terus bermunculan. Sebenarnya dia merasa tidak nyaman dengan memori di masa lalunya itu. Namun, di sisi lain dia penasaran kenapa dirinya bisa sampai lupa dengan banyak ingatan dalam hidupnya.
Argani sengaja mengucapkan itu agar Andhira yang sedang hamil itu tidak terus memikirkan ingatan akan kenangan buruknya. Dia dan Papa Anwar akan mencari tahu apa yang sebenarnya telah terjadi kepada Andhira di masa lalu.
Ternyata Argani dibuat lupa akan kejadian mengerikan itu. Dahulu dia dan Andhika sampai mengalami trauma dan stres. Maka, kedua orang tuanya meminta seorang psikiater yang juga ahli hipnotis meminta untuk dihilangkan memori itu dari kedua putranya. Dia baru tahu kebenaran itu kemarin setelah Papa Anwar memberi tahunya.
***