Selama 10 tahun lamanya, Pernikahan yang Adhis dan Raka jalani terasa sempurna, walau belum ada anak diantara mereka.
Tepat di ulang tahun ke 10 pernikahan mereka, Adhis mengetahui bahwa Raka telah memiliki seorang anak bersama istri sirinya.
Masihkah Adhis bertahan dalam peliknya kisah rumah tangganya? menelan pahitnya empedu diantara manisnya kata-kata cinta dari Raka?
Atau, memilih meladeni mantan kekasih yang belakangan ini membuat masalah rumah tangganya jadi semakin pelik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#1•
#1
Opening
Dimasa lalu, Adhis berkenalan dengan Raka ketika patah hati hebat melanda dirinya.
Cinta seiring waktu, tumbuh diantara mereka, Raka terlalu manis dimata Adhis yang baru saja dicampakkan.
Mereka pun menjalin hubungan yang tak mudah, karena Adhis menetap di Yogyakarta, sementara Raka, kuliah di Ibu kota.
Long Distance Relationship, mereka jalani selama bertahun-tahun tanpa ada masalah berarti. Raka yang teramat mencintai, ditambah Adhis yang juga sangat mengerti bahwa mereka memang harus berjauhan karena situasi.
Ketika mereka akhirnya menikah, Raka resmi menyandang gelar Dokter Spesialis Bedah Torax, dan Adhis resmi menyandang gelar Sarjana Sosial.
Kehidupan pernikahan mereka berjalan dengan manis, saling mengisi, saling mengerti, dan saling memahami kesibukan masing-masing.
Tak ada peristiwa pahit yang mampu merusak kemesraan, serta keromantisan keduanya. Yang ada adalah, saling instrospeksi diri ketika keduanya merasa melakukan sesuatu yanga salah.
Tapi, 10 tahun kemudian, semua tiba-tiba terasa asing. Cinta yang sering Raka dengungkan, tak lagi manis terdengar, semuanya hampa tanpa rasa, kala orang ketiga hadir begitu saja.
...
Suara dengkuran halus nan teratur itu menjadi melodi indah yang mengiringi raganya yang lelah usai memadu cinta. Terlebih dua hari sudah mereka tak bersua karena kesibukan Raka di Rumah Sakit.
Adhis merasakan tubuhnya di peluk semakin erat ketika Raka kembali berganti posisi menghadap ke arahnya.
Cup.
“Cintaku,” gumam Raka usai mengecup mesra kening Adhis. Istri mana yang tak bahagia ketika masih begitu di cinta oleh pasangannya, terlebih 10 tahun sudah mereka bersama dalam satu bahtera mengarungi samudra bernama pernikahan.
Adhis mengulurkan telapak tangannya, ia mengusap wajah tampan yang tak pernah bosan untuk dilihat dan dinikmati, apalagi usai mereka berbagi peluh beberapa saat yang lalu. “Kenapa belum tidur?” bisik Raka yang merasakan usapan lembut membelai sebagian wajahnya.
“Belum ngantuk, lagi pula masih kangen,” jawab Adhis dengan nada lembut nan manja. Suara yang selalu Raka suka semenjak mereka mulai menjalin hubungan bertahun-tahun silam.
Raka membuka kembali netranya yang hampir terlelap, “Mas juga kangen, makanya tadi buru-buru pulang, selepas keluar dari ruang operasi. Happy anniversary, Cintaku.”
“Happy anniversary juga, Mas,” balas Adhis dengan rona merah di pipinya.
“Terima kasih, sudah mau mendampingi Mas dalam suka dan duka, dalam sakit dan sehat. Semoga hanya maut saja yang memisahkan kita. Kamu yang paling tahu, seberapa dalam cintaku padamu.”
Kalimat-kalimat cinta itu selalu Raka dengungkan, kalimat yang tak pernah bosan Adhis dengar. Sejak awal mereka memutuskan menjadi sepasang kekasih, hingga saat ini selepas 10 tahun pernikahan. Adhis semakin terpesona dan semakin larut dalam perasaan cinta senada dengan Raka, tatkala Raka bahkan tak pernah mempermasalahkan dirinya yang belum bisa melahirkan seorang anak.
Pelukan hangat itu masih Adhis rasakan sebagai miliknya, begitupun raga nan rupawan tersebut. Hingga, sebuah panggil masuk membuyarkan semuanya.
Raka melepaskan pelukannya sejenak, bahkan setelah melihat siapa yang menghubunginya, ia segera menyingkir ke balkon guna mengangkat panggilan.
Sepintas rasa tak nyaman menghampiri Adhis, maka demi menyingkirkan rasa tak nyaman tersebut, Adhis pilih ke kamar mandi guna menyegarkan tubuhnya dari penat usai menjalankan kewajiban sebagai istri.
Tak butuh waktu lama, karena Adhis sudah ingin kembali memejamkan mata, ia pun bergegas keluar usai aktivitas nya selesai.
“Sudah mandinya?” tanya Raka yang sepertinya juga hendak membersihkan diri. “Mas juga mau mandi, ada panggilan dari Rumah Sakit.”
Adhis memulas senyum kemudian mengangguk, mengerti, bahkan sangat memaklumi, karena profesi Raka adalah seorang Dokter yang kadang harus kembali ke Rumah Sakit sewaktu-waktu. “Baiklah, aku siapkan pakaian untuk Mas.”
Sekali lagi Raka mengecup pipi sang istri, sebelum kembali melanjutkan langkahnya ke kamar mandi. Ponsel Raka kembali bergetar, selepas pria itu menutup pintu kamar mandi. Dan tak biasanya Adhis begitu penasaran dengan si penelepon, padahal Raka sudah bilang telepon tersebut dari Rumah Sakit.
Rumah Sakit 2, begitulah nama yang tertera di sana.