Yaya pikir mereka benar sebatas sahabat. Yaya pikir kebaikan suaminya selama ini pada wanita itu karena dia janda anak satu yang bernasib malang. Yaya pikir kebaikan suaminya pada wanita itu murni hanya sekedar peduli. Tak lebih. Tapi nyatanya, ia tertipu mentah-mentah.
Mereka ... sepasang kekasih.
"Untuk apa kau menikahi ku kalau kau mencintainya?" lirih Yaya saat mengetahui fakta hubungan suaminya dengan wanita yang selama ini diakui suaminya sebagai sahabat itu.
(Please yg nggak suka cerita ini, nggak perlu kasih rating jelek ya! Nggak suka, silahkan tinggalkan! Jgn hancurkan mood penulis! Dan please, jgn buka bab kalo nggak mau baca krn itu bisa merusak retensi penulis. Terima kasih atas pengertiannya.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Geram
Yaya baru saja tiba di restoran. Melihat keberadaan sang ayah pun ibu membuat air mata Yaya merebak begitu saja. Melihat sang putri menangis sambil menggeret koper yang mereka yakini pasti berisi barang-barangnya membuat mereka semakin yakin, kalau putrinya bukan sekedar sedang tidak baik-baik saja. Namun lebih dari itu. Keduanya tak mampu menahan kesedihan. Danang pun segera beranjak mendekati Yaya kemudian menariknya ke dalam pelukan.
Tangis Yaya pecah. Raungan kepedihan itu membuat siapapun yang mendengar ikut meneteskan air mata. Dina pun tak mampu mencegah desakan yang kian hebat di mata. Ia menangis. Ia pun ikut mendekat. Danang lantas menariknya ke pelukannya juga.
Ketiganya menangis bersama. Tangisan kesakitan, kekecewaan, luka, dan jiwa yang hancur melebur menjadi satu. Danang dan Dina memang belum mengetahui pasti apa yang sudah terjadi, tapi mendengar bagaimana tangisan Yaya, membuat keduanya kian yakin, masalah yang terjadi sudah tak mampu ditoleransi lagi.
Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya Yaya sudah bisa lebih menenangkan diri. Ia pun tak ingin membuat kedua orang tuanya kian bersedih akibat permasalahan yang menimpanya.
"Sekarang jelaskan sama Papa, sebenarnya apa yang sudah terjadi? Papa harap jangan ada yang ditutup-tutupi lagi. Apa kau sudah siap menceritakan segalanya?" tanya Danang berusaha bersikap tenang. Padahal sebenarnya, gemuruh di hatinya sudah kian menjadi. Rasa takut dan cemas membuat pikirannya tak tenang.
"Iya, Sayang, ceritakan apa yang sudah terjadi! Dan kenapa kau membawa koper? Apa ... kalian ... akan berpisah?" tanya Dina pelan.
Yaya mendongak.. Mengingat pernikahannya yang baru berjalan 35 hari harus berakhir membuat dadanya kian sesak.
Bukan ... Bukan perpisahan yang ia sesali, tapi keputusan gegabahnya yang mau saja diajak menikah tanpa berpikir panjang. Seandainya ia berpikir panjang terlebih dahulu. Seandainya ia tidak gegabah. Seandainya ia meminta petunjuk dari sang pencipta terlebih dahulu, mungkin semua takkan menjadi seperti ini.
Bukan hanya hatinya yang hancur, tapi kedua orang tuanya. Kedua orangtuanya pun akan ikut hancur. Nama baik keluarga pun ikut dipertaruhkan. Semua gara-gara kebodohannya. Semua gara-gara sikap ceroboh dan gegabahnya.
"Ma, Pa, maaf, Yaya udah nggak sanggup..Yaya sudah tidak bisa mempertahankan rumah tangga Yaya. Yaya dan Mas Rian sepakat akan segera berpisah. Aku akan segera mengajukan pembatalan pernikahan kami."
"Apa?"
Mereka terkejut bukan karena Yaya dan Andrian yang akan berpisah, tapi mereka terkejut karena kata-kata Yaya yang akan membatalkan pernikahan. Bukankah itu artinya selama menikah mereka belum melakukan hubungan selayaknya sepasang suami istri. Bagaimana bisa? Mereka pun bertanya-tanya, sebenarnya apa yang terjadi? Bukankah sebelum menikah Andrian selalu bersikap seakan seorang pelindung yang begitu mencintai dan menyayangi Yaya. Hal itulah yang membuat keduanya akhirnya mempercayakan Yaya pada dirinya.
Yaya mengangguk. Yaya tahu, cepat atau lambat orang tuanya akan tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi. Yaya lantas segera menceritakan segalanya tanpa ada yang ditutup-tutupi. Bahkan Yaya juga menunjukkan rekaman di ponselnya. Danang sontak memucat. Ingatannya seketika terlempar ke masa lalu.
'Mengapa? Kejadian yang menimpa Yaya hampir sama persis seperti apa yang pernah aku lakukan pada Ana? Ya Allah, ada apa ini? Apa ... Yaya sedang menuai akibat perbuatanku di masa lalu? Ya Allah, kenapa? Kenapa harus Yaya yang mengalami ini? Kenapa tidak Engkau hukum saja aku, jangan anakku. Dia tidak bersalah. Aku yang salah. Aku yang jahat. Aku yang kejam. Bukan anakku."
Melihat sang ayah terdiam dengan wajah memucat Yaya sontak khawatir. Ia pikir itu pasti karena sang ayah bersedih karena nasib malang yang menimpanya. Dina terdiam dengan hati yang bergemuruh. Ia tahu apa yang suaminya pikirkan.
Tak ingin sang ayah kenapa-kenapa, akhirnya Yaya memilih pulang ke rumah orang tuanya sambil mengantar keduanya.
Awalnya Alifa berniat mengantarkan mereka sebab ia tahu pasti ketiga orang itu sedang tidak baik-baik saja. Namun Yaya menolak. Ya mengatakan kalau ia baik-baik saja. Ia masih bisa menyetir seorang diri. Alifa lantas setuju. Yaya pun akhirnya segera berlalu pulang ke rumah bersama orang tuanya.
...***...
Di atas sajadah, Danang tampak tergugu. Ia benar-benar terguncang dengan apa yang Yaya alami ini. Ia sungguh menyesalkan segala yang terjadi. Padahal Yaya bukan putri kandungnya, tapi kenapa ia harus ikut menanggung dosa masa lalunya.
Dina masih tak mampu berkata-kata. Ada rasa resah pun kesal dalam hati. Ingin rasanya ia meluapkan amarahnya pada sang suami sebab apa yang menimpa Yaya persis dengan apa yang pernah Danang lakukan pada Ariana. Meskipun Ariana sudah memaafkan segala kesalahan suaminya, namun nampaknya buah perbuatan itu masih harus mereka tanggung. Namun bila ia pikir kembali, kalau kejadian itu tidak terjadi, bisa jadi ia pun takkan pernah bertemu dengan Danang dan Yaya takkan pernah mengenyam yang namanya kasih sayang seorang ayah. Bahkan mungkin saat ini Yaya sudah tiada karena penyakitnya dulu. Namun berkat Danang, semua itu tidak terjadi. Ia bukan hanya sudah menjadi seorang suami dan ayah yang baik, tapi dengan perantaranya pula Yaya bisa disembuhkan.
Dina memeluk tubuh Danang dari belakang. Ia pun ikut menangis. Ia tahu, suaminya merasa bersalah atas apa yang menimpa Yaya. Namun tak ada waktu untuk menyesali segalanya. Semua sudah terlanjur terjadi. Yang terpenting saat ini adalah bagaimana caranya agar Yaya bisa segera bangkit dan menyembuhkan hatinya yang lara atas pernikahannya yang terpaksa kandas dalam 35 hari setelah pernikahan.
"Maafkan, Mas, Din. Semua salah, Mas. Karena perbuatan Mas di masa lalu, Yaya jadi harus ikut menanggung dosanya," lirih Danang tergugu. Guncangan itu begitu hebat. Rasanya dadanya begitu sesak membayangkan betapa hancur hati Yaya saat ini.
"Sudahlah, Mas. Semua sudah terjadi. Mau menyesal pun sudah percuma. Yang terpenting aku tahu, Mas sudah sangat menyesal. Yang terpenting saat ini adalah bagaimana menyembuhkan hati Yaya. Yaya memang terlihat tegar, tapi kita sangat tahu, dia itu sangat rapuh. Kita berdoa saja, semoga badai ini segera berlalu. Semoga Yaya nanti dipertemukan orang yang benar-benar baik dan mau menerima ia apa adanya. Mungkin Rian memang bukan jodoh Yaya. Bukankah lebih baik begini, mengetahui kebusukan Rian lebih awal. Mas bisa bayangkan bagaimana hancurnya hati Yaya nanti saat mengetahui segalanya belakangan. Apalagi kalau mereka sudah memiliki anak. Beruntung Yaya masih belum tersentuh jadi kita masih bisa mengajukan gugatan pembatalan pernikahan," ujar Dina yang berusaha untuk bijak.
Danang membalikkan badannya. Ditatapnya wanita yang sudah belasan tahun hidup bersamanya itu. Dina mendongak. Disapunya air mata di pipi sang suami. Danang tersenyum. Ia merasa beruntung memiliki perempuan itu sebagai pendampingnya.
"Ya, Mas akan mengurus segalanya. Mas akan mengurus pembatalan pernikahan Yaya secepatnya. Tak ada maaf untuk pengkhianat seperti Rian. Apalagi dia sudah menipu Yaya mentah-mentah. Kau benar, mungkin ini yang terbaik. Bukan hanya agar Yaya bisa lepas dari laki-laki blangsak itu, tapi juga dari keluarganya yang toksik. Jujur saja, Mas sekarang sangat ilfil dengan keluarga itu. Dari sikap mereka saja begitu kentara kalau mereka tidak menyukai Yaya. Entah apa permasalahannya. Sikap mereka berbanding terbalik dengan saat pertemuan pertama dulu."
"Mas benar. Selama ini aku bersabar dengan sikap mereka karena menghargai mereka sebagai keluarga Rian. Aku pun tidak ingin hubungan dua keluarga rusak jadi aku memilih diam saat mereka melontarkan kata-kata yang menyinggung hati. Namun sekarang tidak lagi. Aku juga justru senang Yaya bisa melepaskan diri dari keluarga toksik seperti mereka. Tak ada yang perlu dipertahankan lagi. Segalanya sudah berakhir. Yaya berhak mendapatkan laki-laki lain yang lebih bisa mencintai, menyayangi, dan menghargainya. Tidak seperti bajingan satu itu," timpal Dina yang ikut geram dengan apa yang sudah Rian dan keluarganya lakukan pada Yaya.
...***...
...Happy reading 🥰 🥰 🥰 ...
emang klu perempuan sama laki dekatan lngsung dibilang ada hubungan..Nethink aja nih
satu keluarga nih dicobain semuaa
wahh siapa bilang yaya cuma pekeejaa...