Gus Zidan, anak pemilik pesantren, hidup dalam bayang-bayang harapan orang tuanya untuk menikah dengan Maya, wanita yang sudah dijodohkan sejak lama. Namun, hatinya mulai terpaut pada Zahra, seorang santriwati cantik dan pintar yang baru saja bergabung di pesantren. Meskipun Zidan merasa terikat oleh tradisi dan kewajiban, perasaan yang tumbuh untuk Zahra sulit dibendung. Di tengah situasi yang rumit, Zidan harus memilih antara mengikuti takdir yang sudah digariskan atau mengejar cinta yang datang dengan cara tak terduga.
Yuk ikuti cerita selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30: Kelahiran yang Dinanti
Pagi itu, udara di sekitar rumah pesantren terasa lebih sejuk dari biasanya. Langit biru yang cerah memberi kesan bahwa hari itu akan menjadi hari yang istimewa. Namun, meskipun suasana tampak tenang, di dalam rumah, ketegangan terasa begitu nyata. Zidan dan Zahra sudah bersiap untuk menghadapi sesuatu yang besar, sesuatu yang sudah lama mereka tunggu-tunggu, kelahiran anak pertama mereka.
Setelah malam yang penuh kecemasan dan perjalanan ke rumah sakit, akhirnya dokter memberi kabar baik. Kontraksi yang dirasakan Zahra hanyalah tanda awal, dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Namun, dokter meminta mereka untuk tetap berada di rumah sakit untuk pemantauan lebih lanjut. Zidan tetap menjaga Zahra dengan penuh perhatian, meskipun dalam hatinya bergetar rasa cemas yang dalam.
Zahra tampak tenang, tetapi di matanya, Zidan bisa melihat kilasan ketegangan yang menyelip. Sebagai seorang wanita hamil, Zahra tidak hanya menginginkan kelahiran yang lancar, tetapi juga ingin menjadi ibu yang baik bagi anak mereka. Begitu besar harapannya agar bayinya lahir dengan sehat dan sempurna.
“Sayang, aku takut. Bagaimana kalau proses kelahiran nanti sulit?” kata Zahra sambil memegang tangan Zidan dengan erat.
Zidan tersenyum lembut, mencoba memberi ketenangan. "Sayang, kamu sudah siap. Semua akan berjalan baik-baik saja. Kita akan hadapi ini bersama, InsyaAllah."
Mereka duduk di ruang rumah sakit, menunggu proses kelahiran dimulai. Ummi Halimah dan Kiai Idris datang untuk memberikan dukungan moral. Sementara itu, Zidan mengatur napasnya, berusaha menenangkan diri. Ia sudah sangat siap menjadi seorang ayah, tetapi rasa cemas tetap ada. Ibu dan ayah Zahra juga sudah di kabari, namun ternyata mereka tengah berada di luar kota, beruntung mereka ditemani Ummi Halimah dan Abi Idris.
Pukul 10 pagi, dokter memutuskan untuk memulai proses persalinan. Zahra dipindahkan ke ruang bersalin, sementara Zidan ikut mendampinginya. Zahra menggenggam tangan Zidan dengan kuat, merasakan kontraksi yang semakin intens. Namun, setiap kali Zahra terlihat cemas atau khawatir, Zidan selalu ada untuk menenangkan hatinya.
Proses persalinan berjalan lambat, tetapi semakin mendekati tengah hari, dokter mulai melihat tanda-tanda bahwa bayi mereka siap untuk dilahirkan. Zahra yang sebelumnya begitu tegar, kini mulai merasa lelah dan cemas. Rasa sakit akibat kontraksi semakin membuatnya terengah-engah. Namun, Zidan tetap berada di sampingnya, terus memberi semangat.
"Sayang, kamu luar biasa. Mas bangga padamu," kata Zidan, sambil mengelus rambut Zahra yang basah oleh keringat.
Zahra menatap suaminya, matanya penuh dengan rasa syukur. "Sayang, aku nggak tahu kalau melahirkan itu seberat ini. Tapi aku merasa kuat karena kamu ada di sini."
Zidan menggenggam tangan Zahra lebih erat lagi, tidak ingin melepasnya untuk sesaat pun. "Mas akan selalu ada untukmu, Sayang. Ini adalah perjalanan kita bersama."
Akhirnya, setelah berjam-jam menjalani proses persalinan yang melelahkan, Zahra berhasil melahirkan bayi mereka dengan selamat. Air mata kebahagiaan mengalir di wajah Zidan saat dokter menyerahkan bayi mereka, seorang bayi laki-laki yang sehat dan sempurna.
Zidan merasa seolah dunia ini hanya milik mereka berdua. Ia menatap wajah Zahra, yang terlihat begitu lelah namun penuh kebahagiaan. "Sayang, kita punya anak laki-laki. Anak kita, lihat betapa tampannya dia."
Zahra menatap bayi mereka dengan penuh rasa cinta. "Anak kita... Ini adalah anugerah terbesar dalam hidup kita."
Dokter memberikan bayi mereka kepada Zahra, yang kemudian memeluknya dengan lembut. Zidan berdiri di samping mereka, matanya tak bisa berhenti menatap kebahagiaan yang baru saja mereka raih. Tidak ada yang lebih indah dari melihat keluarga kecil mereka lengkap, dengan hadirnya bayi yang mereka impikan.
Beberapa menit kemudian, Ummi Halimah dan Kiai Idris datang ke ruang bersalin, diikuti oleh beberapa santri dan kerabat lainnya. Wajah mereka penuh dengan kebahagiaan, tak sabar untuk melihat anggota keluarga baru mereka.
"Alhamdulillah, anak kalian lahir dengan selamat," kata Ummi Halimah sambil memeluk Zahra dengan penuh kasih.
Kiai Idris tersenyum bangga. "Semoga anak ini menjadi anak yang saleh dan selalu membawa berkah untuk keluarga kita."
Zidan menatap mereka berdua dengan rasa terima kasih yang mendalam. Ia tidak pernah merasa begitu bahagia dalam hidupnya. Ini adalah momen yang tidak bisa diulang, momen yang akan ia kenang selamanya.
Setelah beberapa saat, dokter mengatur beberapa prosedur medis untuk memastikan kesehatan ibu dan bayi. Zahra dan Zidan pun dibawa ke ruang pemulihan, di mana mereka berdua bisa beristirahat setelah melalui proses panjang yang melelahkan. Di ruang itu, Zidan tidak bisa berhenti memandangi bayi mereka yang kini terlelap di pelukan Zahra.
"Sayang, dia begitu tampan. Kita akan membesarkannya dengan penuh kasih sayang, kan?" tanya Zahra dengan suara lembut.
Zidan mengangguk, senyumnya semakin lebar. "Tentu, Sayang. Kita akan menjadi orang tua terbaik untuknya. Aku akan selalu ada di sisimu, apapun yang terjadi."
Tak lupa Zidan mengadzani putranya yang baru lahir, suaranya terdengar bergetar namun tetap merdu. Zahra tersenyum haru melihat pemandangan yang ada di hadapannya.
Hari demi hari, mereka menjalani kehidupan sebagai pasangan suami istri yang kini menjadi orang tua. Kehadiran bayi mereka membawa kebahagiaan yang tak terhingga, dan meskipun mereka menghadapi banyak tantangan, Zidan dan Zahra tahu bahwa mereka bisa menghadapinya bersama.
Dengan kehadiran bayi yang mereka cintai, dunia mereka terasa lengkap. Setiap tawa dan tangisan bayi mereka menjadi bagian dari perjalanan hidup yang penuh dengan harapan dan doa. Zahra dan Zidan tidak hanya menjadi pasangan, tetapi kini menjadi orang tua yang siap menjalani kehidupan baru dengan penuh kebahagiaan.
Satu hal yang Zidan dan Zahra yakini, perjalanan hidup mereka baru saja dimulai, dan kebahagiaan yang mereka rasakan adalah awal dari sebuah cerita indah yang akan mereka tulis bersama, dengan penuh cinta dan kasih sayang.
To Be Continued...
kirain kemarin" tu Kyai Mahfud ortu Ning Maya 🤭
ingat Maya, Adab lebih tinggi dari ilmu. sebagai putri kyai pemilik pondok ilmumu tidak diragukan lagi. tapi adabmu ??