Elle, seorang barista di sebuah kedai kopi kecil di ujung kota, tanpa sengaja terlibat perselisihan dengan Nichole, pemimpin geng paling ditakuti di New York. Nichole menawarkan pengampunan, namun dengan satu syarat: Elle harus menjadi istrinya selama enam bulan. Mampukah Elle meluluhkan hati seorang mafia keji seperti Nichole?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Absolute Rui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 7: Jejak Bayangan
Matahari nyaris tak terlihat di balik awan tebal ketika Elle keluar dari kamar. Nichole sudah tidak ada di penthouse—seperti biasa, ia pergi tanpa meninggalkan pesan. Hanya aroma samar dari kopi yang menunjukkan bahwa ia sempat membuat sarapan sebelum pergi.
Elle meraih ponselnya, mencoba mencari hiburan untuk mengalihkan pikirannya. Namun, saat ia membuka layar, ia melihat sebuah pesan masuk yang tidak dikenal. Pesan itu hanya berisi satu kalimat:
*"Hati-hati dengan orang yang kau percayai."*
Jantung Elle berdetak lebih cepat. Pesan itu dikirim dari nomor tak dikenal, tanpa nama, tanpa konteks. Ia menatap layar ponselnya untuk waktu yang lama, mencoba memutuskan apakah ini hanya lelucon aneh atau ancaman serius.
Ketika ia masih tenggelam dalam kebingungan, suara pintu penthouse yang terbuka mengejutkannya. Elle berbalik dan melihat Nichole masuk, membawa sebuah map cokelat besar di tangannya. Wajahnya terlihat serius, jauh lebih gelap dari biasanya.
“Ada apa?” tanya Elle, mencoba mengabaikan kegelisahan di dadanya.
Nichole tidak menjawab langsung. Ia berjalan menuju meja makan, meletakkan map itu di atas meja, dan menatap Elle dengan intens. “Aku butuh kau menjawab ini dengan jujur. Apa ada seseorang yang menghubungimu akhir-akhir ini?”
Pernyataan itu membuat Elle langsung mengingat pesan di ponselnya. Ia menggenggam perangkat itu erat, tetapi tidak mengatakan apa-apa.
“Elle,” suara Nichole semakin tegas. “Ini penting. Apa ada orang asing yang mencoba menghubungimu?”
Elle akhirnya mengangguk, mengulurkan ponselnya untuk menunjukkan pesan itu. Nichole mengambilnya dan membaca pesan tersebut dengan rahang mengeras. Ia meletakkan ponsel itu kembali ke meja, lalu membuka map cokelat yang ia bawa.
“Kau tahu apa artinya ini?” Nichole bertanya sambil mengeluarkan beberapa foto dari map.
Elle memandang foto-foto itu. Sebagian besar menunjukkan dirinya—di kedai kopi, di jalan, bahkan di penthouse. Semua foto diambil dari jarak jauh, seperti diambil oleh seseorang yang sedang mengawasi.
“Siapa yang melakukan ini?” tanya Elle dengan suara bergetar.
Nichole mengusap wajahnya, jelas frustasi. “Ada seseorang yang mengikutimu. Aku sudah menduga ini sejak beberapa hari lalu, tapi aku tidak tahu siapa. Sekarang aku tahu ini bukan kebetulan.”
“Kenapa aku?” Elle bertanya lagi, merasa ketakutan. “Aku tidak punya musuh. Aku bahkan tidak tahu apa-apa tentang dunia ini.”
Nichole tidak menjawab. Sebaliknya, ia berjalan menuju jendela besar di ruang tamu, menatap keluar seolah sedang mencari sesuatu di balik hiruk-pikuk kota.
“Ini tentang aku, bukan kau,” katanya akhirnya. “Mereka mencoba menggunakanku. Dan kau... kau adalah umpan.”
Kata-kata itu menghantam Elle seperti batu. “Apa maksudmu? Siapa mereka?”
Nichole menoleh, ekspresinya penuh dengan konflik. “Keluarga Moretti. Mereka ingin menjatuhkanku, dan mereka tahu aku melindungimu. Jadi mereka mencoba membuatku lengah.”
Elle merasa seperti sedang mendengarkan cerita dari film. Keluarga Moretti? Ancaman tersembunyi? Ia merasa tidak ada satu pun di dunia ini yang masuk akal lagi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hari itu, Nichole tidak meninggalkan penthouse. Ia terus mengawasi Elle seperti elang, memastikan bahwa tidak ada sesuatu yang mencurigakan. Namun, meskipun Nichole ada di sana, Elle merasa tidak aman. Pesan itu terus terngiang di kepalanya, membuatnya bertanya-tanya siapa sebenarnya yang mengirimnya.
Malamnya, saat Nichole sedang berbicara di telepon dengan seseorang, Elle memutuskan untuk mencari udara segar. Ia melangkah ke balkon penthouse, menikmati angin dingin yang bertiup lembut. Namun, saat ia memandang ke bawah, ia melihat sesuatu yang membuatnya tertegun.
Di seberang jalan, ada seseorang yang berdiri di bawah tiang lampu. Pria itu mengenakan mantel panjang hitam dan topi yang menutupi sebagian besar wajahnya. Namun, bahkan dari kejauhan, Elle bisa merasakan bahwa orang itu sedang menatap langsung ke arahnya.
Ketika mata mereka bertemu, pria itu mengangkat tangannya, memperlihatkan sebuah amplop cokelat. Kemudian, tanpa peringatan, ia berjalan menjauh, menghilang di antara bayangan jalanan yang gelap.
Elle bergegas masuk ke dalam, mendapati Nichole sudah selesai dengan teleponnya.
“Ada seseorang di luar,” katanya dengan suara panik. “Dia memegang sesuatu... mungkin untukku.”
Nichole langsung berjalan ke balkon, memeriksa jalan di bawah. Namun, pria itu sudah tidak ada. Nichole memaki pelan, kemudian kembali masuk dengan wajah cemas.
“Ini mulai menjadi lebih rumit dari yang kukira,” katanya sambil menggelengkan kepala.
“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Elle.
Nichole tidak menjawab langsung. Sebaliknya, ia meraih jasnya dan pistol yang tersimpan di laci meja. “Aku harus pergi untuk memeriksa sesuatu. Kau tetap di sini. Jangan keluar, jangan buka pintu untuk siapa pun.”
Elle ingin membantah, tetapi tatapan Nichole membuatnya menahan diri. Ia tahu ini bukan waktu untuk berdebat.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Nichole pergi selama beberapa jam, meninggalkan Elle sendirian di penthouse yang sunyi. Suasana tegang membuat setiap suara terdengar lebih keras dari biasanya—derak kayu, bunyi jam dinding, bahkan suara napasnya sendiri.
Ketika akhirnya Nichole kembali, wajahnya terlihat lebih tegang dari sebelumnya. Ia melemparkan sebuah amplop cokelat ke meja, membuat Elle melompat kecil.
“Apa ini?” tanyanya.
Nichole tidak menjawab. Ia hanya menatap amplop itu dengan mata penuh kemarahan. Dengan tangan gemetar, Elle membuka amplop tersebut dan menemukan beberapa lembar foto di dalamnya.
Namun, kali ini, foto-foto itu berbeda. Mereka bukan foto Elle—melainkan foto seorang wanita muda yang tidak ia kenali. Wanita itu terlihat bersama seorang pria tua, kemungkinan besar ayahnya.
“Siapa dia?” tanya Elle, bingung.
Nichole menghela napas panjang. “Itu adik perempuanku.”
Elle terkejut. “Kau punya adik perempuan?”
Nichole mengangguk pelan, tetapi ekspresinya menunjukkan bahwa ia tidak ingin membahas hal itu lebih jauh. “Dan foto ini... adalah pesan dari mereka. Mereka tahu bagaimana menyakitiku.”
“Keluarga Moretti?” Elle menebak.
“Ya,” jawab Nichole, nadanya tajam. “Dan mereka ingin aku tahu bahwa mereka bisa menyakiti siapa pun yang dekat denganku—termasuk kau.”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Namun, malam itu, ketika Elle mencoba tidur, sebuah pikiran baru muncul di benaknya. Bagaimana jika pesan-pesan dan ancaman ini bukan berasal dari Keluarga Moretti? Bagaimana jika ada orang lain yang bermain di balik bayangan?
Ia mencoba mengabaikan pikirannya, tetapi rasa penasaran menguasai dirinya. Dengan hati-hati, ia membuka laptop Nichole yang tertinggal di meja. Ia tahu ini berisiko, tetapi ia harus tahu lebih banyak.
Ketika ia membuka file yang disimpan di laptop itu, ia menemukan sesuatu yang membuat jantungnya berhenti sejenak. Sebuah dokumen berjudul *Operasi Moretti*. Di dalamnya terdapat daftar nama, foto, dan rencana detail tentang bagaimana Nichole akan menjatuhkan keluarga tersebut.
Namun, satu nama di daftar itu menarik perhatian Elle. Itu adalah nama yang sama dengan pengirim pesan pertama yang ia terima.
Pesan itu mungkin bukan ancaman, tetapi peringatan. Tapi dari siapa? Dan kenapa?
Elle menutup laptop dengan tangan gemetar. Di dunia ini, semakin banyak ia tahu, semakin sedikit ia merasa aman. Tapi ia tahu satu hal pasti—teka-teki ini belum selesai.
Dan jawabannya mungkin jauh lebih gelap dari yang ia bayangkan.
...To be Continued...
Aku membaca sampai Bab ini...alurnya bagus cuma cara menulisnya seperti puisi jdi seperti dibuat seolah olah mencekam tpi terlalu..klo bahasa gaulnya ALAY Thor...maaf ya 🙏...Kisah yg melatar belakangi LN dn itu soal cium" ketua mafia hrsnya lebih greget ngak malu"... klo di Indonesia mungkin sex tdk begitu ganas krn kita mengedepankan budaya timur..ini LN sex hrnya lbih wau....dlm hal cium mencium..ini mlah malu" meong 🤣🤣🤣🤣🤣