Ini Kisah Anak Loli
Lita kini yatim piatu, ibunya meninggal dunia saat melahirkannya sementara ayah biologisnya hingga detik ini dirinya tidak tahu.
Kakek Neneknya juga telah meninggal dunia karena kecelakaan di hari perpisahan sekolah Lita di bangku SMP, harta warisan milik keluarganya habis tak bersisa untuk membayar hutang Kakek Nenek.
Dan akhirnya Lita menikah dengan seorang pria yang begitu meratukan dirinya dan membuatnya bahagia, namun ternyata semua kebahagiaan itu hanya sebentar.
Ikuti ceritanya yuk!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
"Iya, Teh. Kalau aku mana mungkin berani selingkuh, udah dapat berlian kok malah cari batu kerikil" gumam Kang Asep
Abah memandangi Kang Asep dengan tatapan menyelidik, lalu mengatakan apa maksud ucapan Kang Asep jangan bilang naksir Lita. Pertanyaan Abah, membuat Kang Asep menelan ludah.
"Bukan begitu, Abah. Aku hanya mengeluarkan pendapatku saja" sahut Kang Asep dengan jantung berdebar, Aisyah terkekeh.
"Yang bener, Kang. Ingat loh, mendekati Lita bukan hanya minta restu dia saja tapi dari kedua anaknya dan dari kami juga"
Aisyah berkata dengan setengah berbisik, pandangan matanya penuh arti. Kang Asep menahan napas, menjawab pertanyaan dengan suara bergetar mencoba menyembunyikan rasa gugup.
"En---Enggak kok, Teh"
Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya, menandakan kecemasan yang dia rasakan. Sementara itu Lita hanya menoleh sejenak ke arah Kang Asep, sebelum kembali fokus menyuapi Leon dan Daniel.
Lita berusaha keras untuk tidak terlalu memikirkan kata-kata Kang Asep, hatinya masih terkunci rapat. Belum siap untuk membiarkan orang lain masuk, pengkhianatan dari mantan suaminya benar-benar membuat Lita trauma.
Untuk jatuh cinta lagi, Lita tak sanggup jika harus di khianati untuk kedua kalinya. Baginya tidak ada lebih penting saat ini selain memastikan kebahagiaan kedua putranya, Lita mengedepan kan kenyamanan dan keamanan.
Bagi mereka di atas segalanya, bahkan di atas kesempatan untuk jatuh cinta lagi. Selama sarapan Kang Asep tak henti-hentinya mencuri pandang ke arah Lita, pandangan-pandangan itu tidak luput dari perhatian Aisyah.
Aisyah hanya tersenyum tipis, menyadari kebaikan hati Kang Asep. Namun Aisyah memilih untuk tidak ikut campur, dirinya tahu Lita masih berjuang dengan rasa sakit yang belum sembuh dan belum siap membuka hatinya kembali.
Setelah sarapan Ambu mengajak Lita, Leon dan Daniel untuk ke warung sembako yang berada di seberang jalan. Sementara Abah, Aisyah dan Kang Asep memilih kembali ke rumah, untuk mengerjakan rutinitas mereka.
"Assalamualaikum, selamat pagi Vina" sapa Ambu dengan ramah
"Walaikumsalam, selamat pagi juga Ambu. Apa kabar?"
Vina menoleh sembari membalas sapaan Ambu dengan ramah dan juga sopan, Ambu melirik sekeliling lalu bertanya kemana karyawan yang lain? Kenapa Vina sendirian?. Dengan senyum malu, Vina menggeleng.
"Si Erni masih di perjalanan, kalau Damar entahlah aku juga kurang tahu"
Mendengar itu, Ambu berpaling kepada Lita kemudian meminta Lita membantu Vina bersih-bersih. Ambu yang akan menjaga Leon dan Daniel, Lita mengangguk matanya berbinar kesiapan lalu menyahut.
"Baik, Ambu"
Lita kemudian berjongkok menghadap ke arah Leon dan Daniel, memberi keduanya senyuman yang menghangatkan hati. Lita memberi pesan pada keduanya untuk bersama Ambu, tapi tidak boleh nakal dan rewel karena dirinya mau kerja.
Pesan yang Lita sampaikan dengan suara yang lembut dan penuh kasih sayang, Leon langsung menyahut patuh sementara Daniel hanya mengangguk sembari mempererat genggaman tangannya pada lengan Ambu.
"Titip mereka ya, Ambu. Nanti kalau mereka rewel, panggil saja aku" kata Lita dengan nada memohon sebelum menyerahkan amanahnya pada Ambu Aminah.
"Tenang aja, Lit. Anak-anak sama sekali gak rewel kok, mereka anak-anak yang pintar"
Ambu Aminah menyahuti sambil tersenyum menyakinkan, Lita mengangguk perlahan kemudian beranjak masuk ke dalam warung. Dengan nada yang ingin berkontribusi Lita pun bertanya pada Vina, minta bantu apa.
"Ohh itu, Teh. Tolong keluarin kerupuk-kerupuknya di gantung di pojok sana"
Instruksi Vina sembari menunjuk ke arah paku yang di tembok, Lita mengikuti perintah itu dan setelah selesai menggantung semua kerupuk. Lita kembali mendekati Vina, dengan antusias bertanya lagi apa ada yang perlu di bantu lagi.
"Tolong susun itu, Teh. Sayuran, Bawang dan Cabe di meja depan, kalau kepanasan agak geser aja ke pinggir tembok biar gak layu"
Instruksi Vina lagi yang tetap sibuk dengan pekerjaannya, menyusun berbagai minuman kemasan ke dalam kulkas. Cahaya matahari yang menyinari ruangan, tampaknya cukup terik di pagi hari ini.
Lita mengangguk kemudian mengambil beberapa sayuran yang masih ada di dalam karung kecil, sayur itu baru saja di antarkan oleh petani. Awalnya warung Ambu hanya menyediakan kebutuhan pokok lain, yang tak mudah busuk.
Namun karena permintaan ibu-ibu yang sering datang, membuat Ambu mulai menyertakan sayuran segar langsung dari para petani lokal. Dengan cekatan dan terampil, Lita mulai menyusunnya di atas meja.
Dalam waktu singkat sayur-sayuran itu sudah tersusun rapi, tidak lama setelah itu Erni dan Damar tiba hampir bersamaan. Keduanya tersenyum, saat melihat kondisi warung yang sudah bersih dan teratur.
"Wihh, tumben jam segini sudah beres ya?" Komentar Damar sembari melepas helm lalu turun dari motornya, Vina melempar pandangan sinis ke arah Damar dan Erni.
"Iya dong, ada Teh Lita yang bantuin. Kalian aja yang datang siang" sahut Vina dengan suara yang menampung rasa tidak puas
"Halah, karyawan baru biasanya memang datang lebih pagi di awal-awal. Nanti lama-lama juga pasti ikut kayak yang lain molor" timpal Erni dengan sinis
Damar yang mendengar itu hanya tersenyum tipis kemudian menegur Erni karena takut di dengar Ambu, nanti di marah beliau. Sambil melirik ke arah Ambu, yang sedang bermain gembira bersama Leon dan Daniel di halaman.
Erni mencebikkan bibirnya lalu bergegas masuk ke dalam warung, hari pertama bekerja berjalan dengan lancar. Lita bisa menyesuaikan dirinya dengan cepat, meskipun ada beberapa ibu-ibu yang menatapnya dengan tatapan dingin.
Namun Lita mengabaikan tatapan tersebut dan tetap fokus pada pekerjaannya, warung tutup pukul 17.30 Lita merasa lega bisa pulang lebih cepat dan berkumpul dengan kedua putranya di kontrakan.
"Mama, kenapa kita harus pindah kesini? Kenapa gak di rumah Oma aja? Disana kan lebih besar, gak kayak disini yang sempit" tanya Leon dengan rasa penasaran yang tinggi
Lita tersenyum tipis sembari mengelus kepala Leon, lalu Lita menjelaskan bahwa itu rumah Oma dan Opa bukan rumah mereka. Jadi untuk sementara mereka tinggal disini dulu, Lita berjanji jika sudah punya tabungan akan membeli rumah.
Yang besar seperti rumah mereka dulu yang berada di kota Y, Daniel pun menyahut dengan wajah sedih kalau disini rumahnya kecil dan tak ada TV. Mendengar itu, air mata Lita mulai mengenang di pelupuk mata.
Kemudian Lita beralih mengelus kepala Daniel, dengan lembut Lita meminta keduanya bersabar dan Lita kembali berjanji jika sudah punya uang. Lita akan membeli TV, jadi untuk sekarang Lita meminta keduanya bermain saja dulu.
Akhirnya keduanya mengangguk, menerima penjelasan sang mama sembari berusaha mengusir rasa kecewa mereka.