**Sinopsis:**
Luna selalu mengagumi hubungan sempurna kakaknya, Elise, dengan suaminya, Damon. Namun, ketika Luna tanpa sengaja menemukan bahwa mereka tidur di kamar terpisah, dia tak bisa lagi mengabaikan firasat buruknya. Saat mencoba mengungkap rahasia di balik senyum palsu mereka, Damon memergoki Luna dan memintanya mendengar kisah yang tak pernah ia bayangkan. Rahasia kelam yang terungkap mengancam untuk menghancurkan segalanya, dan Luna kini terjebak dalam dilema: Haruskah dia membuka kebenaran yang akan merusak keluarga mereka, atau membiarkan rahasia ini terkubur selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alim farid, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28
Meskipun luna berusaha sekuat tenaga untuk tidak memikirkan apa yang mungkin terjadi antara kakak damon dan ibunya, pikirannya terus-menerus terpaku pada sosok pria itu. Rasa penasaran yang tidak terduga merayapi benaknya, membayangi setiap kata dalam percakapan yang baru saja ia lakukan dengan dekan. Hanya potongan-potongan kecil informasi yang berhasil ia cerna, sementara pikirannya berkutat pada damon.
Kenapa aku terus memikirkan pria itu? gumamnya dalam hati, seakan tidak mampu mengusir bayangannya.
luna mencoba kembali fokus pada tujuannya, melangkah lebih cepat dengan harapan bisa mengalihkan pikirannya dari bayangan kakak iparnya. Namun, langkahnya terhenti ketika pandangannya menangkap dua sosok yang berdiri di sudut sepi, jauh dari keramaian, di dekat sebuah pot besar yang jarang dilewati orang.
nadia dan kevin...
luna segera mengenali mereka. Tapi mengapa mereka berada di sini, di tempat terpencil seperti ini? Wajah keduanya tampak serius, jauh dari kesan biasa.
"PUTUS? AKU NGGAK MAU PUTUS!" Suara keras itu menghentakkan telinga luna. Secara refleks, ia mencari tempat bersembunyi, takut ketahuan telah menjadi saksi dari percakapan yang seharusnya tidak ia dengar.
Putus? Begitu cepat? Mereka bahkan belum sebulan berpacaran, belum genap tiga minggu. Rasa ingin tahunya memuncak, mengatasi keinginannya untuk segera pergi. Mereka bukanlah orang asing baginya—yang satu adalah sahabatnya, dan yang lain adalah pria yang pernah—dan mungkin masih—mengisi hatinya.
"Aku terlalu mabuk waktu itu. Aku tidak bisa berpikir jernih. Maaf jika aku menyakiti perasaanmu, tapi aku benar-benar tidak punya perasaan padamu, nadia. Aku harap kamu bisa mengerti. Mari kita kembali seperti dulu, berteman saja," kata kevin dengan nada serius namun jelas. nadia, yang tak terima dengan kenyataan itu, menggelengkan kepala, menolak dengan keras.
"Tapi aku mencintaimu, kevin. Aku sudah menyukaimu sejak lama. Tolong, jangan putuskan aku. Aku janji, aku akan membuatmu jatuh cinta padaku," pinta nadia, suaranya dipenuhi keputusasaan. Dia tahu, jika kabar ini menyebar di kampus, dia akan menjadi bahan gosip dan cemoohan. Mereka akan menertawakannya, membicarakan betapa tragis nasibnya; belum pernah sekalipun terlihat bersama, tiba-tiba sudah harus menerima kenyataan pahit ini.
Tatapan nadia penuh harap saat tangannya berusaha meraih lengan kevin. Namun, kevin mundur, melepaskan diri dari genggaman nadia dengan tegas.
"Aku tidak bisa berpacaran dengan seseorang yang tidak aku cintai," ucap kevin tanpa keraguan.
"Sudah kubilang, aku akan membuatmu jatuh cinta padaku," nadia tetap memaksa, suaranya semakin lirih, namun penuh tekad.
"Kita lebih cocok sebagai teman, nadia. Ada wanita lain yang sudah lama aku cintai," kevin mengakui dengan berat hati, menyesali keputusan impulsifnya malam itu. Seharusnya dia tidak menembak nadia dalam keadaan mabuk, apalagi sekarang dia terjebak dalam situasi yang semakin rumit karena penolakan nadia untuk menerima kenyataan.
"kevin, tolong... Aku tidak ingin putus. Jangan tinggalkan aku," nadia terus memohon, suaranya bergetar. Dia bisa merasakan seluruh dunianya runtuh di hadapan pria yang berusaha menjauh darinya.
kevin menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Maaf, aku benar-benar tidak bisa, nadia," katanya, mengalihkan pandangan untuk menghindari tatapan penuh luka dari gadis itu. Dia tahu, jika dia melanjutkan hubungan ini, dia akan menghadapi tekanan yang tak tertahankan.
"Brengsek!" Umpatan kasar itu tiba-tiba keluar dari mulut nadia. Dia menendang benda apapun yang ada di dekatnya, lalu pergi dengan tatapan penuh kemarahan. kevin hanya bisa terpaku, terkejut melihat sisi lain nadia yang belum pernah dia bayangkan sebelumnya. Gadis yang awalnya dia anggap lembut, ternyata bisa menunjukkan sikap yang sangat kasar, hampir seperti preman.
kevin menghela napas lega setelah nadia pergi. Setidaknya, rencananya untuk mengakhiri hubungan mereka telah berhasil. Sekarang, dia bisa kembali fokus pada apa yang sebenarnya dia inginkan—mendekati luna. Dia harus melakukan pendekatan yang berbeda kali ini, karena dia yakin luna pernah memiliki perasaan terhadapnya.
Sementara itu, luna yang masih bersembunyi di balik tembok, mencoba mencerna apa yang baru saja dia dengar. Benarkah kevin mabuk berat saat menembak nadia? Seingatnya, malam itu kevin tidak menunjukkan tanda-tanda mabuk. Dia mengamati kevin sepanjang malam, tidak ada tanda-tanda kebingungan atau kehilangan kendali. Mungkinkah kevin hanya mengatakan itu sebagai alasan untuk mengakhiri hubungan? Tapi jika begitu, kenapa dia menembak nadia sejak awal? Apa ini mungkin hanya taruhan yang bodoh?
luna merasa bingung, antara merasa lega atau tetap tak peduli. Namun, satu hal yang pasti—kevin tidak mencintai nadia. Tapi tetap saja, ada wanita lain yang dia cintai, seperti yang dia katakan tadi.
luna menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Dia harus berhenti berharap terlalu banyak, agar tidak terluka seperti malam itu.
"luna?"
Oh tidak, dia ketahuan. kevin telah melihatnya. luna merasa jantungnya berdegup kencang, menyesal karena tidak tetap bersembunyi sampai kevin pergi. Kini, langkah kaki kevin semakin mendekat.
"Sejak kapan kamu di sini?" tanya kevin dengan nada yang sulit diartikan.
luna merasa gugup seketika. "Em... Baru saja mau lewat," jawabnya, suaranya sedikit bergetar. Tatapan kevin tak lepas dari wajahnya.
"Kamu dengar pembicaraanku dengan nadia?" kevin menanyainya secara langsung, tanpa basa-basi. luna berkedip-kedip, bingung dan malu, perasaan yang bercampur aduk di dalam dirinya.
"Aku... Aku..."
"Kamu selalu gugup begini kalau tertangkap basah?" kevin tertawa kecil, seakan menikmati kebingungan luna.
"Siapa yang tertangkap basah? Aku cuma kebetulan lewat. Ini jalan umum, kan? Aku tidak sengaja mendengar percakapan kalian, sungguh tidak sengaja," jawab luna dengan nada yang mencoba terdengar meyakinkan.
"Tetap saja, itu namanya menguping," kata kevin, mengangkat alisnya, seakan menantang.
luna merasa wajahnya memerah. Dia menunduk sebentar sebelum menatap kevin kembali. "Maaf, tapi aku benar-benar tidak sengaja. Aku janji tidak akan menyebarkan apa yang aku dengar," katanya dengan nada serius.
kevin tertawa lagi, kali ini lebih lepas. Dia mengacak rambut luna dengan lembut, membuat gadis itu semakin salah tingkah. "Aku hanya bercanda. Jangan terlalu serius. nadia memang bukan tipeku, dan seperti yang kamu dengar tadi, aku hanya menembaknya karena mabuk. Jadi lebih baik aku mengakhiri hubungan kami sekarang daripada harus menghadapi masalah yang lebih besar di kemudian hari," jelas kevin.
"Lagipula, gadis yang aku sukai jauh lebih menarik," kali ini kevin menatap luna dengan tatapan yang lebih dalam, lebih intens. luna merasa canggung, wajahnya merona. Mereka terdiam sejenak, hingga suara rachel memecah keheningan.
"luna? Kamu di sini rupanya. Aku sudah memesan taksi untuk kembali ke kantor. Bagaimana denganmu, mau ikut denganku?" Suara rachel terdengar dari kejauhan, membuat luna merasa lega karena terbebas dari situasi yang semakin canggung ini.
"Aku ikut denganmu!" jawab luna cepat. Sebelum pergi, ia berpamitan kepada kevin yang masih berdiri di tempatnya, menatapnya dengan intens.
"Aku pergi dulu," ucap luna dengan nada canggung. Namun, sebelum dia bisa melangkah lebih jauh, kevin tiba-tiba meraih lengannya. Sentuhan itu membuat luna terdiam, namun tidak seberapa dibandingkan saat kak damon menyentuhnya seperti ini.
luna merasa bingung. Mengapa saat kak damon memegang tangannya, ia merasa jauh lebih gugup? Jantungnya berdegup sangat kencang. Mungkin karena kak damon lebih memiliki aura yang menakutkan daripada kevin.
"Hari Sabtu nanti, kamu ada acara?" tanya kevin tiba-tiba, seakan tidak ingin melepaskan kesempatan ini.
"Belum tahu," jawab luna pelan.
"Kalau tidak ada, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat," ujar kevin dengan nada antusias. luna terkejut, tapi akhirnya mengangguk setuju.
"Aku akan menghubungimu nanti!" seru kevin penuh semangat, sementara luna dan rachel perlahan menghilang dari pandangannya.
"Yes!" kevin berseru pelan, wajahnya dipenuhi kegembiraan yang tak tertahankan.