Aleena Salmaira Prasetyo adalah anak sulung dari keluarga Prasetyo. Dia harus selalu mengalah pada adiknya yang bernama Diana Alaika Prasetyo. Semua yang dimiliki Aleena harus dia relakan untuk sang adik, bahkan kekasih yang hendak menikah dengannya pun harus dia relakan untuk sang adik. "Aleena, bukankah kamu menyayangi Mama? Jika memang kamu sayang pada Mama dan adikmu, maka biarkan Diana menikah dengan Angga". "Biarkan saja mereka menikah. Sebagai gantinya, aku akan menikahimu"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Peringatan Untuk Diana
Aleen menikmati makan siangnya setelah Angga dan Diana pergi. Dia mengirim pesan singkat berserta foto makan siangnya juga karangan bunga pada Dev sebelum mulai makan.
Terima kasih untuk makan siangnya yang manis. Mengingat makan siangnya disiapkan olehmu, membuat nafsu makanku yang sempat hilang kembali lagi.
Baru saja Aleen mengirim pesannya. Dev sudah menghubunginya.
Drrt drrt drrt
Aleen tersenyum melihat nama yang tertera dilayar ponselnya.
"Halo"
"Bagaimana makan siangnya?"
Dev mengabaikan Aleen dan langsung bertanya mengenai makan siangnya.
"Sangat enak. Bunganya juga sangat cantik. Terima kasih banyak. O, iya bagaimana kamu bisa tahu kalau aku suka tenderloin steak?"
Aleen terlihat ceria saat dia bicara dengan Dev. Ekspresinya sangat berbeda saat dia bicara dengan Angga tadi.
"Itu bukan hal yang sulit untuk aku ketahui. Kamu bilang tadi nafsu makan mu hampir hilang, apa terjadi sesuatu?"
Dev bertanya dengan sikapnya yang tenang.
"Tadi Diana dan Angga menghampiriku. Entah bagaimana mereka berdua bisa makan di restoran ini juga".
Aleen mengeluh pada Dev dengan bibir mengerucut.
"Apa kamu baik-baik saja?".
Dev bertanya karena khawatir.
"Ya, aku tidak papa. Memang ada apa denganku jika bertemu dengan mereka?"
Aleen memicingkan mata mendengar pertanyaan Dev.
"Tidak papa. Hanya saja … mungkin kamu merasa bahwa Angga Dan Diana…"
Dev sedikit ragu untuk mengatakan apa yang sebenarnya ingin dia katakan.
"Dev, aku dan Angga sudah tidak ada apa-apa. Apalagi sekarang aku sudah punya suami yang sangat tampan dan pengertian, jadi kenapa aku masih harus memikirkan dia? Jangan-jangan … kamu cemburu padanya?".
Aleen bicara dengan nada manja dan menggoda. Meskipun Dev tidak dapat melihatnya namun Aleen tersenyum manis saat bicara.
"Dev dengarkan aku. Hubunganku dan mereka sudah berakhir saat aku meninggalkan rumah keluarga Prasetyo. Bukankah kamu sendiri yang bilang kalau hubunganku dengan mereka telah berakhir dan hubunganku denganmu juga keluargamu baru saja dimulai? Jadi kamu tidak perlu mengkhawatirkanku"
Dev tersenyum mendengar ucapan Aleen
"Baiklah. Aku tahu kalau kamu wanita yang kuat"
"Tentu saja. Dev, apa kamu sudah makan siang?"
Aleen menanggapi dengan percaya diri dan tenang. Dia pun bertanya dengan j
"Ya, aku sedang makan siang bersama klien. Kalau begitu lanjutkan makan siangmu. Aku akan kembali ke kantor sebelum jam pulang kerja, jadi kita bisa pulang bersama"
Ketika Dev bicara dengan Aleen melalui telepon, saat itu dia sedang menginjak tangan seseorang dibawah kakinya
"Baiklah, sampai jumpa Dev".
"Ya, sampai jumpa".
Begitu Dev menutup teleponnya dengan Aleen, pijakan kakinya pada tangan itu lebih keras.
"Ah ampun, Pak! Maafkan saya!", rintih seorang pria yang tengkurap dilantai dengan sebelah tangan diinjak Dev. Dia meringis kesakitan ketika kaki Dev menginjaknya lebih keras.
"Siapa yang memintamu untuk memberikan obat tidur pada Aleen saat di pesta waktu itu?"
Dev berjongkok dihadapan pria itu dan bertanya dengan nada bicara yang dingin, sorot matanya yang taj terasa sangat mengintimidasi.
"Sa-saya tidak tahu".
Pria itu menjawab sambil meringis kesakitan.
"Kalau begitu, aku juga tidak tahu sampai kapan kakiku akan bertahan diatas tanganmu ini. Mungkin sampai semua tulang dijarimu ini patah"
Kretek
"A-a-a-ampun! Akan ku beri tahu!".
Akhirnya dia menyerah dengan pertahanannya setelah sebelah tangannya semakin bengkak karena diinjak Dev.
"Aku tidak tahu namanya, tapi dia adalah gadis yang diumumkan sebagai tunangan dari anak pembuat pesta itu. Gadis itu memberiku uang 5 juta untuk memasukkan obat bius ke dalam salah satu gelas dan memberikannya pada seorang gadis. Setelah dia tidak sadar, aku diminta membawanya masuk ke salah satu kamar hotel VVIP".
Pria itu akhirnya menjelaskan secara rinci tugas yang dia dapat dari Diana untuk menjebak Aleen.
"Apalagi yang kamu tahu tentang dia?", tanya Dev lagi memastikan.
"Yang aku tahu waktu itu akan ada seorang pria yang menunggu di dalam kamar. Tapi aku tidak tahu siapa pria yang mereka maksud"
"Apa kamu punya bukti atas ucapanmu itu?", tanya Dev lagi.
"Saya punya bukti transfernya".
"Berikan bukti transfernya!".
Akhirnya Dev mengangkat kakinya dari tangan pria itu.
"Ray, kirimkan sesuatu pada Diana untuk peringatan"
Dev berbalik dan meminta Ray menyelesaikannya.
"Baik, aku mengerti"
Ray mengeluarkan ponsel lalu mengambil fotonya.
Klik!
Setelah itu dia menyimpan ponselnya lagi dan mulai mengenakan sarung tangan.
"Apa yang akan kamu lakukan?!".
Pria itu gemetar saat Ray perlahan berjalan mendekatinya dengan senyum yang menyeramkan.
Tanpa aba-aba terlebih dahulu, Ray langsung menghajarnya habis-habisan.
Bak buk bak buk
"Ah! Ampun! Tolong ampuni aku!".
Wajah pria itu terlihat sangat berantakan akibat pukulan Ray. Setelah puas menghajar pria itu, Ray kembali mengeluarkan ponselnya dan mengambil foto kedua.
Klik!
"Saat kamu mengambil pekerjaan seperti ini lagi, ingatlah kejadian hari ini".
Ray berbisik pada pria itu dengan seringai dibibirnya sambil menepuk pipinya berkali-kali. Diapun beranjak pergi dan mengirim pesan teks disertai beberapa foto yang berkaitan dengan pria itu pada Diana.
"Jika saatnya tiba nanti. Beberapa foto ini akan menjadi bukti untuk menjebloskanmu ke dalam penjara! Pada saat itu tidak akan ada siapapun yang bisa menolongmu ataupun berada disampingmu!"
"Kirim", gumam Ray dengan seringai tipis dibibirnya.
"Sudah selesai, Kak. Aku sudah kirimkan foto itu pada Diana".
"Bagus. Kalau begitu saatnya kita pergi untuk rapat"
"Baik"
...****************...
Sementara itu, Diana dan Angga masih berada di restoran yang sama dengan Aleen. Angga terus memperhatikan Aleen yang sejak tadi duduk menikmati makan siang yang dipesankan Dev.
Dia terus memperhatikan Aleen, bahkan saat Aleen menghubungi Dev.
"Kenapa Aleen terlihat berbeda ya? Dulu Aleen memang pendiam tapi dia ramah. Sekarang Aleen terlihat lebih dingin namun saat dia tersenyum, senyumnya terlihat tulus dan bebas".
Angga bicara sambil menatap wajah Aleen.
"Sampai kapan Kak Angga akan terus memperhatikan kak Aleen? Kakak tidak sadar kalau sejak tadi aku duduk dihadapan Kakak?!".
Diana menggerutu kesal karena Angga hanya memandangi Aleen dan membicarakannya saja.
"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud begitu. Hanya saja aku penasaran kenapa sikap Aleen jadi berubah".
Angga menjelaskan pada Diana alasannya memandangi terus wajah Aleen
"Aku tahu Kakak masih punya perasaan pada kak Aleen, tapi Kakak harus ingat kalau hubungan kalian itu telah berakhir karena kak Aleen berselingkuh. Dan sekarang akulah yang jadi tunangan Kakak. Kakak harus fokus pada persiapan pertunangan kita!"
Diana meluapkan kekesalannya pada Angga agar dia merasa bersalah dan juga benci pada Aleen.
"Aku tahu itu. Jika saja saat itu aku tidak membiarkannya sendiri, maka kejadian itu tidak akan terjadi"
"Apa Kakak bilang?! Jadi kakak rela kalau kak Aleen berselingkuh dibelakang kakak asalkan kakak tidak tahu?! Huh, aku tidak mengerti jalan pikiran kakak. Harusnya Kakak bersyukur karena tahu keburukan kak Aleen lebih awal sebelum kalian menikah!"
Diana mendengus kesal karena Angga
Tring
Sebuah pesan singkat mengalihkan perhatian Diana dan membuatnya terbelalak saat melihatnya.
"Apa-apaan ini?!"