Di balik suami yang sibuk mencari nafkah, ada istri tak tahu diri yang justru asyik selingkuh dengan alasan kesepian—kurang perhatian.
Sementara di balik istri patuh, ada suami tak tahu diri yang asyik selingkuh, dan mendapat dukungan penuh keluarganya, hanya karena selingkuhannya kaya raya!
Berawal dari Akbar mengaku diPHK hingga tak bisa memberi uang sepeser pun. Namun, Akbar justru jadi makin rapi, necis, bahkan wangi. Alih-alih mencari kerja seperti pamitnya, Arini justru menemukan Akbar ngamar bareng Killa—wanita seksi, dan tak lain istri Ardhan, bos Arini!
“Enggak usah bingung apalagi buang-buang energi, Rin. Kalau mereka saja bisa selingkuh, kenapa kita enggak? Ayo, kamu selingkuh sama saya. Saya bersumpah akan memperlakukan kamu seperti ratu, biar suami kamu nangis darah!” ucap Ardhan kepada Arini. Mereka sama-sama menyaksikan perselingkuhan pasangan mereka.
“Kenapa hanya selingkuh? Kenapa Pak Ardhan enggak langsung nikahin saya saja?” balas Arini sangat serius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Gara-Gara Ganti Istri
Sepuluh Hari Kemudian.....
“Mereka akan mengajukan PK. Pembatalan pernikahan yang kamu dan Arini lakukan menjadi alasannya. Karena jika kalian bukan lagi pasangan dari mereka, mau mereka ber z i n a di depan presiden maupun pemuka agama, kamu dan Arini sudah enggak berhak memperkarakannya. Kamu tahu kan, kasus perselingkuhan dan z i n a hanya bisa diproses jika pasangannya yang melaporkan? Selain itu, pak Sugeng bilang, mereka juga akan menikah.” Mas Narendra yang tak lain anak dari pakdenya Ardhan, dan statusnya merupakan pengacara, menjelaskannya penuh ketenangan.
Pertemuan yang terjadi di ruang kerja Ardhan, tak menghasilkan kehebohan berarti. Bahkan walau apa yang keduanya bahas amat sangat menguras emosi. Sebab selain mas Narendra tipikal yang penuh ketenangan meski tengah emosi sekalipun. Ardhan yang tipikal gampang emosional juga telanjur malas menggubris kelakuan Killa. Selain itu, meski mas Narendra juga membawa salah satu putranya yang berusia empat tahun, bocah laki-laki itu juga sangat anteng fokus main ponsel. Tak kalah anteng dari Arini yang tengah tidur di sofa panjang belakang Ardhan.
“Biarkan saja mereka mau ngapain. Mau mereka salto dari menara juga enggak akan mengubah keadaan. Mau mereka PK atau malah minta hukuman tambahan, sama sekali enggak akan mengubah hidupku. Mau mereka menikah dan niatnya balas dendam, juga tetap tidak akan mengusik kehidupanku,” ucap Ardhan.
“Malahan aku senang banget Mas. Andai mereka keluar dari penjara, terus langsung nikah. Biar cita-cita Killa punya suami yang ngelo nin dia dua puluh empat jam terwujud. Dikiranya k e l o n terus bisa bikin perut kenyang apalagi punya barang-barang mewah maupun punya rumah gedong ‘magrong-magrong'. Dikiranya duit bisa tiba-tiba jatuh dari langit? N g e p e t saja harus ada yang jaga lilin dan juga harus ada yang ngelayab jadi b a b i. Sesegera mungkin deh PK mereka berhasil! Biar mereka juga bisa melihat rumah tanggaku yang baru dan memang penuh dengan kebahagiaan! Karena walau awalnya apa yang kami lakukan niatnya buat balas dendam, hasilnya jadi saling sayang!” komentar Ardhan dengan suara lirih, meski ia sedang sangat emosi. Ia sengaja menjaga suaranya agar tidak mengusik sang istri yang sedang lelap tidur.
“Aku enggak bisa komentar,” ucap mas Narendra yang kemudian meraih bekal air minumnya dari meja, dan meminumnya.
“Gayamu!” cibir Ardhan kepada mas Narendra yang jadi menahan tawa.
“Kamu jadi beda loh. Enggak angkara murka lagi. Jadi agak lebih sabar, dan bicara pun bisa dengan suara lirih. Biasanya kan, ....”
“Memangnya biasanya gimana, Mas?”
“Berasa ada toak di tenggorokanmu!”
“Hahaha ... efek ganti istri kayaknya Mas. Tiap hari ada yang ngadem-ngademin biar aku enggak emosi. Makanya aku selalu bawa dia jadi bekal pokok bepergianku. Mas enggak mau sekalian ikut ganti istri juga? Tren baru kalau istri susah diatur emang mending ganti saja.”
“Hus! Ganti istri. Bundanya anak-anak sudah istri idamanku banget!” balas mas Narendra yang jadi sibuk menahan tawa. “Memang harus dibawa terus istrinya?”
“Untuk saat ini iya, Mas. Soalnya masih banyak problem sama kerugian yang harus aku tanggung setelah ngerobohin klinik buat Killa. Untung rumahku saja enggak aku robohin. Jadi, setiap aku pusing, aku minta Arini buat kasih aku siraman rohani. Biar aku enggak jadi zombie.”
“Salahmu, ngapain bangunan klinik itu sampai dirobohin. Kan bisa buat cabang klinik keluarga atau setidaknya kalau enggak mau pakai, ya disewakan saja. Tetap jadi duit. Berapa ratus juta coba kamu ruginya.”
“Aku enggak mau g i l a, Mas. Soalnya setiap lihat klinik itu, yang langsung aku ingat ya kelakuan Killa.”
“Ya sudah, jangan dipikirkan lagi. Seenggaknya kamu tahu risiko dari keputusanmu sampai merobohkan gedung klinik Killa. Selain itu tanpa kamu sadari, Killa sudah mengalami seleksi alam dari kehidupan kamu. Sekarang, gantinya beneran bikin kamu nyaman, kan?”
Pertanyaan dari sang kakak, membuat Ardhan mengangguk-angguk nyaman. “Iya, Mas. Meski enggak sepenuhnya juga.”
“Loh ... kok gitu?” mas Narendra sangat penasaran. Lebih penasarannya lagi, pertanyaannya barusan langsung membuat Ardhan melongok ke belakang selaku Arini berada. Di sana, Arini masih tidur dan sampai memakai jas Ardhan sebagai selimut.
“Arini lebih garang dari mbah Septi. Jadi kadang kalau aku mau jail ke dia, ya mendadak mikir lagi!'' ucap Ardhan jadi cekikikan.
Lain dengan Ardhan yang sampai cekikikan, mas Narendra hanya mesem sambil menggeleng tak habis pikir. “Mas lihat, sikap dan caranya, tergantung yang dia hadapi. Asal kamu enggak macam-macam, ya dia beneran jadi istri idaman. Namun kalau kamu sampai macam-macam bikin kesalahan fatal, dia bisa jadi wanita idaman yang enggak segan b a n t i n g kamu!”
Ardhan menghela napas pelan seiring senyum tipis yang menghiasi wajah tampannya. Tanpa sengaja, tatapannya menjadi tertuju kepada bocah di sebelah mas Narendra.
“Sementara untuk kasusnya ibu Minah dan Messi, ... si ibu Minah harusnya masih lama. Namun Messi, tiga bulan dari hukuman, dia sudah bisa keluar ya Ar,” jelas mas Narendra sambil menatap saksama catatan di buku agendanya.
“Oh itu ... ingatkan aku kalau waktunya tiba ya Mas. Aku khawatir si Messi ngapa-ngapain Arini,” ucap Ardhan yang kemudian berdeham. “Mas ... tips biar punya yang ‘begitu’, gimana?”
“Ya bikin lah!” ucap mas Narendra sesaat setelah ia menghela napas sambil menatap tak habis pikir Ardhan.
“Sudah, Mas. Enggak pernah absen. Aku bilang ke Arini, kalau aku pengin punya anak. Jadi, dia juga siap hamil. Kami beneran satu fisi misi. Apalagi kami juga belajar dari pernikahan sebelumnya yang sengaja kami batalkan. Ini yang Rama apa Arjuna sih. Mereka kembar yang beneran mirip banget wajah sama fisiknya!” jelas Ardhan.
“Ya sudah ... tinggal tunggu saja,” sabar mas Narendra yang kemudian menulis di buku agendanya.
“Maksudku, aku pengin punya anak yang kalem kayak anak-anak Mas loh, Mas. Itu tipsnya gimana? Bikinnya diem-diem enggak bersuara. Harus gelap-gelapan, apa di kolam, apa gimana?” serius Ardhan, tapi yang di tanya malah sibuk menahan tawa.
Mas Narendra yang awalnya menulis di buku agenda dan sampai memakai kacamata, refleks menyudahinya. “Kamu mau yang kalem? Balik lagi ke kamu sama Arininya. Memangnya kalian kalem? Apa kabar mbah Septi? Apa kabar Ojan? Semua gen itu akan mempengaruhi hasil anak kalian!” jelasnya masih belum bisa menyudahi tawanya.
“Jangan gitu Mas! Balasanmu bikin aku syak syik syok terlalu dini!” takut Ardhan yang jadi antusias ketika mas Narendra berdalih, kenyataan Arini yang tidur sangat lelap di siang bolong, seolah menandakan tanda-tanda wanita ngidam.
“Yang bener Mas? Ah kamu bikin aku makin syak syik syok!” lirih Ardhan belum apa-apa sudah tegang deg-degan bahkan gemetaran.
“Yang namanya ngidam biasanya hal-hal yang tak pernah dilakukan, jadi dilakukan. Dia yang biasanya jarang tidur siang, jadi tidur siang. Lagian kamu sendiri yang bilang, enggak pernah absen bikin,” ucap mas Narendra dan makin membuat Ardhan bersemangat.
“Bentar aku pesan test pack. Atau pulang sekalian mampir ke apotek!”
“Ya iya, harus siap-sia buat antisipasi untuk mengurangi risiko yang enggak diinginkan,” lembut mas Narendra yang siap mencatat lagi di buku agendanya.
“Omong-omong kehamilan, aku jadi ingat si Killa sempat ngaku hamil, Mas!” sergah Ardhan.
“Anak siapa?” refleks mas Narendra yang lagi-lagi tak jadi lanjut mencatat di buku agendanya. Kedua matanya menatap serius kedua mata Ardhan yang diselimuti keraguan.
(Yuk ramaikan. Aku up lagi nanti ❤️)
ga sadar baca nya, pikirjudul yg ini udh tamat.. ya wiss lah aku tunggu aja..kelanjutannya.
ya ampun PD amat grandong Akbar mw dikasih usaha sm ortu Kunti kill2 yg ad ortu Kunti kill2 mikir beribu² kali buat lakukan itu 😏😏😏 eee Kunti mes² kena karma lg 🤭🫣🫣
Semangat trs buat kak Rositi