banyak mengandung ***, tolong yang dibawah umur bijaklah dalam membaca setiap novel.
karya ini adalah karya saya di platform sebelah. terpaksa saya pindahkan disini sebab novel ini sudah hilang di platform sebelah. saya sudah menunggu beberapa bulan kembali nya novel ini tapi nyatanya tidak kembali lagi.
mengandung *** bijaklah dalam membaca
Zahra harus rela di nikahi oleh calon suami kakaknya, intan. sebab intan kabur di hari H pernikahannya. tak ada pilihan lain akhirnya Zahra menuruti keinginan orang tua angkatnya. ingin rasanya wanita itu menolaknya tapi hal itu menyangkut nama baik keluarga mereka.
William menyalahkan Zahra atas hilangnya calon istri saat menjelang pernikahan, pria itu mengira jika Zahra dalang dibalik semua ini karena iri dengan intan.
seakan buta mata dan hati, William terus saja menyiksa Zahra setelah menjadi istrinya. hari-hari dijalani Zahra penuh dengan penyiksaan, hinaan dan cacian sudah menjadi makanan sehari-hari nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Sepanjang perjalanan pulang entah kenapa Zahra merasa jika ada yang terus memantau mereka. Bu idah yang melihat Zara yang sedari tadi gelisah merasa aneh.
"Kenap neng ? Perutnya sakit ?". Tanya Bu idah memegang tangan wanita yang sudah dianggapnya anak itu.
"Nggak Bu, Zahra cuman merasa kalau ada yang mantau kita sejak keluar dari rumah sakit tadi". Jawabnya melirik kearah belakang.
Tiga orang yang mendengar ucapan Zahra langsung terdiam mematung, pasalnya akhir-akhir ini memang terjadi teror lagi dirumahnya apakah sang peneror yang memantau mereka ? Apalagi hanya satu orang pria saja dalam mobil itu yaitu supir mobil yang memang mereka rental dengan mobilnya.
Seketika keadaan merasa was-was takut orang yang mengikuti mereka memberhentikan ditengah jalan apalagi ada bagian sepi saat dijalankan nanti menuju kampungnya.
"Semoga haya perasaan neng Zahra saja yah, kita berdoa saja semoga tidak terjadi apa-apa dan selamat sampai tujuan". Ujar bidan Rasti menenangkan mereka agar tidak merasa takut.
"Ngebut saja pak tapi perhatikan juga jalanan. Bapak nggak usah tegang". Sambung kembali bidan Rasti.
Sang supir hanya mengangguk, baru kali ini dia mendapatkan penumpang yang seperti ini. Biasanya perjalanan mereka akan biasa-biasa saja tanpa merasa tertekan dan tegang sama sekali.
'Siapa mereka ? Jika ingin mencelakai kami seharus dari tadi sudah menghadang mobil ini'. Batin Zahra sesekali menoleh kearah belakang.
Sedangkan Bu idah sedari tadi mulutnya komat-kamit, entah apa yang di ucapkan oleh wanita paruh baya itu dalam hatinya semenjak Zahra mengatakan jika ada yang mematanya bu idah tak hentinya melafal kan doa.
"Bu jangan tegang yah". Ucap Zahra memegang tangan bu idah karena sedari tadi dia memperhatikan wanita paru baya itu disampingnya.
"Ibu takut neng, apalagi belakangan ini mereka suka teror kita".
"Semoga kali ini dia tidak melukai kita". Kata Zahra.
Bu idah mengangguk dan mengaminkan didalam hati. Sungguh dia sangat ketakutan sejak tadi baru kali ini dia merasa nyalinya teruji sedemikian rupa.
Setelah menempuh perjalanan yang begitu menegangkan, akhirnya mereka sampai di kampung dimana mereka tinggal. Ketegangan didalam mobil itu berangsur memudar.
"Alhamdulillah neng, kita sampai dengan selamat". Kata Bu idah begitu senang.
"Iya Bu, semoga kita semua selalu dilindungi". Tiga orang itu menjawab ucapan Zahra dengan aamiin.
Mobil kini sampai tepat didepan rumah Zahra, wanita itu segera membuka pintu nya tak lupa mengucapkan terima pada bidan Rasti.
"Makasih yah Bu bidan, sudah menemani kamu kekota buat periksa". Kata Zahra tersenyum kearah bida itu.
"Itu sudah menjadi tugas ku neng Zahra, jadi eneng tidak perlu khawatir yah terus janga sungkan kalau ada apa-apa yang terjadi sama debay nya".
"Debay apa Bu bidan ?". Tanya Bu idah membuat dua orang berbeda usia itu tertawa cekikikan melihat kepolosan Bu idah.
"Dedek bayi Bu idah". Jawab bida Rasti.
"Hahaha itu toh, astaga aku kok kampungan sekali yah, bikin malu saja ini". Bidan Rasti menanggapi dengan senyuman kemudian segera berpamitan pulang kepada mereka berdua.
Zahra dan Bu idah segera masuk dan membawa barang belanjaan mereka, ketika diperjalanan tadi Zahra sempat singgah diberbagai tempat untuk membeli kebutuhannya yang memang tidak ada di kampung itu.
"Kami sudah tau tempat tinggalnya tuan, tinggal menunggu perintah selanjutnya". Kata orang itu yang masih menatap rumah Zahra dari kejauhan karena takut ada orang yang mencurigai nya.
"Baik". Kata orang itu mendengar ucapan anak buahnya.
Sedangkan dirumah sederhana milik zahra, wanita itu kini tengah berada dikamarnya untuk istirahat, dia masih kepikiran dengan orang yang tadi terus mengikutinya.
"Apa mereka mengikuti ku sampai disini yah ?". Gumamnya menatap langit-langit kamar.
Helaan nafas berhembus keluar dari bibir mungilnya, dia segera berdiri keluar dari kamar menuju dapur. Disana sudah ada Bu idah yang sedang memasak untuk makan malam mereka.
"Bu Ida masak apa ?". Tanya Zahra mengagetkan wanita paru baya itu.
"Astagfirullah neng, kaget ibu loh". Ucapnya terlonjak kaget, Zahra hanya nyengir dan meminta maaf pada Bu idah.
"Ini ibu masak sederhana saja, sayur sop sama ayam goreng kecap. Neng Zahra harus makan yang sehat-sehat yah biar debay nya juga sehat didalam". Zahra mengangguk terkekeh pelan sebab Bu idah sudah mulai juga mengatakan 'debay'.
"Ayo Makan neng, semuanya sudah siap". Mereka makan denga lahap sesekali mengobrol dan tertawa pelan.
Setelah makan Zahra ingin mencuci piring tapi Bu idah tak memperbolehkan hal itu sebab ingat kata dokter jika Zahra harus banyak istirahat, Zahra ingin protes tapi wanita paru baya itu tetap tak menerima penolakan.
Dengan lesu Zahra berjalan keuang tv dan memutar siaran secara acak, didepannya sudah ada beberapa buah dan juga jus apel yang sudah dipersiapkan oleh Bu idah. Sungguh Zahra merasa sungkan akan semua ini. Zahra takut Bu idah kecapean apalagi usianya tidak mudah lagi.
"Bu kok aku hamil nggak kayak orang-orang yah". Tanya Zahra ketika Bu idah sudah duduk disampingnya.
"Maksudnya gimana neng". Bu idah masih bigung dengan ucapan anaknya itu.
"Yah itu Bu, ngga mual, nggak pusing. Zahra merasa biasa saja hanya awalnya tadi pusing tapi sekarang normal-normal saj tu".
"Setiap kehamilan orang beda-beda neng, itu namanya neng Zahra hamil kebo"
"Ha ? Kok bisa gitu sih Bu. Jadi aku kebo Dong". Ucap Zahra pura-pura lesu.
"Bukan itu maksud nya neng, maksud ibu itu neng Zahra tida merasakan gejala apa-apa seperti pada umumnya ibu hamil. Mungkin bapak nya debay kali yang ngalamin semua itu". Zahra tercengang mendengar kalimat akhir Bu idah.
"Masa sih bi, emang ada begitu ?". Tanya ya tak percaya.
"Yah ada lah neng, coba aja di gugel pasti ada penjelasan nya". Zahra hanya manggut-manggut sesekali memasukkan buah dalam mulutnya.
"Oh Iyah neng, kok pak Nalendra tidak pernah kesini lagi yah". Tanya Bu idah yang mulai kepo.
"Ada kerjaan Bu diluar negeri makanya sampai sekarang beliau tidak pernah berkunjung ke kampung ini". Bu idah mengangguk mengerti.
"Pantas saja, mungkin pak Nalendra tidak tahu jika peneror itu kembali lagi. Dulu dia kan yang selalu menyuruh orang yang berpakaian hitam itu menjaga rumah ini". Zahra membenarkan ucapan bu idah.
"Apa kita telepon saja yang neng jika peneror itu kembali ?".
"Jangan ah Bu, takut ganggu. Diakan lagi kerja".
Waktu peneror itu selalu meroronya Nalendra yang selalu melindunginya sampai sang peneror tak menampakkan diri lagi tapi setelah berlalu kini dia kembali lagi mungkin dia mempunyai mata-mata makanya tau jika anak buah Nalendra sudah tidak ditempatkan dirumah Zahra lagi.
Pagi harinya keadaan Zahra hanya tinggal sendiri sebab Bu idah pergi ke rumah bidan Rasti untuk mengambil beberapa vitamin.
Tok
Tok
Zahra beranjak Tampa melihat terlebih dahulu siapa yang mengetuk pintunya pikirnya itu adalah ibu idah yang sudah kembali sudah. Dengan langkah tergesa dia membuka pintu, wanita itu terkejut melihat siapa yang tengah berdiri dihadapannya kini.
Bersambung...