Entah apa yang di pikirkan oleh ayah dan sang ibu tiri hingga tiba-tiba menjodohkan Karin dengan pria yang tak memiliki apapun, apa mereka sengaja melakukan itu untuk menyingkirkannya?
Matteo Jordan, pria tak berguna yang di pungut oleh keluarga Suarez menyetujui menikah dengan wanita yang tak ia ketahui hanya demi sebuah balas budi.
Akankah cinta tumbuh di antara keduanya? Sementara Karin masih mencintai mantan kekasihnya, sedangkan Matteo pria sedingin es yang penuh misteri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab~17
"Maaf, nasi gorengnya sedikit pedas." Ucap Matteo setelah selesai minum air yang di sodorkan oleh Karin.
"Kamu tidak suka pedas ?" Tanya Karin seraya menatap lekat pria yang duduk tak jauh darinya itu.
"Begitulah." Sahut Matteo lantas meletakkan botol minumnya di bangku kosong yang ada di antara mereka.
Sementara Karin yang sejak tadi sibuk memperhatikan pria itu nampak belum makan sesuap pun. "Jadi apa kamu punya saudara kembar ?" Tanyanya ulang.
Matteo langsung menatapnya. "Tidak, memang kenapa ?" Tanya balik pria itu.
"Tidak apa-apa." Karin langsung menggeleng cepat.
"Kamu suka makanannya ?" Imbuhnya lagi ketika melihat pria itu makan dengan lahap.
"Hm." Matteo hanya mengangguk kecil.
"Kalau begitu habiskan lah !!" Karin mendorong kotak bekalnya tersebut ke hadapan pria itu.
"Kamu tidak makan ?" Matteo langsung menghentikan kunyahannya.
"Aku sudah sarapan tadi." Sahut gadis itu.
"Baiklah terima kasih." Matteo segera mengambil kotak bekal tersebut lantas kembali memakan isinya.
"Ngomong-ngomong, kamu tidak tinggal di rumah tuan Suarez ?" Tanya Karin ingin tahu.
"Sesekali." Sahut Matteo singkat.
"Lalu jika tidak tinggal di sana kamu tinggal di mana ?" Entah kenapa Karin makin penasaran dengan kehidupan pria itu.
"Di sekitar sini, kenapa? Kamu keberatan jika setelah menikah nanti tinggal di sini dan bukan di perumahan elit seperti rumahmu ?" Ucap Matteo sembari meletakkan kotak bekal milik gadis itu yang telah tandas tak bersisa, kemudian pria itu kembali meraih botol minumnya lantas meneguknya hingga rasa haus di kerongkongannya berkurang.
"Tinggal di mana pun tak masalah bagiku, tapi kenapa kamu mau di jodohkan denganku? Bukankah kamu bisa menolaknya ?" Tanya Karin kemudian.
Matteo terlihat menghela napasnya sejenak. "Kamu terlalu banyak bertanya, sekarang pulanglah dan terima kasih makanannya tapi besok-besok jangan datang lagi karena tempat ini tidak cocok denganmu !!" Ucapnya seraya beranjak dari duduknya.
Karin yang belum begitu puas dengan jawaban pria itu pun langsung menahan tangannya. "Kenapa menghindar? Bukankah kamu tinggal jawab ?" Ucapnya sedikit memaksa.
Matteo menatap lengannya yang di cekal oleh gadis itu dan Karin pun buru-buru melepaskannya. "Ku rasa jawabannya sama sepertimu." Sahut pria itu lantas kembali memperbaiki motor tak jauh dari gadis itu duduk.
Karin yang tak menyerah pun kembali mendekatinya. "Jadi kamu terpaksa menerima perjodohan ini ?" Tanyanya ingin tahu, gadis itu terlihat duduk berjongkok sama persis yang sedang di lakukan oleh pria itu.
"Hm." Sahut Matteo singkat dan tatapannya masih fokus dengan mesin di hadapannya tersebut.
Mendengar itu bukannya kecewa justru Karin nampak menarik sudut bibirnya. "Kalau begitu bagaimana jika kita membuat kesepakatan ?" Tawarnya kemudian.
"Kesepakatan apa ?" Ucap Matteo yang terlihat masih fokus dengan pekerjaannya seolah ucapan gadis cantik di sebelahnya itu tak begitu penting.
"Menikah pura-pura." Tegas Karin yang langsung membuat pria itu menatapnya tajam.
"Apa kamu sedang bercanda ?" Ucapnya yang tak habis pikir dengan jalan pikiran gadis itu.
"Tentu saja tidak, kita bisa menikah pura-pura untuk sementara waktu lalu setelahnya kita bisa bercerai dan melanjutkan hidup masing-masing." Sahut Karin penuh semangat, ia tidak bisa menikah dengan pria itu bukan karena keadaanya yang miskin tapi ia memang tak mencintainya. Jujur sampai saat ini ia masih mencintai mantan kekasihnya.
Matteo nampak beranjak dan tentu saja langsung di ikuti oleh gadis itu. "Meskipun aku tidak mencintaimu tapi bagiku pernikahan bukanlah mainan, jadi aku tidak setuju dengan ide gilamu itu." Tegasnya kemudian.
Karin langsung bersungut-sungut. "Jadi kamu rela tinggal satu atap dengan orang yang tidak kamu cintai ?" Ucapnya dengan kesal.
"Kenapa tidak, selagi itu masih manusia." Sahut Matteo santai seraya mengambil botol kosong di atas bangku lantas membuangnya ke tempat sampah.
"Sekarang pulanglah sebentar lagi pelangganku banyak yang datang dan kamu tidak maukan di goda oleh mereka ?" Imbuh pria itu kemudian.
Karin yang kesal pun langsung menghentakkan kakinya pergi meninggalkan tempat tersebut menuju mobilnya, entah harus dengan cara apa agar pria itu mau ia ajak kerja sama padahal pernikahan beberapa hari lagi sudah akan di gelar.
Keesokan harinya pun Karin tak menyerah dan kembali mengunjungi pria itu di bengkelnya dengan membawa banyak makanan. "Bukankah sudah ku bilang jangan datang kemari lagi ?" Matteo terlihat malas melihat kedatangan gadis itu.
"Lihatlah aku membawakan mu banyak makanan, bukankah calon pengantin harus sehat ?" Karin tak peduli meskipun di usir dan ia pun segera meletakkan makanan tersebut di atas bangku kosong.
"Jadi kamu sudah berubah pikiran ?" Cibir Matteo yang terlihat sedang sibuk menambal ban, entah milik pelanggannya atau bukan karena sejak kemarin Karin tak melihat satu pun orang yang mampir ke bengkel pria itu.
"Keputusan ku sudah bulat, aku mau kita membuat perjanjian pernikahan pura-pura." Keukeh Karin seraya mendekati pria yang sedang duduk di lantai itu.
"Jika tidak mau menikah kamu tinggal menolaknya, kenapa harus berdrama ?" Matteo menatapnya sekilas lantas kembali fokus dengan pekerjaannya.
"Tidak bisa, perusahaan papa akan benar-benar bangkrut jika aku menolaknya." Karin nampak frustrasi dan memasang muka melas agar calon suaminya itu mau mempertimbangkan idenya.
"Ada konsekuensi di setiap keputusan bukankah kamu sudah tahu itu ?" Matteo menatap gadis itu lantas bangkit dan berlalu dari hadapannya, namun Karin langsung mengejarnya.
"Tapi kamu kan juga tidak cinta aku lalu kenapa kita tidak kerja sama saja ?" Ucapnya sembari mengikuti langkah pria itu dan tiba-tiba Karin tak sengaja menabrak punggung kekar Matteo yang berhenti begitu saja di depannya.
Bukkk
Gadis itu langsung mengusap keningnya yang terasa panas dan saat hendak menjauh pria itu langsung berbalik badan menatapnya.
"A-aku tak sengaja, kamu sih berhenti mendadak." Ucap Karin dengan tersenyum nyengir lantas memberikan pria itu jalan.
"Pergilah, aku sedang sibuk. Bagaimana pun usahamu kamu cuma punya dua pilihan setuju atau menolak !!" Perintah pria itu lalu mendatangi seorang pelanggan yang baru datang.
Karin terlihat kesal, lagi-lagi ia tak mendapatkan hasil apapun. Entah harus bagaimana lagi membujuk pria itu, kemudian gadis itu pun memutuskan pergi dari sana.
"Mel, kita bertemu di tempat biasa yuk aku lagi pusing nih."
Karin yang baru sampai di depan kantor sahabatnya itu langsung menghubunginya.
"Maaf Rin, aku lagi meeting sama bos nih. Nanti malam saja bagaimana ?" Sahut Amel dari ujung telepon.
Karin nampak menghela napas beratnya. "Baiklah, nanti ku hubungi lagi." Ucapnya lantas mengakhiri panggilannya.
Gadis itu pun kembali melajukan mobilnya meninggalkan tempat tersebut dan di sinilah kini ia berada, di sebuah danau yang biasa ia datangi ketika lagi suntuk atau banyak pikiran seperti sekarang.
"Terima."
"Tolak."
"Terima."
"Tolak."
Ucapnya ketika duduk di pinggiran danau, ia harus segera membuat keputusan dan benar kata Matteo selalu ada konsekuensi di setiap keputusan yang ia ambil. Jika menolak maka ia harus siap di usir oleh keluarganya dan jika ia menerima pernikahan itu maka mau tak mau ia harus rela mengabdikan hidupnya pada pria yang tak pernah ia cintai.