( Zona Cinta Manis )
Midea Lestari harus menelan pil pahit ketika difitnah sudah menabrak seorang wanita yang tengah hamil besar hingga tewas. untuk menebus kesalahan yang bukan karena perbuatannya, ia harus mendekam di balik jeruji besi dan merelakan masa depannya.
Satu bulan mendekam dipenjara, akhirnya Dea dibebaskan karena keluarga korban membayar jaminan untuknya. sebagai gantinya Dea terpaksa menikah dengan Shady Hutama, duda tampan yang istrinya tewas dalam kecelakaan itu. Dea menjadi ibu pengganti untuk putri Shady yang bernama Naura.
Bagaimana lika liku kehidupan rumah tangga Shady dan Dea? Apakah Dea bisa meruntuhkan kerasnya hati Shady yang selalu menaruh dendam padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pinkanmiliar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31 - Pilihan Hati Dea
Sejenak Dea dan Shady saling pandang dengan jarak yang cukup dekat. Dea masih berusaha mencerna apa yang baru saja dirinya dengar.
"Apa yang Mas Shady katakan? Dia mencintaiku? Apa aku tidak salah dengar?" batin Dea.
Suara deburan ombak dan angin pantai membuat suasana semakin syahdu. Dea masih bergeming dengan mata yang kearah pada Shady. Namun tidak tahu kemana pikirannya berlabuh.
Shady bingung dengan sikap diam yang Dea tunjukkan. Shady masih menatap lekat wanita yang ada di hadapannya ini. Bahkan saat terdiam, Dea membuat Shady terpana. Sebuah ide tiba-tiba muncul di benak Shady.
Dea terhenyak karena merasakan benda kenyal yang menempel pada bibirnya. Ia baru sadar jika itu adalah bibir milik Shady.
"Mas!" Dea mendorong tubuh Shady lalu memegangi bibirnya.
"Apa yang Mas lakukan? Kenapa men..." Dea tak berani melanjutkan kalimatnya.
Shady malah tertawa kecil melihat tingkah Dea yang menurutnya sangat menggemaskan.
"Kamu sendiri yang salah. Aku menyatakan cinta padamu tapi kamu malah terdiam. Ya aku harus menyadarkanmu." Kembali Shady tertawa dengan puasnya.
Dea mengerucutkan bibirnya. "Apakah benar Mas Shady mencintaiku? Atau dia hanya ingin aku menjadi ibu pengganti untuk Naura saja?" batin Dea masih berperang.
Ingin rasanya ia juga langsung menjawab pernyataan cinta Shady. Namun di satu sisi dirinya juga takut. Takut jika harus patah hati saat hatinya sudah memilih Shady.
Kembali Shady mendaratkan sebuah kecupan hangat di bibir Dea. Ia sengaja melakukannya karena Dea kembali melamun.
"Mas!" Dea terpekik karena Shady kembali mencuri ciuman darinya.
"Hahahahaha." Shady tertawa keras karena melihat Dea yang marah tapi masih terlihat menggemaskan.
Shady meraih kedua tangan Dea dan menggenggamnya. "Aku tahu mungkin kamu masih belum percaya denganku. Tapi aku serius, Dea. Aku mohon pikirkanlah dengan baik. Aku ingin mengarungi hidup ini bersama denganmu dan juga Naura. Kamu sangat berarti untuk Naura dan juga keluargaku."
Dea masih terdiam. Bibirnya tidak bisa menjawab apapun. Sungguh ia ingin percaya dengan semua kata-kata Shady.
Shady menarik tubuh Dea dalam dekapannya. "Aku janji kita akan menghadapi semua ini bersama-sama."
Dea tetap tidak menjawab, tapi perasaannya begitu tenang ketika berada dalam dekapan Shady.
#
#
#
Keesokan harinya,
Dea keluar dari kamarnya dan melihat pemandangan tak biasa. Shady sedang berbincang dengan Nana tentang rencana masa depan pendidikan gadis 18 tahun itu.
Dea menyimak dari kejauhan jika Shady sedang memberikan informasi mengenai universitas yang bagus menurutnya. Dan beberapa jurusan yang bisa Nana ambil.
Nana hanya menganggukkan kepala mendengarkan penjelasan dari Shady. Dea tersenyum lega melihat bagaimana Shady memperlakukan adiknya.
"Lihat itu! Tuan Shady sepertinya adalah kakak ipar yang baik untuk adikmu." Marni menghampiri Dea dan menepuk pelan bahunya.
"Iya, Bu. Sekarang aku harus bagaimana, Bu? Mas Shady semalam menyatakan perasaannya padaku. Tapi aku sendiri masih tidak yakin, apakah dia memang serius atau..."
"Kamu harus tanyakan pada hati kecilmu, Nduk. Jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari." Marni menasehati Dea.
Dea memilih menemui Naura yang sedang bermain dengan Juna dan Azmi.
"Juna, Azmi, kalian kan harus berangkat sekolah. Pergilah bersiap-siap sana!" ucap Dea.
Kedua bocah lelaki itu menuruti apa yang dikatakan oleh Dea.
"Hai, sayang..." sapa Dea pada Naura.
"Mama!" Naura langsung memeluk Dea dengan erat.
"Mama, nanti ikut cama Dea dan papa kan pulang ke lumah?" tanya bocah kecil itu dengan gayanya yang lucu.
Dea mengulas senyumnya. "Mama..."
"Ikut ya, Ma. Naula cayang cama Mama, Naula ingin kumpul cama mama dan papa sepelti teman-teman Naula." Naura memohon dengan harap.
Dea dilema mendengar permintaan bocah kecil itu. Rasanya terlalu berat jika harus kembali berpisah dengan keluarganya yang ada di kampung.
Dari kejauhan, Shady melihat interaksi antara Naura dan Dea. Dalam hatinya Shady tahu, jika Dea belum bisa sepenuhnya menerima permintaan Naura. Semua kesakitan yang Dea rasakan, pasti masih membekas dalam hatinya.
"Aku tahu kamu pasti merasa sulit menerima semua ini. Tapi aku berjanji, aku akan memperbaiki semuanya. Aku mohon percayalah padaku, Dea. Kali ini aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi." Shady membatin dengan memikirkan sebuah rencana.
#
#
#
Siang itu usai mengajar, Dea diminta untuk datang ke ruang kepala sekolah. Dea menghela napasnya berulang kali. Dea pikir ini pasti mengenai insiden pemukulan siswanya beberapa waktu lalu.
Namun ketika tiba di ruang kepala sekolah...
"Mas Shady? Apa yang Mas lakukan disini?" tanya Dea bingung.
"Ibu Midea, silakan duduk dulu!" ucap bapak kepala sekolah dengan sopan.
Dengan masih bingung Dea duduk di sofa bersebelahan dengan Shady.
"Tuan Shady sudah mengatakan semuanya pada saya. Mulai besok ibu Dea tidak perlu mengajar lagi disini," tutur pak kepala sekolah.
"Tu-tunggu, Pak! Apa maksudnya ini? Kenapa saya tidak boleh mengajar?" tanya Dea.
"Suami Ibu Dea sudah memberikan surat pengunduran diri Ibu."
"Apa?! Pengunduran diri?" Dea menatap Shady tajam.
Shady mengulas senyumnya. Tangannya terulur lalu merangkul bahu Dea.
"Sayang, bukankah kita sudah sepakat untuk melakukan ini? Kita akan pindah dari kampung ini, jadi kamu tidak bisa mengajar lagi disini. Lagipula, aku masih sangat mampu membiayai seluruh kebutuhanmu dan juga keluargamu."
Ingin rasanya Dea memarahi Shady saat ini juga. Namun Dea masih memiliki etika karena sekarang ia berhadapan dengan kepala sekolah.
Dea hanya mengulas senyum penuh keterpaksaan karena Shady sudah membuatnya berhenti dari pekerjaan impiannya. Shady berpamitan pada kepala sekolah lalu membawa Dea pulang bersama.
Dea tidak mengatakan sepatah katapun selama perjalanan. Hatinya dongkol namun satu kata pun tidak bisa ia ucapkan.
Hingga akhirnya Shady menghentikan mobilnya di depan sebuah kebun milik penduduk desa.
"Dea, aku minta maaf karena sudah lancang melakukan hal ini."
"Syukurlah jika Mas masih menyadari kesalahan Mas!" sarkas Dea.
"Cepat atau lambat kamu akan tetap ikut denganku, Dea. Aku hanya mempermudahnya saja."
Dea menghela napasnya. "Egois sekali kamu, Mas!"
"Iya, aku memang egois. Aku tidak akan membiarkan kamu menolakku. Karena aku tahu kamu juga merasakan hal yang sama denganku."
Dea tidak menjawab.
"Dea..." Shady meraih tangan Dea. Ia mengecup punggung tangan Dea dengan lembut.
"Aku mohon percayalah padaku. Aku akan memperbaiki semuanya, Dea."
Dea masih memalingkan wajahnya.
"Dea, tolong lihat aku!" pinta Shady.
Sedetik kemudian Dea menatap Shady yang kini sedang menatapnya.
"Mas, bisakah kamu memberiku waktu? Ini terlalu..."
"Tidak! Aku tidak bisa menunggu lagi, Dea! Aku tahu aku bersalah padamu. Kamu boleh menghukumku sebanyak yang kamu mau, aku akan terima." Shady terus mencoba meyakinkan Dea.
"Mas, aku..." Dea menundukkan wajahnya.
Shady menunggu lanjutan kalimat Dea.
"Aku juga mencintaimu, Mas. Tapi banyak hal yang harus aku pikirkan."
"Aku tahu! Kamu mengkhawatirkan keluargamu kan? Aku pastikan jika keluargamu akan hidup dengan baik. Begitu juga dengan usaha toko kelontong mereka. Itu sudah menjadi tugasku untuk menjamin semua anggota keluargamu."
Dea menggeleng pelan. "Apa Mas pikir keluargaku matre?"
"Tidak, Dea! Jangan berpikir terlalu jauh. Aku hanya ingin mereka hidup nyaman. Itu saja!"
Dea kembali menatap Shady. Mencoba memantapkan pilihan hatinya kali ini.
dan yg mengirim bunga ke makam nola adalah rasya.
ceritanya bagus