Zharagi Hyugi, Raja ke VIII Dinasti Huang, terjebak di dalam pusara konflik perebutan tahta yang membuat Ratu Hwa gelap mata dan menuntutnya turun dari tahta setelah kelahiran Putera Mahkota.
Dia tak terima dengan kelahiran putera mahkota dari rahim Selir Agung Yi-Ang yang akan mengancam posisinya.
Perebutan tahta semakin pelik, saat para petinggi klan ikut mendukung Ratu Hwa untuk tidak menerima kelahiran Putera Mahkota.
Disaat yang bersamaan, perbatasan kerajaan bergejolak setelah sejumlah orang dinyatakan hilang.
Akankah Zharagi Hyugi, sebagai Raja ke VIII Dinasti Huang ini bisa mempertahankan kekuasaannya? Ataukah dia akan menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs Dream Writer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Intrik di Balik Eksekusi
Hari eksekusi Lady Ira semakin dekat. Istana tampak sibuk dengan persiapan, tetapi suasana terasa mencekam. Para bangsawan berkumpul di aula besar untuk menyaksikan prosesi hukum yang akan dijadikan tontonan publik, bukti bahwa hukum kerajaan ditegakkan tanpa pandang bulu.
Namun, di balik kemeriahan palsu itu, Raja Zharagi dan orang-orang kepercayaannya tengah menyusun langkah terakhir.
“Apakah semuanya sudah siap?” tanya Zharagi kepada Tarei, yang berdiri di sisi takhtanya.
Tarei mengangguk. “Pasukan kita sudah berada di posisinya, Yang Mulia. Mereka menunggu perintah Anda untuk bergerak.”
“Bagus,” Zharagi berujar, matanya menatap lurus ke depan. “Lady Ira mungkin akan dieksekusi secara resmi, tetapi hari ini bukan hanya tentang pengadilan. Kita akan membuka topeng pengkhianatan.”
Di halaman utama istana, Lady Ira dibawa ke tengah panggung eksekusi. Pakaian putihnya yang lusuh melambangkan kehancuran nama baik keluarga. Meski wajahnya tampak lelah, sorot matanya tetap tegas.
Ratu Hwa berdiri di balkon atas, menyaksikan prosesi dengan ekspresi puas. Di sebelahnya, Lady Sia berbisik pelan, “Rencana kita berjalan sesuai harapan, Yang Mulia. Pasukan di utara sudah bersiap untuk menyerang malam ini.”
“Bagus,” jawab Ratu Hwa dengan senyum dingin.
Namun, sebelum algojo sempat mengayunkan pedang, Zharagi berdiri dari tempat duduknya. Dengan suara lantang, ia berbicara kepada semua yang hadir.
“Hentikan eksekusi ini!”
Kerumunan terkejut, dan bisik-bisik langsung memenuhi udara. Ratu Hwa menyipitkan matanya, jelas terganggu oleh gangguan ini.
“Apa maksudmu, Yang Mulia?” tanya salah satu penasihat yang berdiri di dekat Zharagi.
Zharagi mengangkat tangannya untuk meminta ketenangan. “Hari ini, kebenaran akan terungkap. Sebelum Lady Ira menerima hukuman, aku ingin kalian semua melihat bukti dari pengkhianatan yang sebenarnya terjadi di kerajaan ini.”
Zharagi memberi isyarat kepada Tarei, yang maju dengan membawa dokumen dan peta yang ditemukan di kediaman Bangsawan Zhuang.
“Dokumen ini,” Zharagi menjelaskan, “menunjukkan jalur pasokan rahasia yang dikendalikan oleh pasukan Zhuang untuk menyerang wilayah kita di utara. Serangan ini direncanakan untuk menjatuhkan saya sebagai raja dan menggoyahkan kerajaan.”
Tarei membuka peta di hadapan semua orang, menunjuk titik-titik strategis yang ditandai dengan tinta merah.
“Pasukan ini bahkan siap menyerang malam ini, memanfaatkan eksekusi ini sebagai pengalihan perhatian,” tambah Tarei.
Kerumunan mulai berteriak dan bergumam dengan penuh kecurigaan. Para bangsawan saling menatap, sebagian dari mereka mulai merasa takut karena keterlibatan mereka dengan Ratu Hwa bisa terungkap.
Ratu Hwa berusaha mempertahankan sikap tenangnya. “Yang Mulia, apa yang Anda lakukan? ”
Zharagi melangkah maju, menatap tajam ke arah Ratu Hwa. “Jika itu benar, aku mengizinkan Dewan Bangsawan memeriksa semua bukti ini secara langsung. Tapi aku tahu, mereka tidak akan menemukan kebohongan.”
Sementara itu, pasukan rahasia Zharagi telah bergerak ke perbatasan utara. Dipimpin oleh Lord Kael, mereka menyergap kamp-kamp pasukan bayaran Ratu Hwa sebelum serangan sempat dilancarkan.
Kembali di istana, Ratu Hwa mulai kehilangan kendali atas situasi. Beberapa bangsawan yang mendukungnya mencoba melarikan diri, cemas dengan terbongkarnya Bangsawan Zhuang yang selama ini sangat dekat dengan Ratu. Akan tetapi para penjaga istana, yang telah diperintahkan Zharagi, menangkap mereka.
“Ini belum selesai, Zharagi!” Ratu Hwa berteriak, matanya penuh amarah. “Kau mungkin menang hari ini, tapi aku tidak akan membiarkanmu menghancurkanku!”
Zharagi mendekatinya dengan tenang. “Aku tidak menghancurkanmu, Hwa. Kau sendiri yang melakukannya.”
---
Malam itu, eksekusi Lady Ira dibatalkan, dan para bangsawan di sekeliling Ratu Hwa justru ditangkap atas tuduhan pengkhianatan. Namun, kemenangan ini meninggalkan rasa pahit di hati Zharagi.
Ia berdiri di balkon istananya, memandangi bulan purnama yang bersinar redup di langit malam. Tarei mendekat, berdiri di sisinya.
“Apakah kau merasa ini sudah selesai, Yang Mulia?” tanya Tarei pelan.
Zharagi menghela napas panjang. “Tidak, Tarei. Aku hanya menunda perang yang lebih besar. Pengkhianatan seperti ini tidak akan pernah benar-benar hilang. Tapi setidaknya, aku telah menunjukkan bahwa kebenaran tidak bisa dikalahkan oleh ambisi.”
Dan di bawah sinar bulan itu, Zharagi bersumpah pada dirinya sendiri untuk terus melindungi kerajaannya, meskipun bayangan pengkhianatan akan selalu mengintainya.
---
Hari-hari setelah pembatalan eksekusi Lady Ira terasa seperti babak baru dalam istana. Keputusan Raja Zharagi untuk mengasingkan Lady Ira ke Biara Shiyen di pegunungan timur diumumkan secara resmi. Lady Ira berdiri di hadapan Zharagi di aula utama, dikelilingi oleh para penasihat dan bangsawan yang tersisa.
“Lady Ira,” suara Zharagi tenang tetapi penuh kewibawaan, “aku tidak akan mengambil nyawamu, tetapi ini bukan berarti kau bebas dari hukuman. Gelar bangsawanmu dicabut, dan mulai hari ini, kau adalah rakyat biasa yang diasingkan. Kau akan tinggal di Biara Shiyen untuk merenungi peranmu dalam kekacauan ini.”
Lady Ira menunduk. Meski hatinya terasa hancur, ia menerima keputusan itu dengan lapang dada. “Aku berterima kasih, Yang Mulia, karena memberiku kesempatan kedua. Aku akan menebus dosa-dosaku.”
---
Di sisi lain, Dewan Istana mulai memeriksa para bangsawan yang terlibat dalam konspirasi bersama Bangsawan Zhuang. Proses pemeriksaan berlangsung tegang, dengan beberapa dari mereka mencoba menyangkal tuduhan, sementara yang lain menyerah dan mengakui peran mereka.
Bangsawan Tuo, salah satu pendukung utama Ratu Hwa, berusaha memutarbalikkan fakta di hadapan dewan. “Aku hanya mengikuti perintah, tidak lebih!” serunya, wajahnya memucat.
Namun, Tarei yang hadir sebagai saksi memberikan bukti-bukti surat yang menunjukkan bahwa Bangsawan Tuo telah menyuplai senjata ke pasukan Zhuang. Dengan bukti itu, Bangsawan Tuo tidak bisa lagi mengelak.
Setiap malam, aula istana dipenuhi oleh suara protes, tangisan, dan sumpah setia yang terlambat. Zharagi mengawasi semuanya dari balik tirai, memastikan bahwa keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu.
Sementara itu Ratu Hwa, yang sebelumnya penuh percaya diri dan licik, kini memilih bungkam. Ia dikurung di kediamannya di dalam istana, dijaga ketat oleh pasukan Zharagi. Meski posisinya sebagai ratu belum dicabut, pengaruhnya hampir lenyap.
Di ruangan yang gelap dan sunyi, Ratu Hwa duduk di depan cermin besar, matanya menatap bayangan dirinya sendiri.
“Pengkhianatan…” gumamnya pelan. “Apa yang kau tahu tentang itu, Zharagi? Kau kira kau menang hari ini, tapi kau tidak mengerti permainan ini sepenuhnya.”
Ia tersenyum tipis, senyum yang penuh dengan rencana tersembunyi. Meski kini ia terisolasi, ia tahu masih ada celah yang bisa ia manfaatkan.
Beberapa hari kemudian, Zharagi mengadakan pertemuan tertutup dengan Tarei dan para penasihat utama. Mereka membahas langkah-langkah selanjutnya untuk memperkuat kerajaan setelah konspirasi ini.
“Yang Mulia,” salah satu penasihat berkata, “kita perlu memastikan bahwa wilayah utara, tempat kekuatan Bangsawan Zhuang pernah berakar, tetap di bawah kendali kita. Tanpa pengawasan, mereka bisa mencoba bangkit lagi.”
Zharagi mengangguk. “Kirim pasukan tambahan ke sana. Pastikan setiap titik strategis dijaga ketat. Kita tidak bisa membiarkan satu pun pengkhianat kembali mengancam kerajaan ini.”
Tarei menambahkan, “Aku juga akan mengirim mata-mata untuk mengawasi pergerakan sekutu Ratu Hwa yang mungkin masih berkeliaran di luar istana.”
Zharagi menghela napas panjang. “Bagus. Tapi kita juga harus memikirkan rakyat. Konspirasi ini telah meninggalkan luka di hati mereka. Kita harus mengembalikan kepercayaan mereka pada kerajaan.”
Malam itu, Zharagi berdiri di balkon kamarnya, menatap langit yang dipenuhi bintang. Tarei mendekat, membawa secangkir teh untuk sang raja.
“Yang Mulia,” kata Tarei, “Anda telah melalui banyak hal dalam beberapa hari ini. Kau pantas mendapatkan waktu untuk beristirahat.”
Zharagi tersenyum tipis. “Istirahat? Seorang raja tidak pernah benar-benar bisa beristirahat, Tarei. Setiap kali satu ancaman hilang, ancaman lain akan muncul.”
Tarei terdiam sejenak sebelum berkata, “Namun, Anda telah membuktikan bahwa seorang raja sejati tidak hanya memimpin dengan kekuatan, tetapi juga dengan kebijaksanaan. Rakyat akan mengingat ini.”
Zharagi menatap jauh ke cakrawala. Dalam hatinya, ia tahu bahwa perjalanan ini masih panjang, tetapi ia bersumpah akan terus melindungi kerajaannya dari setiap ancaman, apa pun bentuknya.
"Untuk apa aku hidup dan menjadi Raja?" gumam Zharagi lirih.