Gadis Desa yang memiliki kakak dan adik, tetapi dia harus berjuang demi keluarganya. Ayahnya yang sudah usia di atas 50 tahun harus dia rawat dan dijaganya karena ibunya telah meninggal dunia. Adiknya harus bersekolah diluar kota sedangkan kakaknya sudah menikah dan memiliki keluarga yang sedang diuji perekonomiannya.
Ikuti terus karya Hani_Hany hanya di noveltoon ♡♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
Happy Reading!
Hasna mendatangi ruangan pak Sek-des untuk minta berkas yang akan digunakan saat rapat. "Jadi ke kota MI pak?" Tanya Hasna membereskan berkas yang akan dibawa.
"Jadi, ini sudah mau berangkat. Bagi-bagi saja waktumu untuk disini dengan di sekolah. Karena memang jurusanmu guru." Ujar pak Sek-des memahami. Hasna mengangguk yakin.
"Saya permisi dulu pak. Terima kasih kerja samanya!" Ujar Hasna melangkah meninggalkan kantor desa dengan roda duanya.
"Memang hanya pak Sek-des yang termasuk bertoleransi. Apa pun dia maklumi karena ada anak ceweknya yang sedang kuliah." Gumam Hasna pelan saat di perjalanan.
"Saya itu tidak boleh egois, saya orang tua. Sebagai bapak saya harus bisa bijak, memaklumi yang kiranya wajar. Apalagi saya punya anak cewek, jadi tidak boleh sampai menyakiti cewek." Ujarnya saat bercerita di kantor desa.
Setibanya Hasna di rumah, ternyata kakaknya sudah siap tapi Halim malah tidur. "Biar aku gendong saja." Ucap Hana lirih yang diangguki Hasyim.
Mereka berangkat dengan menggunakan dua motor yang melaju dengan kecepatan sedang. "Kak aku langsung ke kantor dulu ya! Rapat sudah hampir dimulai." Ucap Hasna pamit pada kakaknya.
"Iya de, hati-hati." Ucap Hana melambaikan tangan. Rapat sudah selesai, Hasna menyusul sang kakak di tempat wisata.
"Kakak mau singgah ke rumah mami?" Tanya Hasna, Hana tampak berpikir.
"Gimana sayang?" Tanyanya pada suami. "Atau gak usah deh, dan sore juga." Jawabnya sendiri.
Hasyim hanya mengedikkan kedua bahunya, dia mah ngikut saja apalagi di kampung isteri. Mereka pulang di sore hari. Kegiatan mereka lakukan seperti biasanya. Mandi, sholat, makan, bersih-bersih dan bercerita.
Disaat Hasna libur bekerja, dia banyak menghabiskan waktu dengan sang kakak dan juga kemenakannya. Sedangkan Hasyim pergi ke kebun bersama ayah. Ya! Ayah Ahmad datang pagi-pagi mau cek kebunnya dan Hasyim ikut menemani.
"De, kakak sudah sempat tanya ke pak Syam. Dia sedang cari isteri, tapi dia maunya yang di Kota P saja. Kalau di luar dari situ dia gak mau. Maaf ya!" ucap Hana tidak enak.
"Gak apa kok kak, aku sebenarnya pengen kak dapat suami diluar kampung M ini. Tapi gimana dengan ayah!" ujarnya memiliki setitik kekhawatiran tentang ayahnya.
"Kamu gak usah khawatirkan ayah de, karena ayah sudah menikah. Kan ada Mami! Sekarang saatnya kamu fokus dengan membuka hati untuk laki-laki yang ingin serius denganmu." ujar Hana menasehati sang adik.
"Tapi gak semudah yang kakak bayangkan. Ayah memang ingin aku menikah, tapi kalau jodohku belum ada gimana? Dan kalau orang sini kak, sudah jelas asal usulnya, pekerjaannya, kegiatannya, aku mau punya suami yang sholeh kak." ujar Hasna geram, jodoh, jodoh, dan jodoh.
"Itu saja di bahas. Capek aku!" gumam Hasna dalam hati. Dia benar-benar pusing karena pertanyaan dimana-mana hanya soal jodoh.
Satu bulan Hana di kampung bersama Hasyim dan juga Halim sang putra. Kini saatnya suaminya pulang ke kota P. "Sayang, gak apa-apa kan aku pulang duluan?" tanyanya pada Hana.
"Iya sayang, maaf ya aku gak bisa menemani kamu pulang. Ayah mau bermalam disini dan aku juga masih libur mengajar." ujar Hana lembut.
"Sudah gak apa, aku bisa pulang sendiri. Kamu disini saja dulu dengan Halim, ayah masih butuh anak dan cucunya sebagai penyemangat." jawab Hasyim pengertian.
Hana menganggukkan kepalanya. "Makasih sayang." jawabnya. Hana mengantar Hasyim hingga ke depan rumah karena mobil telah menjemput. Tidak lupa singgah di rumah mami untuk pamit.
Tinggallah Hana, Halim, dan Hasna di rumah. "Kak, aku ke kantor dulu ya! Sekarang mau kerja bakti." pamit Hasna pada sang kakak.
"Iya de, hati-hati." ucap Hana. Hasna berangkat ke kantor desa segera sebelum terlambat. Setibanya di kantor desa, semua sudah bersiap kerja dan Hasna baru datang.
"Maaf pak, saya terlambat. He-he." ujar Hasna pada pak Desa dengan cengengesan. Hasna langsung berlari bekerja membantu teman-teman kantornya. Pak Desa hanya geleng kepala, sudah hampir dua tahun Hasna kerja di kantor desa.
"Huft, anak pak Ahmad memang cerdas, bisa diandalkan jadi bendahara, tapi keras kepala juga." gumam pak Desa kembali memantau anggotanya bekerja.
"Lihat tuh, dia suka buat ulah dan selalu terlambat. Tapi dibiarkan sama pak Desa." gumam Siska pelan, dia berbisik pada Mbak Maria tapi diabaikan.
"Kerja-kerja saja Siska, gak usah cari masalah." ujar Mbak Maria tegas. Dia memang sudah kena skak sama Hasna makanya gak berani macam-macam.
"Ish Mbak Maria makin gak asyik." gerutu Siska menjauh, mereka disuruh membersikan halaman kantor sekaligus menanam pohon buah-buahan. Seperti mangga, rambutan, pisang, alpokat, dan lainnya yang mudah berbuah.
"Aku gak mau cari gara-gara lagi. Huh." ujar Mbak Maria pada diri sendiri. "Aku kapok gara-gara memerintah Hasna." batinnya. Mbak Maria membersihkan rumput sambil membayangkan saat dia bermasalah dengan Hasna.
"Hasna,,,, Hasna...." panggilnya agak keras. Hasna sedang berada di ruangan dengan menatap laptopnya, membuat laporan yang akan segera dikirim ke Kota J.
"Kenapa kamu Maria?" tanya pak Sek-des yang mendengar ribut-ribut. Dia berdiri di depan pintu ruangan dengan berkacak pinggang menatap Mbak Maria tajam.
"Begini pak, tadi pagi jadwal piketnya Hasna. Tapi dia tidak datang tepat waktu dan tidak menyapu ruangan staf. Tidak adil buat kami pak! Tadi saya mendapat laporan dari Siska jika Hasna juga sering pulang duluan." Ucap Mbak Maria mengadu.
Pak Sek-des tersenyum sinis. "Jadi gara-gara itu? Maria, kamu ini bagaimana sih! Baru begitu sudah terpengaruh dengan Siska. Memang kamu mau menggantikan pekerjaan Hasna?" tanyanya dengan mata memicing karena kesal.
Orang sedang sibuk-sibuknya malah diganggu, bukannya bantu malah bikin ribut-ribut. Mbak Maria diam sejenak lalu menjawab. "Tapi pak, itu kan memang kerjanya jadi bendahara!" elaknya membela diri.
"Okey, sekarang gini! Kalau kamu mau gantikan Hasna silahkan, bukan hanya di kantor dia kerja bahkan di rumah. Jika Hasna pulang cepat belum tentu dia bersantai-santai seperti kalian. Apalagi bergosip! Buat saja jadwal baru, jangan libatkan Hasna, dia sibuk mengurusi gaji kalian tahu."
"Kalau sampai ada lagi yang menuntut Hasna saya akan suruh gantikan pekerjaan Hasna yang siang malam tidak tahu waktu. Harusnya kalian bersyukur ya, kerja kalian itu tidak terlalu berat jadi gak usah adu domba."
"Maria, ingat! Kasih tahu yang lain." ucap pak Sek-des mengingatkan. "Pusing saya dengar kalian itu adu domba terus!" imbuhnya sambil masuk ke dalam ruangan. Hasna yang mendengar hanya senyum-senyum dan kembali fokus pada pekerjaannya.
"Mbak, kenapa melamun?" panggil Hasna pelan.
"Eh. Kenapa Hasna?" tanyanya kaget, dia tersadar ketika Hasna memanggilnya. Orang-orang sudah beristirahat malah Mbak Maria asyik membersihkan sampai bersih.
semangat kak hani /Determined//Determined//Determined//Determined/