Love Me Please, Mas Duda
Sebuah mobil sport mewah keluaran terbaru berhenti tepat di depan sebuah kafe yang cukup terkenal di kalangan para muda mudi terutama para mahasiswa di salah satu kampus bergengsi di kota Jakarta. Kafe yang dekat dengan universitas Nusa Bangsa ini sering dijadikan tempat nongkrong anak-anak muda.
Namun pagi ini, kafe masih sepi karena baru saja buka. Seorang gadis cantik turun dari mobil sport yang tadi memasuki halaman parkir kafe.
Dengan tersenyum manis gadis itu berjalan memasuki kafe dengan mengendap-endap karena ingin mengejutkan sahabatnya. Dilihatnya sang sahabat sedang mengelap meja kafe dan nampak sedang bersenandung kecil.
Gadis itu memeluk sahabatnya dari belakang untuk mengejutkannya.
"Astaga! Shezi! Bikin kaget saja!" pekik si gadis pelayan kafe.
"Hehe, kaget ya? Maaf! Tapi aku memang sengaja mengejutkanmu!"
"Ini masih pagi, kamu mau kemana?" tanya si gadis pelayan.
"Aku mau mengajakmu pergi."
"Tapi Zi, aku kan sedang bekerja. Hari ini aku kuliah sore, makanya aku ambil shift pagi."
"Astaga, Dea! Kafe ini milikku, jadi kamu jangan khawatir. Hari ini kamu akan kuizinkan untuk libur selama satu hari."
Si gadis pelayan hanya menghela napas mendengar permintaan sahabat baiknya ini. Namanya Midea Lestari, biasa dipanggil Dea. Gadis 20 tahun ini harus rela bekerja dan kuliah secara bersamaan. Dia harus menghidupi dirinya sendiri selama menempuh pendidikan di kota. Beasiswa yang dia dapatkan tidak memberikan uang bulanan untuknya hidup sehari-hari.
Alhasil Dea harus bekerja paruh waktu untuk bisa memenuhi kehidupannya di kota ini. Beruntung Dea bertemu dengan Shezi, gadis kaya yang memiliki sebuah usaha kafe. Dea bisa bekerja disana dengan menyesuaikan jadwal kuliahnya.
"Ayolah, De! Hari ini keluarga besarku mengadakan pesta di puncak. Aku ingin mengajakmu kesana."
"Keluarga besarmu? Tidak, Zi. Siapa aku sampai harus ikut acara keluargamu?" Dengan halus Dea menolaknya.
"Kau adalah sahabatku, Dea! Tentu saja kau sudah seperti keluargaku!" Shezi memeluk Dea. Memang benar Dea sudah seperti saudara untuk Shezi.
Shezi si anak orang kaya tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya yang sibuk bekerja. Dia juga hanya seorang anak tunggal. Beruntung ada Dea yang selalu siap mendengar keluh kesahnya dan menjadi saudarinya.
"Tapi tetap saja aku tidak enak dengan karyawan lain, Zi. Mereka pasti akan bergosip tentangku."
Shezi menatap para pelayan lain yang juga sedang membersihkan kafe.
"Apa kau pikir mereka akan protes? Apa mereka siap jika harus dipecat?" Shezi mengatakan itu dengan cukup keras. Shezi selalu mengeluarkan ancaman jika ada yang berani bergosip tentang Dea.
Shezi memang menggaji karyawannya tidak main-main. Dia berani mengeluarkan uang cukup banyak hanya untuk membayar para karyawan. Menurutnya, uang bisa mengendalikan segalanya. Itulah yang kadang membuat Dea geleng-geleng kepala. Tapi Dea juga hanya bisa diam karena Dea juga butuh uang untuk dirinya hidup.
Dengan sedikit terpaksa, Dea akhirnya menyetujui untuk pergi dengan Shezi. Dea melepas celemek yang sedari tadi menempel di tubuhnya.
"maaf ya teman-teman. Aku benar-benar tidak bisa menolak si Nona Muda. Kita semua akan celaka jika aku menolak," ucap Dea merasa tak enak dengan karyawan lainnya.
"Tidak apa, De. Hanya dia yang mau menggaji tinggi pelayan kafe seperti kita. Kami bisa mengatasi semuanya disini," jawab seorang teman Dea.
"Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu ya."
Dea keluar kafe dengan membawa tas slempang andalannya. Ia melihat Shezi sudah berdiri di samping sebuah mobil sport berwarna merah.
"Mobil siapa, Zi?" tanya Dea yang terperangah melihat mobil baru milik Shezi.
"Keren kan? Papa membelikanku mobil baru karena hari ini dia tidak bisa ikut datang ke acara keluarga besar."
Shezi membuka pintu mobil dan mempersilakan Dea untuk masuk. Banyak yang berpikir jika Dea adalah gadis yang beruntung karena bisa menaiki mobil mewah milik Shezi.
Selama perjalanan, mereka berbincang mengenai banyak hal terutama yang berhubungan dengan kampus. Dea adalah mahasiswi keguruan. Cita-citanya sedari kecil adalah menjadi seorang guru.
Dengan kepintarannya Dea berhasil mendapatkan beasiswa penuh dari universitas. Kini tinggal selangkah kaki impiannya untuk menjadi guru akan terwujud. Rencananya setelah lulus, Dea akan kembali ke kampungnya dan menjadi pengajar disana.
Jalanan cukup lengang pagi ini ke arah puncak karena memang ini bukan akhir pekan. Shezi yang ingin merasakan sensasi berbeda dengan mobilnya, menginjak pedal gas lebih dalam hingga menambah kecepatan laju mobil.
"Zi, hati-hati! Jangan terlalu ngebut!" Lerai Dea.
"Kamu tenang saja! Jalannya sepi kok!"
"Tapi, Zi. Tetap saja kita harus mematuhi aturan lalu lintas."
"Iya, De. Tenang saja! Lagian sebentar lagi juga sampai kok di villa milik pamanku."
Mata Dea melotot ketika Shezi dengan sengaja menerobos lampu merah.
"Zi, itu tadi lampu merah!" pekik Dea
"Tidak ada polisi yang jaga! Jalan terus saja!"
Dea bingung dengan pemikiran Shezi yang selalu menganggap enteng segala hal. Dea hanya bisa berpegangan pada pegangan mobil karena mobil melaju cukup kencang.
Tanpa Shezi sadari sebuah mobil melintas dari arah kiri. Ini adalah kesalah Shezi karena ia menerobos lampu merah.
"Shezi, awas!" Teriak Dea yang merasa tabrakan tak mungkin bisa dihindari.
Shezi tak bisa mengendalikan laju mobil dan menabrak mobil yang baru saja melintas. Shezi langsung membanting kemudi agar mobil tidak terguling. Beruntung Shezi tetap menginjak pedal rem dan membuat mobilnya berhenti meski harus menghantas pembatas jalan.
Kepala Dea harus terbentur kaca mobil dan membuatnya tak sadarkan diri. Sementara Shezi masih menutup matanya. Mobil barunya ini memiliki sistem pengaman yang cukup bagus hingga tidak mengakibatkan si pengemudi terluka. Air bag mobil berhasil menyelamatkan nyawa Dea dan Shezi.
Namun hal berbeda dengan mobil yang ditabrak oleh Shezi. Mobil itu hampir terjatuh di jurang. Shezi yang keluar dari mobilnya berjalan menuju ke mobil yang di tabraknya.
"To...long....!" Terdengar suara rintihan seorang wanita dari dalam mobil.
Shezi menutup mulutnya. Tangannya gemetar karena baru saja melakukan hal yang tak terduga. Shezi menggeleng cepat.
"Jika papa tahu soal ini, maka ... tamat riwayatku!" Lirih Shezi.
Dengan tangannya yang masih gemetar, Shezi meraih ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Ha-halo, Kak! Kak, tolong aku!" Suara isak tangis Shezi dan panik membuat seseorang di seberang telepon segera memutus panggilan.
"Aku harus bagaimana?" Gumam Shezi dengan memegangi kepalanya.
Jalanan benar-benar sepi saat ini. Shezi merasa beruntung karena tidak ada saksi mata disini selain Dea yang masih tak sadarkan diri.
Tak lama sebuah mobil sport hitam menghampiri Dea. Seorang pria muda keluar dari dalam mobil.
"Shezi, ada apa? Apa yang terjadi?" Tanya pria itu.
Shezi menceritakan semua kejadian yang dialaminya pagi ini. Si pria nampak berpikir keras untuk menemukan sebuah solusi.
"Kak, aku harus bagaimana? Orang di mobil itu masih hidup, apa kita harus menolongnya? Tapi ... papa pasti akan menghukumku jika tahu aku yang menabraknya." Shezi hanya bisa menangis merutuki kebodohannya.
"Baiklah, cepat bantu kakak!" Si pria muda itu menuju ke mobil Shezi yang remuk di bagian depan. Ia membuka pintu mobil dan melihat seorang gadis muda yang pingsan.
"Cepat bantu kakak pindahkan dia!"
"Eh? A-apa maksud kakak?"
"Kita pindahkan dia ke bagian pengemudi."
Shezi membulatkan mata. "Maksud kakak, kita menjadikan dia kambing hitam atas kecelakaan ini?" Tanya Shezi.
"Apa kau mau papamu marah, hah?! Kau tahu sendiri seperti apa papamu!"
Shezi nampak berpikir keras. Dia tidak ingin menyalahkan Dea atas semuanya. Tapi dia juga tidak mau menerima amukan papanya.
"Baiklah. Mari kita lakukan!" Putus Shezi kemudian.
Mereka berdua memindahkan tubuh Dea ke bangku pengemudi. Shezi membersihkan semua sidik jari miliknya di mobil itu dan menggantinya dengan sidik jari Dea.
"Ayo kita pergi!" Ajak si pria yang adalah kakak sepupu Shezi.
"Lalu, bagaimana dengan orang di mobil itu?" Tunjuk Shezi mengarah ke mobil yang di tabraknya.
"Aku akan menelpon polisi dan ambulans."
Usai menghubungi pihak berwenang, Shezi dan kakak sepupunya pergi tanpa meninggalkan jejak. Shezi menatap Dea dengan perasaan bersalah. Namun Shezi tak memiliki pilihan lain selain menjadikan Dea sebagai kambing hitam untuknya.
"Maafkan aku, De. Suatu saat aku akan membalas kebaikanmu atas apa yang sudah kau lakukan ini," batin Shezi.
B e r s a m b u n g
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Becky D'lafonte
tega bgt sm sahabat sendiri
2023-06-30
1
Winsu Sutarsih
temn yg Menikam dari blakng😏
2023-03-16
1
Aielis Aielis
cukup menarik.
2023-02-21
1