Anindya Alyssa seorang wanita manis yang memiliki warna kulit putih bersih, bekerja sebagai waiters di salah satu hotel yang cukup terkenal di kotanya. Hidup sebatang kara membuat harapannya untuk menjadi sekretaris profesional pupus begitu saja karena keterbatasan biaya untuk pendidikan nya.
Namun takdir seakan mempermainkan nya, pekerjaan sebagai waitres lenyap begitu saja akibat kejadian satu malam yang bukan hanya menghancurkan pekerjaan, tetapi juga masa depannya.
Arsenio Lucifer seorang pria tampan yang merupakan ceo sekaligus pemilik dari perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur. Terkenal akan hasil produksi yang selalu berada di urutan teratas di pasaran, membuat sosok Lucifer disegani dalam dunia bisnis. Selain kehebatan perusahaan nya, ia juga terkenal akan ketampanan dan juga sifat gonta-ganti pasangan setiap hari bahkan setiap 6 jam sekali.
Namun kejadian satu malam membuat sifatnya yang biasa disebut 'cassanova' berubah seketika. Penolakan malam itu justru membuat hati seorang Lucifer takluk dalam pesona seorang waiters biasa.
Lalu bagaimana kisah Assa dan Lucifer?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12
Anin mulai membuka matanya perlahan, ia merasakan seluruh tubuhnya terasa remuk seperti ditimpa bebatuan. Namun rasa sakit yang ia rasakan tak sebanding dengan sakit hati setelah teringat apa yang terjadi padanya semalam.
Ia dilecehkan oleh seorang pria yang begitu ia hormati sebagai seorang bos. Datang dengan harapan dapat mempertahankan pekerjaannya ternyata justru membuatnya kehilangan masa depan, semangat dan hidupnya.
Anin memejamkan matanya, membiarkan setetes demi setetes air mata membasahi wajah pucat nya. Penampilannya benar-benar berantakan.
"Hiks … Tuhan, kenapa selalu penderitaan yang kau berikan padaku, kenapa kau tidak cabut saja nyawaku." Gumam Anindya, ingin rasanya ia berteriak sambil mengeluarkan keluh kesahnya.
Anindya bangkit dari tidurnya, ia menelisik kamar dan tidak menemukan siapapun disana. Anin segera turun dari ranjang, memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai lalu membawanya masuk ke dalam kamar mandi.
Anin meletakkan pakaiannya di sisi wastafel, ia menatap dirinya yang tampak begitu berantakan, ia jijik pada dirinya, melihat cetakan tanda bekas pria semalam membuatnya teringat bagaimana pria brengsekk itu mengambil mahkotanya dengan tak berperasaan.
Perlahan tubuh Anindya merosot ke lantai, ia menangis sambil memeluk tubuhnya sendiri. Sejak kecil hingga besar, tak pernah sekalipun ia merasakan yang namanya kebahagiaan.
"Biarkan aku bahagia sedikit saja, aku tidak tahan lagi menahan sakit yang seakan terus saja mengelilingi kehidupan ku." Lirih Anindya mengusap kedua bahunya sendiri.
Anindya menarik nafas lalu membuangnya, ia berjalan ke arah shower lalu mulai menyiram seluruh tubuhnya, berharap bahwa ia bisa menghilangkan bekas dan mengembalikan semuanya seperti awal, namun itu mustahil. Nasi sudah menjadi bubur, takdir memang begitu kejam pada seorang Anindya Alyssa.
Setelah selesai membersihkan diri, dengan langkah gontai dan pakaian yang sudah tak berbentuk sempurna, Anin keluar dari kamar mandi. Ia tampak terkejut melihat seorang pria yang paling dibencinya sedang duduk santai sambil menikmati secangkir teh hangat.
"Mau apa lagi kau?" tanya Anindya dengan tatapan penuh kebencian.
Arsen yang mendengar suara tajam itu lantas menoleh, ia tersenyum seraya meletakkan teh yang sedang dinikmatinya di meja. Arsen meraih sebuah paper bag, ia melemparkan nya begitu saja ke arah Anin.
"Pakai itu, anggap saja tip atas kenikmatan semalam." Ucap Arsen dengan senyuman remeh.
Anin menatap sebuah baju yang terjatuh tepat di kakinya, ia bimbang antara meraih pakaian itu atau tidak sebab kebencian yang mendalam pada Arsen, namun kondisi bajunya saat ini benar-benar tidak layak digunakan.
"Ambil!!" Perintah Arsen dengan tegas.
Anin tak punya pilihan lain, ia segera meraih baju itu dan kembali masuk ke dalam kamar mandi untuk mengganti pakaiannya.
Hanya butuh 5 menit, Anin kembali keluar dengan penampilan yang lebih baik, bahkan baju yang Arsen berikan tampak begitu pas ditubuh nya.
"Wahh, kau cantik sekali. Entah mengapa aku jadi ingin merobek baju itu lagi dan mengajakmu mengarungi lautan kenikmatan bersama." Ucap Arsen bangkit dari duduknya lalu mulai mendekati Anin yang sontak mundur menjauh.
"Berhenti, Pak. Jangan mendekat!" pinta Anin mengangkat jari telunjuknya meminta Arsen berhenti.
"Wah, kau siapa berani memerintah ku?" tanya Arsen tampak berpura-pura terkejut.
"Hentikan, Pak. Saya harus pergi," pinta Anindya lagi kemudian hendak pergi namun tangannya dicekal dan tubuhnya di dorong Arsen sampai terhantur ke dinding.
"Akhhhh…" ringis Anindya merasakan sakit di punggungnya.
"Jangan mengerang cantik, kau mau aku mengajakmu bermain lagi?" Tanya Arsen dengan mata terpejam.
"Pria menjijikan." Umpat Anindya tanpa ragu.
Arsen membuka matanya, ia lantas mencengkram rahang Anindya dengan kuat hingga si pemilik meringis.
"Semalam bibir ini terus mengeluarkan suara nikmat, dan sekarang dengan berani kau menyebutku brengsekk?!" tanya Arsen dengan tatapan yang tajam.
"Lepaskan saya, Pak. Lepaskan! Biarkan saya pergi, tak cukupkah anda menghancurkan masa depan saya?!!!" teriak Anindya mulai kembali menangis.
Arsen tak menjawab, ia lantas mencium bibir Anin yang terus saja minta di lepaskan. Arsen terus merasai bibir gadis itu hingga ia dikejutkan dengan sebuah tamparan keras di pipinya.
"Pria menjijikan!!" umpat Anidnya dengan amarah yang menggebu.
Arsen yang merasakan panas di pipinya lantas memegang pipinya sendiri, ia mengusapnya pelan lalu menatap Anin dengan tatapan tak bersahabat.
"Untuk pertama kalinya aku ditampar seorang gadis, apalagi gadis itu adalah gadis miskin sepertimu. Berani-beraninya kau hah?!!" Teriak Arsen tepat di depan wajah Anindya.
"Lalu saya harus apa? Menghormati pria brengsekk seperti anda yang memanfaatkan kekurangan orang lain dan menghargainya dengan uang?" Tanya Anindya dengan berani namun air matanya tetap lolos.
"Jangan karena anda kaya dan banyak uang anda bisa berlaku seenaknya, saya bisa saja melaporkan tindakan Anda ini ke polisi!" lanjut Anindya mengancam.
Arsen yang mendengar itu bukannya takut dan malah tertawa, ia mengusap rambut panjang gadis itu lalu menariknya dengan sedikit keras.
"Kita lihat saja siapa yang akan dipermalukan jika kau berani melapor." Bisik Arsen lalu mendorong Anindya menjauh dari nya.
Arsen meraih secarik kertas lalu melemparnya ke arah Anindya.
"Bayaranmu sebagai wanita malam." Ucap Arsen tanpa menatap Anindya.
Anindya meraih cek yang Arsen berikan, tanpa ragu ia merobek kertas tersebut sampai terbelah menjadi beberapa bagian dan menyebarkannya tepat di depan wajah Arsen
"Saya tidak butuh uang Anda!" ungkap Anindya kemudian segera pergi.
TANDAI TYPO WE✌️
LIKE, KOMEN DAN VOTE 🥰
To be continued