Kecewa, mungkin itulah yang saat ini di rasakan Donny Adriano Oliver. Bagaimana tidak harapan untuk segera membangun rumah tangga dengan kekasih yang sudah di cintainya selama enam tahun pupus sudah. Bukan karena penghianatan atau hilangnya cinta, tapi karena kekasihnya masih ingin melanjutkan mimpinya.
Mia Anggriani Bachtiar, dia calon istri yang di pilihkan papanya untuknya. Seorang gadis dengan luka masa lalu.
Bagaimanakah perjalanan pernikahan mereka. Akankah Donny yang masih memberi kesempatan kepada kekasihnya bisa jatuh cinta pada istrinya yang awalnya dia perlakukan seperti adik perempuan yang dia sayangi. atau Mia yang sudah lama menutup hati bisa luluh dan jatuh pada perhatian dan kasih sayang yang Donny berikan padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunis WM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Epis. 31 Ucapan yang sama
Setelah makan malam, Donny menggendongnya kembali ke kamar. Dia sebenarnya masih kesal dengan gadis itu, tapi melihatnya jalan terpincang-pincang membuat rasa kesalnya menguap dan Mia juga sudah tidak meronta saat laki-laki itu menggendongnya. Donny mendudukkannya di sofa yang ada di dalam kamar seperti permintaanyya.
“Kenapa lagi, Mia”. Gadis itu merasa tidak nyaman dengan sikap Fiona tadi, sahabatnya itu tidak pernah mengabaikannya.
“Aku kepikiran sama Fiona”, Donny yang sudah melupakan kekesalannya ikut duduk di sampingnya. “Saya akan bicara dengan Fiona besok”, ucapnya menenagkan Mia. Gadis itu mendongak menatap suaminya, “terima kasih, Mas”.
Seperti janjinya pada Mia semalam, hari ini setelah selesai makan siang Donny memanggil Fiona ke ruangannya. Fiona sangat takut Donny akan memarahinya karena kekurang ajarannya semalam yang pergi begitu saja.
Salah satu sekertaris Donny membukakan pintu untuknya dan mempersilahkannya masuk. Donny memang sudah menunggunya.
“Silahkan duduk Fiona”, Fiona lalu duduk di sofa panjang yang ada di ruangan itu. Dia hanya menununduk dengan jemari yang saling menggenggam dia atas roknya. Donny meletakkan minuman kaleng di atas meja yang baru saja dia ambil dari lemari pendingin yang ada di ruangannya.
“Terimakasih”.
“Mia sangat sedih kamu mengabaikannya semalam”, kata Donny. Fiona mengangkat kepalanya menatap Donny seseat sebelum kembali menunduk.
“Saya minta maaf, Tuan”. Laki-laki itu menyandarkan punggungnya di sandaran sofa. “Kamu bisa memanggil saya seperti Mia memanggil saya, Fiona. Mia menganggapmu seperti keluarganya bukan? Itu artinya kamu juga keluarga saya”. Fiona membulat kan matanya. ‘mana aku berani’, bisakinya dalam hati.
“Saya nggak marah sama Mia, dia pasti cuma merasa nggak enak sama Alam”. Donny langsung memasang wajah datarnya begitu Fiona menyebut nama itu, tapi dengan cepat dia mengendalikan diri.
“Kami teman SMA di Bandung, dan Alam sengaja kuliah di Jakarta supaya bisa dekat dengan Mia. Tapi Mia cuma menganggap Alam sebagai teman, dan itu tidak membuat Alam berhenti berbuat baik sama Mia. Saya bisa ngerti kenapa Mia mau memafkan Clara”. Jelas Fiona.
Donny mengangguk mengerti. “Kalau begitu nanti kamu coba telepon Mia, biar dia merasa lebih baik”, ucap Donny dengan lembut.
“Baik, Tuan”. Donny menarik nafasnya pelan, dia tahu Fiona pasti canggung memanggilnya ‘Mas’. fiona meningaglkan ruangan Donny di antar salah satu sekertarisnya.
Fiona lalu mengirimi Mia pesan seperti yang di katakan Donny. Mereka lalu bertukar pesan dan saling melupakan kekesalan masing-masing.
Alam sudah sejak tadi menunggu Donny di loby utama gedung Oliver Group. Ada yang harus dia katakan pada suami temannya itu. Walaupun rasa cintanya tidak terbalas bahkan setelah bertahun-tahun, dia masih selalu saja peduli pada gadis itu.
Dia sudah jatuh cinta pada Mia sejak mereka bertemu pertama kali di SMA, tapi saat itu Mia sudah memiliki seseorang di hatinya sehingga dia hanya bisa mencintainya dalam diam. Bahkan untuk memperjuangkan cintanya pun saat itu dia tidak memiliki kesampatan.
seseorang yang di cintainya itu selalu menjaganya dengan baik, memperlakukannya seperti puteri, melindungi seperti gadis itu sangat berharga. Mia tentu saja sangat mencintai orang itu.
Seperti sebuah keberuntungan berpihak padanya, seseorang itu menghilang dan membuat hati gadis yang di cintainya patah. Namun terlambat, dia tetap tidak bisa menyentuh hati gadis itu. dan mereka hanya tetap menjadi teman baik sampai sekarang.
Alam menghampiri Donny saat melihat laki-laki itu akan meninggalkan gedung Oliver Group bersama beberapa orang di belakangnya.
“Permisi, Tuan”. Donny menghentika langkahnya saat Alam tepat berada di depannya.
“Ada hal yang ingin saya bicarakan dengan anda”, ucapnya. Donny yang sangat sopan pada orang lain entah kenapa tidak terlihat seperti dirinya. Dia mengabaikan Alam dan melanjutkan langkahnya.
“Ini tentang Mia” teriak Alam. Donny menghentikan langkahnya, dia melihat Alam sedang berjalan menuju ke arahnya.
“Saya mohon, hanya sebentar”, pintanya pada Donny.
Donny lalu melihat orang-orang di sekelilingnya dan meminta mereka meningglakannya, kecuali Alfandy. Donny mempersilahkan Alam duduk di sofa yang ada di Loby, setelahnya dia ikut duduk berseberangan dengan Alfandy di belakangnya.
“Apa yang ingin anda bicarakan”, tanyanya dengan suara datarnya.
“Maaf kalau saya lancang”, laki-laki itu diam sejenak sebelum melanjutkan kata-katanya. “Tapi saya tetap harus mengatakannya”.
“Langsung saja”, ucap Donny masih dengan suara datarnya.
“Saya tidak tahu bagaimana anda dan Mia bisa menikah. Tapi bagamana pun itu saya harap Mia bahagia. Dia pernah terluka sebelumnya, luka yang membuatnya membangun dinding yang kokoh di hatinya. Tidak ada yang bisa menyentuh hatinya bahkan setelah bertahun-tahun berlalu”. Laki-laki itu menghela nafas kembali mengingat perjuangannya menghancurkan dinding itu.
Donny masih mendengarnya, dia bisa melihat laki-laki di depannya ini punya cinta yang tulus untuk istrinya.
“Jangan membuatnya terluka, Tuan. Jika anda melakukannya, dia mungkin tidak akan bisa menahannya untuk kedua kalinya”. Alam tersenyum canggung. Dia tahu laki-laki di depannya seorang yang berkausa, dia mengumpulkan semua energinya tadi sebelum memberanikan diri datang menemuinya.
Saat melihat perhatian Donny pada Mia kemarin, Alam bisa menilai kalau laki-laki itu menyayangi Mia. Dia juga terkejut melihat Mia yang tidak canggung dan manja pada seorang laki-laki. Mia tidak memperlakukannya seperti itu dulu, bahkan selalu menjaga jarak dengannya.
Dia yakin Mia sudah membuka hati untuk suaminya. Tapi bagai mana dengan suaminya, apakah dia benar-benar mencintainya.
“Terima kasih atas waktu anda”, ucapnya tulus. “Dan juga terima kasih sudah menjaga Mia dengan baik”.
“Itu sudah kewajiban saya”. Donny lalu meninggalkan Alam dan berjalan meningalkan gedung Oliver Group. Walaupun wajahnya terlihat datar, tapi pikirannya terganggu dengan apa yang di katakan Alam.
Ingatannya lalu tertuju pada Dokter Renata, Dokter yang di kenalkan Mia padanya waktu itu. Ucapan Dokter Renata waktu itu sama persis dengan apa yang Alam katakan padanya tadi. ‘gadis itu menyimpan luka. Sedalam apa luka yang menggores hatinya, dan siapa orang yang sudah memberikan luka itu padanya’.
Donny terus bermonolog dengan dirinya sendiri hingga tidak menyadari sekarang mobil telah terparkir sempurna di depan pintu utama. Al yang pulang bersamanya membukakan pintu mobil untuknya.
“Tuan, kita sudah sampai”, kesadarannya kembali begitu Al memanggilnya.
“Terimakasih Al”. Mereka lalu masuk bersama ke dalam rumah.
“Bagaimana Mia, Bu?” Bu Mira mengambil jas jas yang di pegang Donny namun Donny menolaknya dengan isyarat tangan. “Nyonya baik-baik saja, Tuan”, jawabnya sopan.
“Apa anda ingin di bawakan sesuatu, Tuan?”
“Tidak,terimakasih, Bu. Silahkan lanjutkan pakerjaan Bu Mira”.
“Baik Tuan”. Donny langsung menuju kamarnya, entah kenapa dia sangat ingin melihat istrinya itu. Sementara Al berada di ruang kerja merapikan dokumen-dokumen yang tadi di susunnya asal saat Donny mengatakan sudah mau pulang.