Novel ini terinspirasi dari novel lain, namun di kemas dalam versi berbeda. Bocil di larang ikut nimbrung, bijaklah dalam memilih bacaan, dan semua percakapan di pilih untuk kata yang tidak baku
-Entah dorongan dari mana, Dinar berani menempelkan bibirnya pada mertuanya, Dinar mencoba mencium, berharap Mertuanya membalas. Namun, Mertuanya malah menarik diri.
"Kali ini aja, bantu Dinar, Pak."
"Tapi kamu tau kan apa konsekuensinya?"
"Ya, Saya tau." Sahutnya asal, otaknya tidak dapat berfikir jernih.
"Dan itu artinya kamu nggak boleh berenti lepas apa yang udah kamu mulai," kata Pak Arga dengan tegas.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon An, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Jantung perempuan itu berdegub kencang ketika mendengar suara lift yang berhenti. Tangannya gemetar berkeringat, semua tubuhnya terasa lemas, dia merasa sesak.
Latifa sengaja memukul dadanya, untuk bisa bernapas. Mencoba memberikan ruang untuknya.
"Hah... hah... ses-sak..." Dia memukuli dadanya mencoba berusaha bernapas namun tidak bisa.
Ketakutannya melampaui dirinya. Namun, ketika sebuah tangan menariknya dalam dekapan, entah apa yang terjadi tapi dia merasa aman. Latifa tidak mendengar apa pun di sekitar sebelum semuanya terjadi.
Suara mengerikan yang memekakan telinganya. Kini, lambat laun pendengarannya berubah normal. Sayup-sayup mendengar seseorang berbicara.
"Semuanya bakal baik-baik aja." Punggung wanita itu berasa ditepuk pelan, mengelusnya dari atas hingga ke bawah secara bergantian. Latifa yang menerima perilaku itu merasa sedikit aman.
"Bernapaslah, Fa. Kamu bisa mati kalau sampai kehabisan oksigen," Cemasnya pada perempuan itu.
"Aku-takut, hiks... hiks..." Luruh sudah air matanya dalam dekapan dada bidang berbentuk sempurna itu. Pelukan Vano semakin erat, seolah menjaga Latifa agar merasa lebih aman dan nyaman.
"Perlahan aja, lakuin. Tarik napas kamu." Arahannya lembut.
Latifa mengikuti apa yang dikatakan pria itu. Dia mencoba menarik napas perlahan.
"Buang dari mulut kamu." Dia membuang napasnya melalui mulut, mengikuti apa yang Vano katakan lagi kepadanya.
"Lakukan terus, perlahan.., ber-ulang-ulang." Pelan-pelan menarik napas dan membuangnya, akhirnya perlahan dia bisa bernapas dengan bebas.
Vano, melepas pelukannya dan memegang pipi wanita itu dengan lembut. Mengusap air matanya.
"Semua baik-baik aja habis ini. Jangan takut, saya ada di sini buat kamu, Fa."
Mata yang terpejam sejak tadi perlahan membuka. Maniknya bertemu tanpa berkedip menatap tatapan khawatir ke arahnya. Dia, adalah Vano. Pria itu menatapnya sangat khawatir, bisa di lihat dari buliran keringat yang ada di kening pria itu.
Kenapa jantungnya menjadi berdebar-debar?
Ting!
Tidak lama lift-pun terbuka, orang-orang yang ada di depan lift melihat keduanya merasa khawatir. Vano mengelus bahu Latifa.
"Fa, liftnya udah idup lagi. Lihat, gak ada yang perlu kamu kawatirin lagi" Ujarnya.
Latifa, dengan masih rasa ketakutannya menatap ke sisi kanan. Benar, rupanya liftnya sudah terbuka.
Vano membantu Latifa untuk berdiri, namun, perempuan manis itu mendesis membuatnya khawatir.
"Shhss..."
Vano menatapnya panik, "Kenapa?!"
"Kakiku, lemas banget rasanya, Pak."
"Kamu gak bisa berdiri?"
Latifa menggelengkan kepalanya, "Kayaknya iya. Aku bahkan ngerasa gak bisa gerakin-nya, Pak. Sshh.., rasanya kaku kali."
Perempuan itu kembali menatap ke bawah. Saat dia masih terdiam, tubuhnya terasa di angkat. Dia yang kaget hanya memegang erat sambil menatap Vano terkejut.
"Pak Vano?!"
Vano menggendong Latifa dan mulai membawanya ke luar dari lift. Orang-orang menatapnya dengan lega bahwa kejadian lift mati itu tidak memakan korban.
"Pak, tu-turunkan saya, Pak. Saya malu. Gimana kalau karyawan yang lain lihat kita? Nanti yang ada malah salah paham."
Vano yang menggendongnya berhenti. Dia menatap wanita itu dengan datar, "Gak akan ada kesalah pahaman. Buat apa mereka salah paham?"
"Karna, ya Bapak gendong saya?" Tanyanya memastikan.
"Kamu sama saya baru aja kejebak di lift. Salah paham apa yang mereka pikirin? Apa mereka berpikir kita udah ngehabisin malam hangat bareng?"
Latifa terbelalak, menggeleng dengan cepat. "Ng-nggak! Bukan itu, maksud saya Pak.."
"Bagus! Sekarang lebih baik tutup mulut kamu itu, badan kamu lumayan berat ini." Candanya.
...BERSAMBUNG, ...