NovelToon NovelToon
Jerat Cinta Sang Billionaire

Jerat Cinta Sang Billionaire

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikah Kontrak / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:6.2k
Nilai: 5
Nama Author: DENAMZKIN

Sekar Arum (27) ikut andil dalam perjanjian kontrak yang melibatkan ibunya dengan seorang pengusaha muda yang arogan dan penuh daya tarik bernama Panji Raksa Pradipta (30). Demi menyelamatkan restoran peninggalan mendiang suaminya, Ratna, ibu Sekar, terpaksa meminta bantuan Panji. Pemuda itu setuju memberikan bantuan finansial, tetapi dengan beberapa syarat salah satunya adalah Sekar harus menikah dengannya dalam sebuah pernikahan kontrak selama dua tahun.
Sekar awalnya menganggap pernikahan ini sebagai formalitas, tetapi ia mulai merasakan sesuatu yang membingungkan terhadap Panji. Di sisi lain, ia masih dihantui kenangan masa lalunya bersama Damar, mantan kekasih yang meninggalkan perasaan sedih yang mendalam.
Keadaan semakin rumit saat rahasia besar yang disembunyikan Panji dan adik Sekar muncul kepermukaan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DENAMZKIN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DI TENGAH LAUT PART 3 (18+)

🔥🔥🔥[PERINGATAN!!!! EPISODE INI MENGANDUNG TEMA YANG HANYA COCOK UNTUK USIA 18 TAHUN KE ATAS, JIKA KAMU BELUM CUKUP UMUR, SILAHKAN CARI CERITA DAN EPISODE LAIN YANG AMAN UNTUK DIBACA, TERIMA KASIH]🔥🔥🔥

“Ya, aku akan menerima syaratmu” jawab Sekar, sedikit terengah.

"Gadis pintar," senyum sinis Panji menghilang.

Sebelum Sekar sempat berkata apa-apa, Panji melingkarkan tangannya di pinggangnya dan menariknya ke dalam ciuman. Awalnya, dia terkejut oleh tindakan mendadak itu, tapi pikirannya langsung kosong ketika Panji mulai bermain di bibirnya—menggoda, menarik, dan menggigit kecil yang langsung membuatnya terengah.

Tangan Panji meraih rambutnya, menahannya dengan erat tanpa memberinya waktu untuk berpikir. Tanpa peringatan, Panji melepaskan ciumannya dan membungkuk untuk mengangkat Sekar, menempatkannya di atas pundaknya.

"Tunggu," Sekar berkata saat tubuhnya diangkat dan menggantung di bahu Panji. Perutnya bergetar, jantungnya berdebar, dan cengkeraman erat di pinggangnya membuatnya tidak bisa mengabaikan gairah yang mulai muncul. Sekar menginginkan Panji, dan perasaan di antara mereka ini—perasaan yang nikmat dan begitu intens—memenuhi dirinya dengan kegembiraan.

Tubuhnya bergetar, indra-indranya terjaga sepenuhnya. Setiap sentuhan jari Panji terasa begitu nyata, membangkitkan gairah lebih dari yang pernah dia bayangkan.

"Panji," katanya terengah saat Panji membawanya ke kabin kapal di bawah.

"Aku menyukai gaun ini, tapi akan lebih bagus lagi jika dia dilepas ke lantai," kata Panji setelah mereka sampai di kabin dengan pintu tertutup.

"Seharusnya kita membicarakan ini dulu?" tanyanya dengan nada yang berusaha tetap logis dan masuk akal. "Pastikan kita tahu apa yang akan kita lakukan?"

"Sayang, aku jamin, aku tahu apa yang kulakukan," jawab Panji sebelum menjatuhkannya ke tempat tidur di tengah ruangan. Entah untuk membuktikan ucapannya atau menghentikannya berbicara, dia bergerak di antara kakinya, tangannya kuat menahan bagian belakang kepalanya, mengangkat wajahnya untuk kembali menciumnya.

Lid ahnya menari bersama lid ah Panji, menuntut respons, menarik ga irah yang tersembunyi di balik kekhawatiran, dan menantangnya untuk ikut menari. Jari-jari Sekar mencengkeram bahunya saat pikirannya berjuang untuk tetap rasional tapi tubuhnya ingin tenggelam dalam kenikmatan yang ditawarkan Panji. Dia ingin menyerah pada godaan itu, melupakan diskusi mereka, karena siapa yang butuh kejelasan jika komunikasi tubuh mereka sudah begitu nyata dan terang.

Menjauh untuk mengambil napas, Sekar bersandar ke belakang menjauh darinya, sementara Panji berdiri dan mulai melepaskan pakaiannya.

"Panji," katanya, memperhatikan sekeliling kabin dengan cemas, lalu menggigit bibirnya saat memandang Panji yang sudah melepas kemejanya.

"Kita akan melakukannya di sini?"

"Ya, di sini," jawab Panji sambil melemparkan pakaiannya ke samping dan meraih sandal wedge miliknya.

Sekar bergeser ke atas tempat tidur, mencoba menghindari jangkauannya.

"Tunggu sebentar."

Panji dengan cepat mengulurkan tangan, menangkap pergelangan kakinya, dan menariknya kembali mendekat.

"Ingin mundur secepat ini?" katanya sambil membungkuk dan melayang di atasnya.

"Aku ingin jujur, ini pertama kalinya untukku, dan semua ini terasa sangat cepat," ujar Sekar, mulai merasa kepalanya berputar. "Aku hampir tidak tahu apa yang harus ku lakukan dan aku tidak terlalu mengenalmu."

Panji tertawa pelan dengan suara yang dalam, lalu mendorong tubuhnya ke atas hingga berdiri kembali. Dia menatap Sekar yang kini duduk di tempat tidur dengan lutut yang rapat dan tangan mencengkeram seprai di belakang tubuhnya.

"Kepolosanmu sangat menawan, kalau begitu aku sangat beruntung, aku yang akan mendapatkan keperawananmu." katanya setelah hening beberapa saat. "Katakan apa yang membuatmu khawatir?"

"Pertama, tubuhmu seperti hasil edit Photoshop," jawab Sekar, matanya tertuju pada dada dan perut Panji yang terbuka. Otot-otot itu terlihat di mana-mana, membuatnya sedikit malu dengan penampilannya sendiri, apalagi jika dia harus setengah telanjang di ruangan yang sama dengannya. "Beberapa bagian tubuhku tidak seberbentuk itu."

"Aku suka caramu terlihat. Kamu berbentuk, dan aku suka itu," kata Panji sambil mulai membuka gesper ikat pinggangnya. "Lepaskan gaunmu."

"Tidak," katanya sambil duduk lebih tegak. "Bisakah kita melakukannya dengan gaun ini tetap dipakai, atau setidaknya lampunya dimatikan?" Dia melirik ke arah jendela. "Bahkan tidak ada tirai di sini."

"Tidak ada siapa pun di sekitar sini untuk mengintip," ujar Panji sambil menarik ikat pinggangnya dalam satu gerakan panjang. "Lepaskan gaunnya."

"Apakah kamu bahkan punya kond om?" Sekar membalas. "Aku tidak meminum pil."

"Aku akan membuat janji dengan dokter untukmu," jawab Panji sambil menarik dompet dari saku belakangnya dan membukanya.

"Sementara itu," dia mengeluarkan kond om dari dompetnya dan mengangkatnya dengan senyum penuh arti.

"Kamu benar-benar seperti pramuka yang selalu siap," ujar Sekar dengan helaan napas. "Kamu hampir seperti sudah merencanakan semua ini."

"Lebih tepatnya memimpikannya," balas Panji sambil meletakkan dompetnya di meja dekat mereka. "Tapi kamu masih harus melepas gaun itu"

Sekar menarik napas panjang, matanya tidak lepas dari Panji yang tersenyum geli sambil menatapnya.

"Rasanya seperti tekanan besar, melakukan sesuatu yang mungkin hanya berlangsung lima menit."

Panji tertawa kecil sambil perlahan mendekatinya.

"Damar benar-benar bodoh."

Sekar bersiap-siap saat beban tempat tidur bergeser di bawah tubuh Panji yang kini mencondongkan tubuhnya di atasnya.

"Kenapa?"

"Damar benar-benar belum menyentuhmu, kamu sangat polos. Aku beritahu, lima menit hanya permainan anak-anak" jawab Panji sambil meraih bagian belakang tubuh Sekar dan menarik resleting gaunnya perlahan. "Percayalah, saat aku berada jauh di dalam dirimu, dan kamu mencakar punggungku serta menggigit bibirmu itu, hal terakhir yang akan kamu pikirkan adalah apa yang sedang kamu kenakan," ucapnya dengan suara rendah dan mantap. Panji tidak berniat memberi Sekar kesempatan lagi untuk mundur; dia tahu jika Sekar menghentikannya sekarang, dia mungkin harus melakukan sesuatu yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya—memohon.

Napas Sekar otomatis semakin cepat hanya karena kedekatan tubuh Panji dengannya. Dia bisa merasakan gaunnya semakin longgar, tapi matanya tetap terpaku pada Panji. Mata coklat Panji tampak menyala dengan tatapan panas yang membakar. Tubuhnya terasa kacau, dan dia merasakan gaunnya turun di sisi tubuhnya, meninggalkannya setengah tela njang dari pinggang ke atas.

Panji membungkuk, mengambil payu dara ki rinya di tangannya, lalu tanpa memutus kontak mata, dia menunduk dan menempelkan bibirnya di puti ng Sekar, menggigitnya ringan. Sedikit rasa nyeri itu terasa nyaman, meredakan ketegangan yang menumpuk di pundaknya. Perutnya masih bergolak karena rasa gugup yang tak kunjung reda.

Sekar memejamkan mata, meringis kecil, dan menarik napas dalam untuk mengendalikan syarafnya. Saat itulah dia merasakan ciuman Panji di tulang selangkanya, lalu di lehernya, diikuti dengan sensasi rambutnya disibakkan ke belakang saat bibir Panji menyentuh bagian lehernya yang paling in tim di belakang telinga.

Kedekatannya begitu nyata, dan kehangatan tubuh Panji terpancar seperti panas dari sebuah tungku, membuat tubuh Sekar berkeringat seolah berada di depan api.

Panji menjauh dan tersenyum melihat ekspresi wajah Sekar yang mengerut. Dia tampak seperti takut terluka olehnya. Di dalam hatinya, ada sedikit rasa sakit dan kecewa karena Sekar sepertinya belum sepenuhnya percaya padanya. Panji ingin dia mempercayainya, membiarkan dirinya menunjukkan berbagai hal, menunjukkan betapa besar pengaruh Sekar terhadapnya. Bersama Sekar, rasanya seperti menghilangkan semua gangguan di sekelilingnya. Dia mampu membuat semua suara di kepala Panji terdiam.

Dengan Sekar, dia bisa fokus, bukan pada tahun-tahun penuh luka, pengabaian, dan kebencian, tapi pada kenikmatan. Pada tindakan sederhana memberi dan menerima kebahagiaan. Seorang wanita dengan kekuatan sebesar itu mampu membuatnya bertekuk lutut. Tapi keuntungannya adalah Sekar sama sekali tidak menyadari hal itu, dan justru ketidaksadaran itulah yang membuat pengejaran ini semakin menarik.

Panji tersenyum tipis sambil mendekat untuk memberikan ciuman lembut di bibirnya. Lid ahnya bergerak perlahan, dengan lembut menari bersama lid ah Sekar. Tangannya merayap turun ke lututnya, lalu naik kembali ke pa hanya. Dia meraih bagian belakang pa hanya dengan satu tangan, menggeser posisi Sekar agar dia berbaring dengan benar di bawahnya. Dengan ujung jarinya, Panji menelusuri jalur lembut di sepanjang tepi celana dala mnya, tepat di lipatan pa hanya. Dari tulang pinggul ke bagian atas pa hanya, lalu kembali lagi, sedikit lebih dalam, sedikit lebih dekat ke inti tubuhnya, lalu kembali ke tulang pinggulnya. Panji sedang menggodanya, menikmati betapa te gang Sekar saat dia membangkitkan sensasi itu. Namun, dia berhenti tepat sebelum menyentuh bagian paling sensitifnya, meskipun dia sudah tahu Sekar lebih dari siap untuknya.

Jari-jari Sekar mencengkeram lengan Panji, sementara pa hanya bergetar dengan nafas yang semakin berat. Panji kembali bergeser, mencium bibir Sekar lebih dalam. Lid ah mereka saling beradu, masing-masing berusaha mengambil kendali. Sekar menantangnya, membangkitkan keputusasaan yang belum pernah Panji rasakan sebelumnya. Rasanya, mencium Sekar, luar biasa, sulit digambarkan dengan kata-kata. Begitu nikmat, begitu menakjubkan. Panji tersenyum ketika menarik diri,

"Kamu sangat peka terhadap sentuhan ku, tapi ada tempat lain yang ingin kucicipi lebih dulu."

"Aku tidak mengerti apa maksudnya," jawab Sekar dengan napas terengah.

Panji bergerak lebih rendah ke lehernya, lalu menggunakan giginya untuk menggigit pelan kulit Sekar di sana, membuatnya tersentak kaget.

"Kamu akan menyakitiku?" tanya Sekar dengan nada ragu.

"Tidak," jawab Panji sambil tertawa kecil, dengan lembut mendorong tubuh Sekar hingga dia berbaring telentang.

"Aku akan melakukan hal yang sebaliknya."

"Apa yang kamu—"

"Diam," potong Panji sambil menuruni perut Sekar dengan ciuman perlahan.

"Satu-satunya hal yang ingin kudengar darimu adalah desahan," lanjutnya dengan senyum nakal.

1
anggita
ikut ng👍+iklan aja☝. moga lancar novelnya.
Harrypotterlovers
Sekar keras kepala banget sih
𓆩🇸🇦ولاJis𓆪
done sudah baca dan gift kan iklan/Pray/
DENAMZKIN: terima kasih kak.
total 1 replies
𓆩🇸🇦ولاJis𓆪
kalau sudah tahu pasti kecewa berat
𓆩🇸🇦ولاJis𓆪
betul sekali sangat berbohong tapi adakah yang percaya nya 🧐
Sunny Eclaire
/Grin//Grin//Grin/
sSabila
ceritanya keren, semangat kak
jangan lupa mampir di novel baru aku
'bertahan luka'
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!