Suami Penyembuh Luka
Makan malam yang hangat seperti biasa, saling bercerita pengalaman masing-masing hari ini. Masakan nenek yang sederhana mendapat pujian yang luar biasa dari dua anak perempuan yang tinggal bersama di sebuah rumah kontrakan sederhana. Nenek Ida hanya tersenyum seperti biasa mendengarkan Mia dan Fiona bercerita tentang kejadian-kejadian yang mereka alami hari ini, walaupun tidak ada yang terlalu berarti, hampir sama setiap harinya tapi tetap selalu menarik untuk di ceritakan.
“Kamu ingat dengan Om Johan”?, tanya Nenek Ida ketika Mia dan Fiona sedang asyik bermain dengan ponsel mereka setelah makan malam.
Mia menerawang mencoba mengingat-ingat siapa Om Johan yang di maksud Neneknya. Tiba-tiba Mia mengangguk cepat pertenda telah mengingat sosok yang di maksud neneknya.
“Om Johan teman ayah yang kaya itu kan?”, Mia memperjelas ingatannya. Nenek Ida mengangguk pelan, lalu menghela nafas dengan sangat berat. Ntah bagaimana cara menyampaikannya pada cucunya itu.
“Ada apa Nek?”, Mia mulai melihat ada yang tidak beres dengan ekspresi Neneknya yang diam tiba tiba tapi kelihatan sangat gelisah.
Mia meletakkan gawainya lalu mendekati wanita yang rambutnya sudah mulai memutih. Mia menggenggam tangan yang sudah keriput itu dengan kedua tangannya “ada apa Nek?” tanyanya sekali lagi. Nenek Ida kembali menghela nafas berat sebelum akhirnya mulai berbicara.
“Beberapa hari yang lalu Om Johan datang kemari menemui Nenek”. Mia mendengarkan dengan seksama, Fiona yang sedang menonton tv mengecilkan volume tvnya dan ikut mendengarkan apa yang akan di katakan nenek sahabatnya itu yang juga sudah Fiona anggap sebagai keluarga.
“Beliau menyampaikan sebuah amanah dan janji yang telah disepakati olehnya dan Ayahmu”. Mia dan Fiona masih mendengarkan tanpa memotong perkataan Nenek Ida.
“Sejak umur lima tahun, mereka sudah menjodohkan kalian”. Mia dan Fiona saling pandang.
“Mia, dijodohkan?dengan siapa?” Fiona mewakili apa yang hendak di tanyakan Mia.
Nenek ida mengangguk lemah. “Dengan putra tunggal Om Johan, Donny namanya”. Mia masih terpaku dengan kedua alis ternagkat dan mata yang membulat sempurna.
“Seingat Mia, Om Johan itu orang yang sangat kaya. Masak iya dia mau jodohkan anaknya dengan Mia”, ujar Mia tidak percaya di ikuti anggukan cepat dari Fiona seolah setuju dengan apa yang di katakan Mia. Nenek Ida mendesah pelan “tapi seperti itulah kemyataannya Mia” ujarnya kemudian.
“Perjodohan ini adalah amanah dari Ayahmu. Nenek harap kamu mau menerimanya”.
“Tapi apa anaknya Om Johan bersedia Nek?”, tentu saja Mia ragu. Dalam ingatannya, teman ayahnya itu orang yang sangat kaya. Bagaimana tidak, setiap mengunjungi ayahnya di Bandung, temannya itu selalu berganti mobil, juga ada pria bertubuh besar dengan setelan jas lengkap yang selalu mengikutinya. Mia juga ingat beberapa mainan mahalnya adalah pemberian teman ayahnya itu. Jika di badingkan dirinya yang hanya seorang yatim piatu yang hidup sederhana dan tidak memiliki apapun, mereka sungguh tidak sepadan.
“Om Johan sudah bicarakan ini dengan anaknya, dan diapun juga setuju dengan perjodohan ini.” Mia dan Fiona menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya. Bagaimana mungkin.
Walalupun belum pernah bertemu, tapi sekali lagi dalam ingatannya walaupun sudah tidak begitu jelas, teman ayahnya itu cukup tampan. Jadi mungkin saja anaknya juga tampan. Bagaimana mungkin ada laki-laki sempurna yang mau menerima perjodohan di jaman modern seperti ini. Mia kembali menggeleng-gelengkan kepalanya setelah bermonolog dengan pikirannya.
“Kamu maukan?” Tanya nenek ida dengan sangat lembut. Mia terpaku tidak bisa mengatakan apapun. Suasana hening sejenak, Fiona memandangi Mia menunggu reaksi apa yang akan di tunjukkan sahabatnya itu.
“Tapi Mia tidak mengenalnya Nek, bagaimana mungkin Mia akan menikah dengan orang yang tidak Mia kenal”. Mia akhinya membuka suara. Nenek Ida menggenggam lembut kedua tangan Mia dan mengusap usapnya.
“Nenek tahu kamu pernah terluka dan mungkin luka itu masih basah sampai saat ini”. Mia kembali menunduk, Fiona mengusap punggung Mia. Suasana kembali hening.
“Tapi ini adalah cara untuk kamu sembuh, kamu tidak boleh selamanya memelihara luka itu”, Mia melepaskan genggaman tangan Nenek Ida dan menghapus cairan bening yang mengalir dipipinya entah sejak kapan.
“Kasih Mia waktu” pinta Mia. Nenek ida mengangguk setuju “besok pagi Nenek ingin mendengar jawaban kamu”.
“Besok pagi???” ujar Mia dan Fiona serentak lalu saling memandang, Nenek Ida mengangguk.
“Om Johan ingin bertemu besok malam” Mia dan Fiona kembali terkejut, “secepat itu?” Tanya Mia, nenek ida kembali mengangguk.
“Om Johan ingin segera menikahkan kalian, karena dia harus kembali ke Spanyol secepatnya”. Jelas Nenek Ida seperti apa yang di katakan Johan tadi siang padanya. Walaupun alasan sebenarnya adalah agar Donny tidak berubah fikiran dan untuk membuat Donny segera melupakan kekasihnya yang telah mengecewakannya.
Jam di atas nakas sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Mia sama sekali belum bisa memejamkan matanya, begitu juga dengan Fiona. Gadis itu tidak ingin membiarkan sahabatnya berfikir sendirian.
“Apa yang aku harus lakukan, Fi?”. Entah sudah berkali pertanyaan itu keluar dari mulutnya.
“Aku tidak pernah berfikir sampai sejauh itu. Menikah. Bahkan dengan orang yang sama sekali tidak aku tahu seperti apa wajah dan hatinya”.
Fiona memeluk bahu sahabatnya itu. Sejujurnya, dia juga tidak tahu harus mengatakan apa. Semuanya begitu tiba-tiba, dan Mia hanya di beri waktu beberapa jam saja untuk berfikir.
“Ayah, apa yang harus Mia lakukan”. Mia menghela nafas berat lalu menenggelamkan kepalanya di antara kedua lututnya. Dari hati terdalam, dia tidak ingin menerima perjodohan ini. Setelah luka yang dia alami, setelah penghianatan besar yang harus dia terima, dia tidak ingin lagi membuka hati pada siapapun. Dia sudah berjanji untuk tidak akan pernah mengenal cinta dan membiarkan seseorang menyakitinya karena cinta.
“Aku tahu, kamu keberatan kan?”. Mia mengangguk. “Aku tidak mau, Fi”, katanya dengan suara pelan.
“Tapi ini amanah Om Tiar”. Mia menatap Fiona, benar ini adalah permintaan terakhir dari ayahnya. Menolak perjodohan ini sama saja menolak permintaan ayahnya. Dan ini adalah permintaan terakhir ayahnya.
Mia mulai memejamkan matanya. “Tidur yuk, Fi”, katanya menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. Fiona lalu masuk kedalam selimut bersama Mia.
Gadis itu sudah menemukan jawabannya. Ya, dia akan menerima perjodohan itu, demi ayahnya, demi permintaan terakhir ayahnya. Jika dengan menerima perjodohan ini dia bisa mengurangi rasa bersalah pada ayahnya, kenapa tidak. Hanya menikah, dengan siapapun tidak lagi penting. Toh hatinya sudah lama mati.
Kedua gadis itupun akhirnya terlelap, masuk ke alam bawah sadar masing-masing. Mengistirahatkan hati dan jiwa yang kelelahan. Mempersiapkan diri menyambut esok yang mungkin akan lebih berat dari hari-hari sebelumnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
🌻Nie Surtian🌻
awal cerita menarik dan bikin penasaran...
2024-10-22
1
larasatiayu
awal crtanya udah gebrak banget sih
2024-10-28
0
Ning Suswati
nyimak
2024-11-05
0