Alika tidak pernah menyangka kehidupannya akan kembali dihadapkan pada dilema yang begitu menyakitkan. Dalam satu malam penuh emosi, Arlan, yang selama ini menjadi tempatnya bersandar, mabuk berat dan terlibat one night stand dengannya.
Terry yang sejak lama mengejar Arlan, memaksa Alika untuk menutup rapat kejadian itu. Terry menekankan, Alika berasal dari kalangan bawah, tak pantas bersanding dengan Arlan, apalagi sejak awal ibu Arlan tidak menyukai Alika.
Pengalaman pahit Alika menikah tanpa restu keluarga di masa lalu membuatnya memilih diam dan memendam rahasia itu sendirian. Ketika Arlan terbangun dari mabuknya, Terry dengan liciknya mengklaim bahwa ia yang tidur dengan Arlan, menciptakan kebohongan yang membuat Alika semakin terpojok.
Di tengah dilema itu, Alika dihadapkan pada dua pilihan sulit: tetap berada di sisi Adriel sebagai ibu asuhnya tanpa mengungkapkan kebenaran, atau mengungkapkan segalanya dengan risiko kehilangan semuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Cara Membangunkan
Di kamar Adriel, Alika membacakan cerita untuknya. Suaranya semakin lirih seiring dengan rasa kantuk yang mulai menyerangnya. Tanpa sadar, kepalanya bersandar di sisi ranjang, dan dalam hitungan menit, ia sudah terlelap di sana, dengan tangan kecil Adriel masih menggenggam jemarinya.
Sementara itu, Arlan yang menunggu di kamar mereka akhirnya keluar untuk mencarinya. Matanya segera menangkap sosok Alika yang tertidur di kamar Adriel.
Arlan berdiri di ambang pintu, memerhatikan wajah istrinya yang terlihat begitu damai dalam tidur. Sesaat, ia diam, lalu tanpa suara, ia melangkah masuk. Dengan hati-hati, ia melepas genggaman tangan Adriel dari jemari Alika, memastikan bocah itu tetap nyaman dalam tidurnya.
Setelah itu, dengan gerakan tenang dan penuh kehati-hatian, Arlan membungkuk dan mengangkat tubuh Alika dalam gendongannya.
Alika menggeliat pelan di pelukannya, tetapi tidak terbangun. Arlan hanya meliriknya sekilas sebelum berjalan keluar, membawanya ke kamar mereka.
Saat sampai di kamar, ia meletakkan Alika di atas ranjang dengan lembut, lalu menarik selimut untuk menutupinya. Ia menatap wajah Alika selama beberapa detik, ekspresinya sulit ditebak.
Setelah menghela napas pelan, ia akhirnya beranjak ke sisi lain tempat tidur, mempersiapkan dirinya untuk tidur tanpa mengusik ketenangan istrinya yang baru saja melewati hari panjang.
***
Pagi itu, suasana kamar terasa sunyi.
Alika mulai terbangun, namun rasa lelah membuatnya enggan membuka mata sepenuhnya. Ia merubah posisi tidurnya, memiringkan tubuh sambil meraba-raba mencari guling untuk dipeluk. Namun, alih-alih menyentuh guling, tangannya menyentuh sesuatu yang hangat dan berdenyut.
Sekejap, matanya terbelalak, tubuhnya kaku. "A-apa ini?" pikirnya panik, jantungnya mulai berdetak kencang. Ia tetap membeku, belum berani menarik tangannya, apalagi melihat apa yang telah ia sentuh.
Arlan yang merasakan sentuhan di tempat tak terduga langsung tersentak dari tidurnya. Pandangannya mengarah pada Alika yang kini memegang bagian yang seharusnya tidak ia sentuh. Wajah Arlan memerah seketika, namun ia tetap menjaga ekspresinya agar tetap tenang. "Alika?" tanyanya setengah bingung, setengah tak percaya.
Baru menyadari sepenuhnya apa yang terjadi, Alika buru-buru menarik tangannya. Ia langsung duduk tegak di ranjang, wajahnya merah bak kepiting rebus. Ia tak berani menatap Arlan. "Ma-maaf… aku tidak sengaja. Sungguh… aku... aku mencari guling…" katanya terbata-bata, suaranya bergetar.
Arlan mengusap wajahnya, berusaha menenangkan dirinya sendiri. Ia sempat terdiam beberapa detik, lalu menatap Alika yang terlihat sangat malu. Sudut bibirnya perlahan terangkat membentuk senyum tipis. "Kalau mau mencari guling, lain kali pastikan itu benar-benar guling," ucapnya ringan, mencoba mencairkan suasana.
Alika semakin salah tingkah, wajahnya semakin merah. Ia menunduk, masih tak berani menatap Arlan. "A-aku benar-benar tidak sengaja," ulangnya dengan suara nyaris berbisik.
Arlan menahan tawa melihat istrinya yang begitu canggung. "Sudahlah, aku tahu kamu tidak sengaja," jawabnya lembut, meski ada nada geli di suaranya. "Tapi ini pertama kalinya ada yang membangunkan aku dengan cara seperti ini."
Ucapan itu membuat Alika semakin tak karuan. "Ka-Kak Arlan!" protesnya kecil.
Arlan hanya tertawa pelan, lalu bangkit dari tempat tidur. "Tenang saja, aku tidak akan mempermasalahkannya," katanya santai sambil berjalan menuju kamar mandi, meninggalkan Alika yang masih memegang wajahnya, mencoba menenangkan debar jantung yang seakan tak mau reda.
"Astagaa... ceroboh sekali kamu Alika." Alika menggerutui kebodohannya, wajahnya memerah saat menyadari situasi aneh yang sedang dihadapinya. Ia mengusap wajah, berusaha mengingat-ingat. "Kamar ini?" pikirnya. Ia melirik sekeliling, matanya mengenali kamar Arlan yang kini juga menjadi kamarnya. Tapi sesuatu terasa janggal.
Tiba-tiba ia teringat, semalam ia menidurkan Adriel di kamarnya. Ia bersandar di sisi tempat tidur Adriel untuk memastikan bocah itu benar-benar lelap. Tapi setelah itu…
Alika menggigit bibirnya. "Aku tertidur di kamar Adriel, 'kan? Tapi… kenapa aku bangun di sini?" pikirnya panik. Jantungnya berdegup kencang saat sebuah kemungkinan melintas di benaknya. Apa Arlan yang menggendongnya ke sini?
Matanya melirik ke arah pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Suara gemericik air terdengar samar dari balik pintu, menandakan seseorang sedang mandi.
Ia menggigit bibir bawahnya, rasa bingung semakin membelenggunya. Haruskah ia menunggu di sini? Atau keluar saja? Tapi… kalau benar Arlan yang membawanya ke kamar ini, apa dia tidak merasa keberatan? Lagipula, kini ia adalah istri Arlan.
Kepalanya tertunduk, jemarinya saling meremas gelisah. "Aduh, Alika, kenapa jadi begini? Apa aku harus bertanya langsung? Tapi bagaimana kalau dia tersinggung? Terus sekarang apa yang harus aku lakukan?" pikirnya kalut, hatinya berdebar kencang.
Tatapannya beralih ke pintu kamar mandi yang masih tertutup rapat, suara gemericik air terasa makin menyadarkannya pada situasi yang janggal ini. Tapi semakin ia memikirkan, semakin salah tingkah ia dibuatnya.
Akhirnya, dengan napas panjang, Alika memutuskan untuk turun dari ranjang. Ia mulai membereskan tempat tidur dengan gerakan yang sedikit gugup, berharap aktivitas itu cukup untuk menenangkan pikirannya yang kacau.
Alika menatap sekeliling kamar setelah membereskan tempat tidur. Semuanya masih tertata rapi, tapi pikirannya terus melayang. Tatapannya akhirnya tertuju pada lemari pakaian. Ia mendekat, membuka pintu lemari, lalu terdiam memandangi deretan pakaian milik Arlan.
"Pakaian apa yang harus aku siapkan?" gumamnya pelan, merasa bimbang. "Kak Arlan akan bekerja atau tidak? Di rumah saja, atau mau pergi?"
Ia berdiri kaku di depan lemari, kebingungan. Sudah dua tahun lebih tinggal serumah dengan Arlan, jadi ia hafal pakaian apa yang biasa dikenakan suaminya saat ke kantor, bersantai di rumah, atau pergi. Tapi masalahnya, ia tak tahu rencana Arlan hari ini.
Lamunannya buyar ketika suara Arlan tiba-tiba terdengar dari arah belakang. "Kenapa diam di depan lemari?" tanyanya dengan nada datar.
Alika terkejut dan segera berbalik. Matanya langsung membulat saat melihat Arlan hanya mengenakan handuk putih yang dililitkan di pinggangnya. Wajahnya seketika memanas, pipinya memerah seperti kepiting rebus. Meski ia pernah melihat Arlan seperti ini sekali sebelumnya, saat insiden malam itu, kondisi mereka waktu itu berbeda. Sekarang, mereka sama-sama sadar, dan itu membuatnya semakin malu.
Arlan, di sisi lain, tampak santai. Ia hanya menatap Alika dengan ekspresi biasa, seolah tidak ada yang aneh.
"Aku... aku ingin mengambil pakaian Kak Arlan," jawab Alika dengan suara tergagap. "Tapi aku bingung harus mengambil yang mana, karena tidak tahu Kak Arlan mau ke mana hari ini."
Mendengar itu, Arlan tersenyum kecil, sebuah senyum yang hampir tak terlihat. "Kamu mandi saja. Aku bisa ambil pakaian sendiri."
Alika mengangguk cepat, merasa lega sekaligus semakin salah tingkah. "I-iya, aku mandi dulu," katanya terburu-buru sebelum melangkah menuju kamar mandi.
Arlan menatap punggung Alika yang terburu-buru masuk ke kamar mandi, lalu pintu tertutup dengan sedikit suara berdebam.
Begitu pintu kamar mandi tertutup, Alika menyandarkan punggungnya ke daun pintu, mencoba menenangkan debar jantungnya yang tak karuan.
Arlan berdiri di tempatnya, memiringkan kepala sedikit sambil menatap lemari pakaian yang masih terbuka. Sudut bibirnya tertarik membentuk senyum tipis, namun ekspresinya tetap tenang, seperti biasa.
“Dia masih seperti itu,” pikirnya, mengingat bagaimana Alika selalu terlihat canggung di hadapannya.
Ia menghela napas pendek, pandangannya beralih ke arah pintu kamar mandi. “Kenapa dia harus bingung hanya untuk memilihkan pakaian? Apa aku terlihat sekompleks itu di matanya?” gumamnya dalam hati, ada sedikit nada geli yang tak ia tunjukkan.
Namun, di balik sikap santainya, ada perasaan asing yang perlahan mengusik. Tingkah laku Alika yang tampak gugup tadi, cara ia berusaha menjawab, memerah, bahkan tergagap, membuat Arlan menyadari sesuatu yang berbeda. Ia menghela napas lagi, kali ini lebih panjang, lalu melangkah mendekati lemari.
“Kenapa dia harus begitu tegang? Bukannya kita ini sudah menikah?” Ia menggumamkan kalimat itu pelan, sambil menarik salah satu kemeja favoritnya. Namun, pikirannya tetap memutar ulang ekspresi wajah Alika yang merah dan canggung.
Arlan menutup lemari pakaian dengan satu gerakan ringan, kemudian menatap kembali ke pintu kamar mandi. Kali ini, senyumnya sedikit lebih hangat, meski tak ada yang bisa menyaksikannya. “Lucu juga, melihat dia seperti itu,” pikirnya sebelum melangkah ke sisi ranjang, menunggu Alika selesai dengan mandinya.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
sungguh aku sangat-sangat terkesan.....
TOP MARKOTOP BUAT AUTHOR
semoga rejeki nya berlimpah.......
tetap semangat kak ...meski gak dapat reward yakinlah ada rezeki yang lain yang menggantikan .
sehat slalu dan rejeki lancar berkah barokah . aamiin 🤲
ditunggu karya selanjutnya kak Nana .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
di tunggu karya terbaru nya 🥰❤️❤️❤️❤️
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍