NovelToon NovelToon
Mardo & Kuntilanaknya

Mardo & Kuntilanaknya

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Hantu / Roh Supernatural
Popularitas:395
Nilai: 5
Nama Author: Riva Armis

Mardo, pemuda yang dulu cuma hobi mancing, kini terpaksa 'mancing' makhluk gaib demi pekerjaan baru yang absurd. Kontrak kerjanya bersama Dea, seorang Ratu Kuntilanak Merah yang lebih sering dandan daripada tidur, mewajibkan Mardo untuk berlatih pedang, membaca buku tua, dan bertemu makhluk gaib yang kadang lebih aneh daripada teman-temannya sendiri.

Apa sebenarnya pekerjaan aneh yang membuat Mardo terjun ke dunia gaib penuh risiko ini? Yang pasti, pekerjaan ini mengajarkan Mardo satu hal: setiap pekerjaan harus dijalani dengan sepenuh hati, atau setidaknya dengan sedikit keberanian.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riva Armis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 19: Amarah Kerja

Di sela tawa Mery, HP gue berdering. Lagu Indonesia Raya dan foto Naruto lagi-lagi muncul di layar. Siapa lagi kalau bukan Sulay.

"Ada apa, Pak?"

"Ke pemancingan yang kemarin, Do! Ada cewek hilang di sungainya! Cepetan!"

Gue menghabiskan kopi latte Mery dan langsung pergi. Butuh waktu 20 menit ke sana. Dan ketika gue sampai, tempat itu sangat ramai. Bukan banyak pemancing, tapi banyak orang biasa yang berkerumun di sepanjang sungainya. Berarti beneran ada cewek hilang, dong!? Gue melihat Sulay di dekat pohon besar yang terdapat hantu tangan panjang itu. Berani banget dia.

"Pak. Ada apa ini, Pak?" tanya gue.

"Mending lo tanya langsung sama hantu ini, deh."

Hantu cewek berbaju putih itu keluar dari pohon. Mukanya masih gak kelihatan karena ketutupan rambut.

"Ada perempuan ... ditarik jin air ke alamnya," katanya.

"Terus!? Sekarang gimana?"

Sulay mendekati airnya.

"Ini jin hitam, Do. Dan ini beneran wilayah kekuasaannya. Kalau lo berani, kita pancing dia keluar."

"B-berani, kok! Tapi tunggu ... cewek itu gak mati, kan!?"

Hantu pohon menggeleng.

"Gimana cara memancingnya keluar, Pak?"

"Kenapa lo tanya gue? 'Kan lo yang biasa mancing."

Gue mencoba menyamakan cara berpikir gue antara memancing jin sungai dengan ikan gabus. Kalau pengin memancing ikan gabus, gue harus mencari air yang agak dangkal. Gue juga harus menyiapkan umpan berupa kodok yang masih hidup. Ikan gabus adalah predator air. Dia bahkan bisa melompat ke udara untuk menangkap serangga terbang. Bahkan dia juga bisa naik ke daratan. Lalu dengan hantaman kuat dan sentakannya, dia akan menyambar pancing gue. kalau tali pancing gue jelek, sudah pasti putus. Aha! Itu dia! Gue sudah tahu caranya.

"Gimana, Do? Kita harus cepat, nih. Kasihan ceweknya."

Gue mendekati kursi yang sebelumnya dibuang Torgol. Inilah kodoknya!

"Pak, mohon maaf, bisa lempar ini ke arah sana nggak?"

Sulay mengangkat kursi sepanjang dan sebesar itu dengan satu tangan kanannya! Sapi!

"Ke mana?"

Gue memperhatikan gelombang permukaan air. Seperti kata pepatah, yang terlihat paling beriak adalah yang terdangkal.

"Ke ... sana, Pak!"

Sulay melempar kursi itu dengan kuat. Orang-orang meneriaki kami!

"Gue harap lo punya rencana yang benar, Do. Karena kalau enggak, kita bakalan berurusan sama warga."

Gue mengamati kursi itu. Benar aja, kursi itu belum tenggelam yang artinya di sana emang agak surut. Kalau kasus ikan gabus, tahap setelah ini adalah mengamati dan menunggu serta bersiap dengan sentakan kuat. Dalam kasus jin, gue gak tahu harus apa lagi. Bapak-bapak yang berkerumun itu menghampiri kami. Gawat.

"Kalian ini siapa!? Asal lempar-lempar aja!"

"Mohon maaf, bapak-bapak yang budiman ... kami lagi mancing besar," sahut gue.

Tiba-tiba, kursi di air itu terpental ke udara karena semburan air dari bawahnya! Itu dia! Strike!

"Itu dia, Pak!"

Sulay melempar hantu cewek yang bisa memanjangkan tangannya itu ke sana! Tangannya memanjang sampai menyentuh kursi. Gue menyiapkan pedang gue.

"Tarik, Pak!"

Ketika Sulay menarik cewek itu, sesosok bayangan bersisik mengikutinya dari bawah air dengan cepat!

"LE ... PAS!" teriak cewek itu. Kasihan juga.

Dia langsung masuk ke dalam pohonnya lagi. Bayangan itu melompat dari dalam air ke arah kami. Cipratan airnya gak main-main. Kami semua dibikin mandi gratis! Bapak-bapak pada kabur berhamburan waktu sosok itu menukik dari udara. Gue dan Sulay bersiap dengan benturan.

"Strike!" kata gue ketika pedang gue membentur kepalanya.

Saking lebarnya kepala makhluk ini, Sulay jadi punya banyak ruang buat memilih mau meninju bagian mana.

"Jangan ditangkis doang, Do! Jatuhin dia ke tanah!"

Gue menggoresnya ke bawah, berharap dia akan terjatuh.

"Sekarang, Do!"

Serangan gue dan Sulay bersinergi membelokkannya ke tanah. Lalu, terdengar suara sesuatu yang retak. Kepala lebarnya yang bersisik itu retak seketika! Beberapa keping sisiknya yang seukuran telapak tangan rontok ke tanah. Dia melompat mundur ke sungai lalu hilang. Gue memungut kepingan sisik itu. Benar-benar kayak sisik ikan gabus, tapi jauh lebih gede.

"Hilang, Do. Dia pasti balik ke alamnya," kata Sulay.

"Terus gimana, Pak?"

"Kita nunggu perintah resmi aja dari kantor. Gue mau ke warung dulu. Lo lapar nggak?"

"Lapar, Pak."

Ibu pemilik warung menaruh dua piring nasi kuning di depan kami. Beberapa bapak-bapak yang tadi melihat sosok itu juga lagi duduk di warung. Mereka berbisik-bisik yang gue rasa lagi ngomongin kami. Karena merasa gak nyaman, gue membuka HP, mau browsing soal: cara menghantam kepala om-om gak dikenal dengan sopan. Gue pun teringat dengan WhatsApp dari Naya yang belum sempat gue baca.

HP gue terlepas dari tangan dan masuk ke dalam nasi. Tangan gue gemetaran, jantung gue berdegup kencang setelah membaca isi pesannya.

"Do, aku lagi di sini. Di tempat favorit kamu. Kalau kamu gak sibuk, bisa ketemu nggak?" katanya, ditambah sebuah foto kursi panjang yang tadi dilempar Sulay.

Gue benar-benar gemetaran. Apa ... cewek yang hilang itu ... Naya!? Sulay kebingungan melihat gue di sebelahnya. Dia menatap bapak-bapak di sana yang masih aja bisik-bisik. Gak lama, mereka langsung diam.

"Lo kenapa, Do?"

"Lo ... l-lo ... tahu nggak s-siapa ... ceweknya?"

"Gue cuma dapat notif cewek hilang di sungai dari HP gue. Lo belum install aplikasinya, ya?"

Sulay menunjukkan HP-nya kepada gue.

"Tuh, cewek muda pakai baju kuning hilang tiba-tiba di pemancingan. Saksi: dia masuk ke sungai. Itu doang."

"S-siapa saksi ... nya, Pak?"

Sulay membaca lagi.

"Murimin."

Sulay menatap bapak-bapak yang lagi melirik-lirik ke arah kami.

"Bapak Murimin? Yang mana orangnya?"

Mereka diam aja sambil saling menatap.

"Murimin!? Yang mana Bapak Murimin!?"

Seorang bapak-bapak berdiri sambil menunduk. Dia mendekati kami.

"Gimana kronologinya, Pak?" tanya Sulay.

"Cewek itu datang sendirian, duduk di kursi sambil main HP. Saya kira dia mau cuci kaki ke sungai, tapi tiba-tiba dia seperti ada yang menarik. Saya waktu itu lagi mancing sendirian. Jadinya gak sempat nolongin."

Gue menunjukkan foto profil Naya kepada bapak itu.

"Bukan dia ... kan ... Pak?"

"Nah itu dia, Mas ceweknya!"

Gue semakin gemetaran. Gue memasukkan HP ke dalam saku celana dengan tangan tremor. Gue menyuap nasi kuning sampai tumpah-tumpah berantakan. Satu-satunya gerakan gue yang terasa yakin adalah ketika gue menarik pedang dan berjalan menuju tempat tadi.

"Do! Woy! Tenang dulu!" kata Sulay.

Dengan pedang terhunus gue berdiri di depan sungai. Pohon besar di belakang gue menjatuhkan daun-daun kering. Gue menggenggam kuat gagang pedang, membuat gelombang api diiringi asap merah keluar dan menyelimutinya. Tangan gue kembali bergerak sendiri dan mengambil posisi menebas ke arah sungai.

Enggak tahu kenapa, bayangan wajah Naya terus bermunculan di benak gue. membuat gue merasa ... marah. Gue merasa marah kepada siapa pun yang membahayakannya hari ini! Gue ... gak pernah merasa seperti ini.

"Lihat ini ... Torgol," kata gue dengan pelan.

Gue menebas dengan seluruh tenaga yang bisa gue rasakan saat ini. Rasanya seperti kita mengumpulkan pasir di genggaman tangan sampai penuh, lalu melemparnya ke udara sampai pasir itu berhamburan.

Tebasan pedang gue membakar satu garis lurus sungai di depan. Sekarang, sungai itu terbelah dua dan terbatasi oleh kobaran api. Asap merah di tangan gue kembali memaksa untuk terus menebas hingga gue membuat sungai itu menguap dan mengering! Sinting!

"NAYA!" teriak gue.

Belum ada tanda-tanda jin itu muncul. Gue merasa semakin marah! Gue merasa pedang gue menjadi jauh lebih berat! Rasanya seperti ketika pedang gue diisi oleh Torgol. Asap hitam keluar dari pedang gue dan merayap ke tangan gue. Gue melihat dengan jelas kalau asap merah yang sudah duluan di sana gak kecampur dengan asap hitam yang baru ini.

Bedanya, asap merah itu membuat gue gak punya kendali atas pergerakan tangan gue sendiri. Sedangkan asap hitam berusaha menjalar jauh lebih naik ke atas. Gue benar-benar mau teriak-teriak karena saking marahnya! Gue sudah nendang-nendang tanah dari tadi karena benar-benar emosi.

Asap hitam itu sekarang jauh lebih banyak dari asap merah. Tangan gue mengubah arah pedang, dan terasa ada ledakan ketika gue menebas kembali sungai itu. Gelombang kejut yang gue hasilkan menebas seluruh area pemancingan! Ini udah gila banget!

Kobaran api menyusul gak lama setelah itu dan membakar semua yang dilewatinya. Gue melihat Sulay menahan api dengan tangan kanannya di warung. Sedangkan atapnya sudah kena api sedikit. Dan akhirnya, sosok jin bersisik itu keluar dengan kepala terbakar.

"DI MANA NAYA!?" tanya gue.

Sisik kepalanya kembali terlepas dan berjatuhan. Dia menatap gue sambil menunjukkan taringnya.

"Mati!" sahutnya.

1
Affan Ghaffar Ahmad
gass lanjut bang
Riva Armis: Tengkyu support nya Bang
total 1 replies
Ryoma Echizen
Gak kebayang gimana lanjutannya!
Riva Armis: tengkyu udah mampir ya
total 1 replies
art_zahi
Gak sabar pengin baca kelanjutan karya mu, thor!
Riva Armis: tengkyu udah mampir
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!