Tahu masa lalunya yang sangat menyakitkan hati satu minggu sebelum hari pernikahan. Sayang, Zoya tetap tidak bisa mundur dari pernikahan tersebut walau batinnya menolak dengan keras.
"Tapi dia sudah punya anak dengan wanita lain walau tidak menikah, papa." Zoyana berucap sambil terisak.
"Apa salahnya, Aya! Masa lalu adalah masa lalu. Dan lagi, masih banyak gadis yang menikah dengan duda."
Zoya hanya ingin dimengerti apa yang saat ini hatinya sedang rasa, dan apa pula yang sedang ia takutkan. Tapi keluarganya, sama sekali tidak berpikiran yang sama. Akankah pernikahan itu bisa bertahan? Atau, pernikahan ini malahan akan hancur karena masa lalu sang suami? Yuk! Baca sampai akhir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Episode 8
Tak cukup hanya dengan menyentuh pipi si kakak, Zoya langsung menghambur ke dalam pelukan kakaknya. Rasanya, perasaan bersalah, sedih, dan kecewa sedang di aduk menjadi satu dalam hati Zoya saat ini.
Rencana mereka gagal. Dia tetap harus menikah dengan orang yang tidak ingin dia nikahi. Lalu, dia juga telah menyeret kakaknya ke dalam masalah, sampai si kakak harus menerima tamparan keras dari mama mereka. Sungguh mengecewakan.
Zoya menangis tanpa suara dalam pelukan si kakak. Sementara kakaknya langsung membelai lembut rambut adiknya yang sedang tergerai.
"Maafkan kakak, Aya. Kakak tidak berhasil menolong kamu. Kakak sungguh tidak berguna. Kakak-- "
"Kak Juan, jangan bicara lagi. Aku yang salah, bukan kakak. Aku yang sudah menyeret kakak dalam masalah sampai kakak harus menerima dua tamparan dari mama."
"Aku yang terlalu egois, kak Juan. Aku yang tidak memikirkan perasaan kalian. Hampir saja aku buat malu keluarga kita gara-gara mementingkan perasaanku. Hampir saja aku-- "
Si kakak langsung melonggarkan pelukan dari tubuh adiknya. "Zoya. Sudahlah. Jangan menyalahkan dirimu lagi. Kamu tidak salah. Sebenarnya, yang kamu lakukan itu benar. Hanya saja .... " Juan menggantungkan kalimatnya. Terlihat sekali wajahnya tidak nyaman.
Zoya tahu apa yang kakaknya rasakan saat ini. Sesaat terdiam, Zoya langsung menarik senyum manis. Walau sejujurnya, senyum itu adalah senyum yang muncul karena Zoya memaksakan bibir untuk membuat hati si kakak merasa lega.
"Sudahlah. Ayo kita masuk. Sudah sangat larut."
Juanda lalu memberikan anggukan pelan. Namun, ketika adiknya baru ingin melangkah setelah memutar tubuh, Juan malah langsung menahan tangan adiknya itu dengan cepat.
"Zoya, tunggu."
"Ya."
"Kamu beneran yakin mau menikah, Aya?"
Deg. Jantung Zoya berdetak sedikit lebih cepat. Yakin? Tentu saja dia tidak yakin. Tapi, apa dia punya pilihan lain selain menikah?
Zoya kembali menarik senyum paksa. Anggukan pelan dia berikan.
"Iya. Aku yakin, kak Juan. Aku akan menikah."
"Tapi, Aya."
"Tidak ada pilihan lain, kak. Anggap saja ini takdir hidupku. Menikah dengan orang yang tidak ingin aku nikahi. Walau sebelumnya," ucapan itu tertahankan. Dia ingat memang, sebelumnya dia sudah jatuh cinta pada Arya. Tapi, karena masa lalu Arya, dia ingin kembali membunuh rasa cinta itu.
Ya. Dia menerima lamaran Arya karena dia cinta. Jika tidak cinta, rasa sakit yang hatinya rasakan saat ini tidak mungkin akan terasa separah itu.
Hadirnya Arya sempat membuat Zoya risih. Namun pada akhirnya cinta itu datang melalui kelembutan juga keseriusan yang Arya perlihatkan. Arya yang sangat teguh dalam menunjukkan rasa cinta itu akhirnya membuat Zoya luluh. Tapi, semua itu malah berubah. Masa lalu Arya yang datang dengan sangat tiba-tiba.
Zoya tidak ingin kelak suaminya punya anak tidak sah di luar sana. Karena itulah, dia ingin membatalkan pernikahan. Tapi nyatanya, meski dia tahu masa lalu Arya sebelum menikah pun dia tetap tidak bisa menolak untuk menikah dengan pria tersebut.
Tidak ada yang bisa ia ubah selain hatinya yang terasa tidak bisa menerima Arya lagi sebagai suami. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain pasrah pada takdir yang tetap memaksa untuk dirinya melangkah ke tempat yang tidak ingin dia langkah.
"Zoya."
Panggilan si kakak menyadarkan Zoya dari lamunan rasa sakit atas apa yang sudah dia terima. Dia pun langsung menyeka cepat air mata yang tumpah saat pikirannya mengembara barusan.
"Ha. Ka-- kak Juan."
"Kamu menangis?"
"Ng-- nggak kok. Aku hanya ... hanya. Ah, lupakan saja. Ayo masuk sekarang, kak. Sudah sangat larut. Sudah sangat dingin di sini. Aku sedikit tidak nyaman lagi dengan udara ini."
Mereka pun melangkah masuk. Juan yang tahu bagaimana perasaan adiknya, sedang mengutuk dirinya sambil berjalan. Dia ingin menolong adiknya. Sayang, tidak ada yang bisa dia perbuat. Karena di satu sisi, dia juga tidak ingin melihat kedua orang tuanya malu.
....
Hari berjalan dengan sangat cepat bagi Zoya. Satu minggu serasa satu hari saja. Karena dirinya yang sangat tidak ingin menikah, tentu saja tidak ingin hari pernikahan itu datang. Tapi nyatanya, hari itu sudah ada di depan mata. Hari pernikahan yang sangat ingin ia tolak.
"Aya. Kamu cantik sekali, Nak." Sang mama memuji anaknya yang saat ini sudah selesai di rias.
Ya. Gadis itu terlihat sangat cantik. Tapi, tidak ada senyuman sedikitpun yang menghiasi bibir. Wajah cantik itu terlihat sangat kaku karena tidak terlihat adanya sedikitpun kebahagiaan yang terpancar.
Sementara itu, di sisi lain. Tepatnya di kediaman Arya. Kebahagiaan sedang terpancar dengan sangat jelas. Sang mama terlihat sangat bahagia. Lalu, Arya sendiri, juga terlihat begitu berseri-seri hari ini.
Sebelum keluar dari kamar setelah melakukan persiapan, Arya meraih ponselnya. Dia lihat kembali foto Zoya yang saat itu sedang tersenyum manis. Arya menyentuhnya dengan penuh perasaan. Senyum manis langsung terlukiskan di bibir manis milik Arya.
"Akhirnya, hari ini datang juga, Zoya. Hari yang sudah aku tunggu dengan sangat sabar. Hari yang aku pikir tidak akan pernah terjadi."
"Maaf. Aku terpaksa harus jadi orang yang sangat egois. Karena aku tidak ingin di tinggal lagi untuk yang kedua kalinya. Aku tidak mau kehilangan lagi. Maafkan aku."
"Aku tau kamu tidak ingin menikah. Aku tahu kamu terpaksa tetap bersama kamu. Tapi, sekuat tenaga aku akan buktikan ketulusan cintaku padamu. Aku akan raih hatimu kembali, Aya. Walau aku tahu, usaha yang harus aku lakukan harus lebih keras lagi. Jalan yang akan aku lalui terlalu berliku. Aku akan tetap melakukannya. Demi kamu yang aku cintai."
Ketukan di pintu terdengar. Perhatian Arya pun langsung teralihkan seketika. Suara lembut sang mama langsung menyentuh kuping Arya.
"Ar, udah siap belum sih kamu nya? Mama udah siap nih. Kalo udah, ayo berangkat sekarang."
"Iya, Ma. Aku juga udah siap."
Arya pun langsung membuka pintu kamar. Pria itu sangat tampan saat menampakkan dirinya di depan sang mama sekarang. Set pakaian hitam yang melekat di tubuhnya terlihat sangat menawan. Sedikit berbeda dari hari-hari biasa yang telah Arya lalui.
Sang mama seketika langsung mengukir senyum. Menatap mata indah milik anaknya yang saat ini sedang ada di balik kaca mata putih sebagai pelengkap indahnya wajah si anak.
Tangan mama Arya langsung menyentuh kepala anaknya. "Tampan sekali. Anak mama tampan sekali hari ini."
"Jika papa ada, papa pasti juga akan bahagia ketika melihat anaknya begitu bahagia sekarang."
"Sayang, papa tidak lagi bisa melihat anak satu-satunya yang akan menikah di usia dua puluh delapan tahun ini," ucap mama Arya kali ini dengan nada yang agak berbeda dari sebelumnya. Nada ucapan yang terakhir terdengar sedikit sedih.
lanjut kak...
semngat....
sdah mampir...
semoga seru alur critanya...
semngat kak ...