tentang seorang anak yang lahir dari seorang ibu, yang ditinggalkan oleh sang suaminya sejak dari dalam kandungan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jordi Vandanu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Elo Gembel Itu?
Yudistira dan Melati sudah berangkat ke Belanda, meninggalkan Yudika dirumah yang seperti istana itu bersama para pekerja rumah tangga yang berjumlah hampir selusin.
Dengan tenang Yudika melangkah memasuki rumah, hening sekali.
"Dikaaa, Dikaaa!! " terdengar teriakan dari pintu depan. Yudika menghentikan langkahnya di pertengahan tangga.
"kenapa teriak teriak, lu kira ini di hutan apa? Yang sopan bis gak? " tanya Yudika kesal. Dia lelah sekali.
"kamu kenapa gak angkat telpon aku dari kemaren ha? " tanya Jeni, cewek yang menyukai Yudika secara brutal, tapi tak mendapat tanggapan dan balasan dari Yudika, dan Jeni selalu berkoar koar diluar sana, mengatakan kalau Yudika adalah kekasihnya.
"terus? " tanya Yudika santai.
"ya kenapa? " balas Jeni.
"malas, saya capek, baru pulang kerja, saya mau mandi dulu. " ucap Dika dan berlalu. Jeni menghentakkan kakinya kesal.
"Dika! Aku belum selesai. " seru Jeni. Tapi mana Dika peduli, dia sudah memasuki kamarnya, dan langsung mandi air hangat. Dan mau salat Maghrib.
"Mboook! tolong bikin minuman dingin " seru Jeni lagi. Heran lihat cewek yang suka teriak teriak.
Hening tak ada jawaban. Jeni melihat di ruang salat ada orang sedang salat. Jeni bergumam kesal.
"pantesan tak menyahut. Udah ah, balik saja, bikin mood gue hancur. " gerutu Jeni lagak sombong.
Sementara itu Yudika selesai salat Maghrib, lalu melihat cctv, memeriksa seluruh ruangan bawah, tak terlihat lagi ada Jeni, Dika turun untuk makan malam.
"sudah pergi dia mbok? " tanya Dika.
"sudah den, mau makan? Biar mbok siapkan. "
"iya mbok. "
Dika makan dalam keheningan. Setelah itu, Dika menuju lantai atas kembali, masuk ke ruang kerjanya. Mengeluarkan selembar kanvas baru, serta cat.
Dengan serius Dika mulai memainkan kuas diatas kanvas itu. Ya.. Dika mempunyai bakat melukis yang lumayan bagus. Ada banyak lukisan yang dibuatnya, dan di pajang di beberapa ruangan rumah. Dika lebih senang melukis alam dan orang.
Setelah berkutat beberapa saat. Lukisan seorang gadis berkerudung putih, dengan mata indah, bulu mata lentik alami terpampang indah.
YA
Dika mengukir inisial nama, serta tanggal, bulan dan tahun lukisan itu dibuat.
*aarrrgggghhhhhh!! "Dika meregangkan ototnya. Terdengar kretekan di pinggangnya. Lega. Ditatapnya lukisan itu dengan perasaan puas.
Lalu Dika pun menuju ke kamarnya, istirahat.
Di tempat lain.
Diandra pun mengoret oret sebuah buku gambar besar dengan pensil 2B, membuat sebuah sketsa kebaya modern. Lalu menuankan ke tab dan langsung diwarnai, terlihatlah sebuah model kebaya modern nan indah.
"Ibu, sudah ratusan rancangan Dian yang seharusnya Dian persembahkan buat ibu, Dian ingin orang pertama yang memakai rancangan Dian, atau ayah bu, tapi kayaknya gak mungkin ya bu? " gumam Dian dengan mata menatap foto berdua sama ibu. Dan Diandra pun tertidur sambil memeluk buku gambar itu.
Pagi ini..
Diandra berjalan santai menuju kantor, cuaca sedikit mendung, Diandra terlihat ceria, Putra melambaikan tangan pada Diandra, tapi dia tidak berhenti, karena kantor sudah dekat.
Yogi dan beberapa rekan juga melambaikan tangan pada Diandra. Mereka masuk berbarengan. Kali ini Diandra berdiri di lift karyawan, Putra tersenyum kecil melihatnya, Yogi dan Dika sibu dengan hp masing masing.
"Bismillah, ibu, doakan hari ini semua pekerjaan Dian lancar ya. " ucap Diandra, lalu langsung memulai pekerjaannya, Diandra mendapatkan pekerjaan sebagai audit pajak, segera membuka satu persatu email yang masuk, lalu mencocokan dengan laporan pemasukan. Semua dikerjakan dengan tenang, tak terlihat kepanikan atau tegang, semua yang didepan matanya, adalah hal yang sudah dipelajari di kampus.
Merasakan haus, Diandra pun mau mengisi tumblernya ke pantry. Baru saja selesai menutup pintu, terdengar derap langkah menuju ke arahnya.
"hei kamu siapa? " tanya cewek itu, yang ternyata itu adalah Jeni.
"jangan jangan kamu habis maling ya, ha? Ayo ngaku, kamu sudah ambil apa??! " suara Jeni yang keras, mengundang Dika dan Yogi keluar ruangannya.
"Jeni! lo ngapain kesini? " tanya Yogi. Dia tidak menyukai sifat sombong Jeni.
"kenapa kalian bisa kecolongan, ini ada maling lo masuk kesini, baru saja dia keluar dari ruangan itu. " tunjuk Jeni pada Diandra.
"maksud lo apa? Siapa yang maling? " tanya Dika kesal.
"dia! Eh sebentar, elo gembel yang kemaren hampir gue tabrak kan? Beneran, lo gembel itu, apa yang sudah kamu ambil ha? Satpaaam!!! Tangkap orang ini, dia maling!! " seru Jeni, pada satpam yang kebetulan lewat, dan mendekat.
"diaaamm!!! " seru Dika.
Jeni dan Diandra terjingkat kaget.
"lo jangan asal bicara Jen, dia bukan gembel dan bukan maling, lo kesini ada apa ha? Gak ada pekerjaan lain lo. " tanya Dika kesal.
"terus dia siapa dengan dandanan norak kayak gini? "
"lo yang norak! Dia staff baru disini, dan dia bukan gembel, ngerti lo, sekarang lo pergi deh. " usir Yogi.
Dika terlihat kesal lalu masuk kembali keruangannya, Jeni menghentakkan kaki dan mengikuti langkah Dika.
"jangan dipikirin Dian, lanjutkan pekerjaan kamu. " kata Yogi. Diandra mengangguk, melanjutkan perjalanan ke pantry.
"kenapa dia bisa bekerja disini Dika? " tanya Jeni.
"kenapa? Karena dia pintarlah, ayah gue tak akan merekrut karyawan yang bodoh, dan hanya mengandalkan kecantikannya saja, beliau akan merekrut tenaga kerja yang mengandalkan otaknya. " jawab Dika ketus.
"lo menyindir gue? " tunjuk Jeni pada dirinya.
"nggak juga, dan lo juga tahu kenapa ayah tak menerima lo kerja disini. " Dika menjawab santai.
Jeni terkejut.
"kenapa sih Dik, lo selalu kasar sama gue, kalau bicara tak pernah difilter, benar benar jahat. " wajah Jeni berubah sedih.
Dika tak peduli. Dia melanjutkan pekerjaannya.
"temanin gue makan siang ya Dik. " pinta Jeni.
"nggak bisa, gue makan di kantin saja, bareng yang lain. "
"sama gem..."
"dia bukan gembel, jaga mulut kamu! Lebih baik kamu pergi, gue sibuk! " usir Dika. Mata Jeni sudah berkaca, tapi Dika tak perduli.
Jeni keluar dengan wajah sedih. Bertemu Putra di lorong, tapi Putra tak perduli juga. Padahal mereka berempat dulunya berteman lumayan akrab. Putra, Dika dan Yogi memperlakukan Jeni dengan baik, sampai Jeni mengatakan suka pada Dika, bahkan terkesan memaksa. Mereka langsung tak suka dengan sikap Jeni, yang mengaku pada semua orang kalau dia dan Dika sudah pacaran. Dan itu merusak persahabatan mereka. Mereka tak mengajak Jeni kumpul kumpul lagi, dan Jeni semakin menjadi jadi malahan.
Jeni melanjutkan usaha butik sang mama, jadi sehari hari dia ada di butik, yang cukup laris dan terkenal itu. jeni bos disana, maka dia punya banyak waktu luang.
Dika menghela nafas panjang, teringat akan lukisan yang dibuatnya tadi malam.
Mata besar Diandra begitu menempel erat dibenaknya. Serasa begitu familiar sekali.
Mata yang indah.
sepusing2nya mereka mencari plngan pake orang suruhan😂