Aluna, gadis berusia delapan belas tahun dengan trauma masa lalu. Dia bahkan dijual oleh pamannya sendiri ke sebuah klub malam.
Hingga suatu ketika tempat dimana Aluna tinggal, diserang oleh sekelompok mafia. Menyebabkan tempat itu hancur tak bersisa.
Aluna terpaksa meminta tolong agar diizinkan tinggal di mansion mewah milik pimpinan mafia tersebut yang tak lain adalah Noah Federick. Tentu saja tanpa sepengetahuan pria dingin dan anti wanita itu.
Bagaimana kehidupan Aluna selanjutnya setelah tinggal bersama Noah?
Langsung baca aja kak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 011
Satu minggu sudah berlalu dan selama itulah Aluna tinggal di mansion mewah milik Noah, tanpa tahu seperti apa wajah pemilik tempat itu.
Bagaimana tidak, Yasmin dan Vincent sama sekali tidak mengizinkan Aluna untuk keluar dari rumah belakang.
Jangankan keluar, hanya sekedar untuk berkeliling melihat keadaan mansion, mereka juga tidak mengizinkannya sama sekali.
Aluna sudah mirip seperti tahanan. Bedanya ia di berikan fasilitas mewah. Aluna juga tidak protes sama sekali, ini lebih baik daripada ia kembali ke club malam milik Ethan yang mungkin sudah hancur menjadi debu.
“Selamat pagi, Aluna,” sapa Yasmin.
Wanita paruh baya itu masuk dan menghampiri Aluna yang masih berada di atas tempat tidur.
“Pagi, Bibi,” jawab Aluna.
Yasmin meletakkan nampan yang berisi roti tawar dan susu hangat di meja yang berada di samping ranjang Aluna. Kemudian, wanita itu memapah Aluna bangun. Karena hari sudah mulai siang.
“Ini sarapan pagimu, Aluna. Mandi dan bersiaplah. Tuan muda akan segera datang. Biasanya, satu minggu sekali tuan akan mengecek keadaan mansion belakang. Apakah layak ditinggali untuk para pekerja atau tidak,” ucap Yasmin.
“Tuan Muda?” tanyanya.
“Ya, tuan muda pemilik mansion ini,” jawab Yasmin.
Aluna hanya menganggukkan kepalanya, pertanda gadis itu mengerti apa yang diucapkan oleh Yasmin. Sebenarnya, Aluna juga penasaran dengan pemilik mansion mewah ini.
Aluna bergegas turun dari tempat tidur, lalu menyambar handuk yang berada di tangan Yasmin. Wanita itu memperlakukan Aluna seperti putrinya sendiri.
“Apa yang harus aku lakukan saat dia datang? Aku bahkan tidak mengenalnya, aku takut...” lirihnya dengan suara pelan.
Yasmin yang mendengar ucapan Aluna, hanya bisa tersenyum. Yasmin tahu, pasti gadis yang ada di sampingnya ini masih trauma dengan masa lalunya.
Apalagi saat sebelum Vincent menemukannya. Mungkin, Aluna akan tetap tinggal di klub malam dan menjadi pemuas ranjang para pria tak bermoral.
Aluna tanpa ragu menceritakan semuanya pada Yasmin dan menganggap wanita itu sudah seperti keluarganya sendiri.
“Tuan muda tidak seperti apa yang kamu pikirkan, Aluna. Dia sangat baik. Hanya saja—” Yasmin berhenti berucap. Membuat Aluna semakin penasaran. “Tuan tidak suka jika ada wanita selain aku ada di mansion nya. Dan kamu adalah gadis pertama yang pertama menginjakkan kaki disini, Aluna,” lanjutnya.
Seketika ucapan Yasmin membuat jantung Aluna berdetak sangat kencang. Memorinya kembali berputar dimana saat dirinya berada di tempat terkutuk itu.
Dadanya terasa sesak dan sakit. Keringat sebesar biji jagung menetes keluar, membayangkan apa yang akan terjadi saat dia bertemu dengan pemilik mansion.
Apakah pria itu akan memperlakukan dirinya sama seperti Ethan memperlakukannya? Ataukah jangan-jangan, dia akan menjual dan mengusir Aluna seperti apa yang Hugo lakukan?
Entahlah. Yang jelas sekarang, Aluna harus mencari cara agar tidak bertemu dengannya.
“B—bolehkah aku tidak ikut keluar dan tetap berada di kamar, Bibi?” ucap Aluna gugup.
Yasmin tersenyum sambil mengusap wajah Aluna. Wanita itu sangat tahu apa yang sedang Aluna rasakan. “Tentu saja, Aluna. Aku tidak punya hak memaksamu untuk ikut keluar. Akan lebih baik kalau kamu tetap berada di sini. Tapi ingat, jangan pernah pergi kemanapun tanpa memberitahuku. Mengerti?”
“Iya, Bibi.”
Yasmin beranjak dari duduknya dan melangkah keluar meninggalkan Aluna seorang diri.
Aluna ambruk di sisi ranjang sembari memegang dadanya. “Hah…hah…” dia mengatur nafasnya yang tersengal. “Bagaimana kalau aku dibuang lagi?” gumamnya.