“Jangan berharap anak itu akan menggunakan nama keluarga Pratama ! Saya akan membatalkan pernikahan kami secara agama dan negara.”
Sebastian Pratama, pewaris tunggal perusahaan MegaCyber, memutuskan untuk membatalkan pernikahannya yang baru saja disahkan beberapa jam dengan Shera Susanto, seorang pengacara muda yang sudah menjadi kekasihnya selama 3 tahun.
Shera yang jatuh pingsan di tengah-tengah prosesi adat pernikahan, langsung dibawa ke rumah sakit dan dokter menyatakan bahwa wanita itu tengah hamil 12 minggu.
Hingga 1.5 tahun kemudian datang sosok Kirana Gunawan yang datang sebagai sekretaris pengganti. Sikap gadis berusia 21 tahun itu mengusik perhatian Sebastian dan meluluhkan kebekuannya.
Kedekatan Kirana dengan Dokter Steven, yang merupakan sepupu dekat Sebastian, membuat Sebastian mengambil keputusan untuk melamar Kirana setelah 6 bulan berpacaran.
Steven yang sejak dulu ternyata menyukai Kirana, berusaha menghalangi rencana Sebastian.
Usaha Steven yang melibatkan Shera dalam rencananya pada Sebastian dan Kirana, justru membuka fakta hubungan mereka berempat di masa lalu.
Cover by alifatania
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 Drama Honey Bee
Sebastian tidak lagi menyembunyikan perasaannya pada Kirana di depan umum. Bahkan di saat pesta ulangtahun Mommy Amelia, Dion kena getahnya.
Sesuai pesan dari Bik Jum bahwa Kirana tidak boleh banyak bergerak, malam itu Dion bukan menjadi asisten Sebastian melainkan khusus untuk Kirana.
Pria berusia 25 tahun itu mengomel karena dipercayakan tugas membantu Kirana mengambilkan ini dan itu, sementara gadis itu hanya boleh duduk manis di salah satu bangku.
Amir, Echi dan Marsha tidak henti-hentinya mem”bully” Dion yang terus saja menggerutu. Jangan lupakan juga Three Musketers yang datang setelah insiden kolam renang. Mereka juga bagian dari tim sukses pem”bully” an Dion. Tidak mungkin menolak tugas, karena dari kejauhan Sebastian terus memperhatikannya.
Sudah 4 hari ini Sebastian tidak pernah absen menjemput Kirana. Bahkan dia sudah berkenalan dengan keluarga Kirana. Paket komplit. Mulai dari papa, mama dan Kendra. Bahkan tanpa sungkan, Sebastian mengakui kalau dia adalah boss sekaligus kekasih Kirana. Gadis itu hanya bisa menepuk jidatnya sendiri saat boss nya yang biasa bersikap dingin dan datar, mendadak jadi pria paling gentle yang Kirana kenal.
“Bee, aku sudah bisa jalan sendiri.”
Kirana menolak seperti biasa saat Sebastian menuntun tangan Kirana merangkul lengannya. Mereka baru saja sampai di kantor dan turun di lobby.
Oh ya jangan lupakan panggilan yang ikut berubah. Sebastian ogah dipanggil dengan embel-embel abang, kakak apalagi mas, karena panggilan itu biasa Kirana gunakan untuk para karyawan yang lebih tua di kantor.
Mereka sempat berdebat di mobil hari Senin lalu. Perjalanan 30 menit dari rumah Kirana menuju kantor, hanya mencari kesepakatan soal panggilan.
“Kalau begitu aku panggil sayang aja, ya ?” tanya Kirana dengan nada kalem.
Maklum membahas masalah panggilan saja bisa bikin mood Sebastian mendadak anjlok.
“Nggak mau !”
“Kenapa ? Kan umum memanggil sayang pada kekasih atau suami ?”
Sebastian terdiam dengan wajah sedikit manyun, membuat Kirana harus menahan diri untuk tidak tertawa.
“Pas jalan sama Shera kami biasa memanggil dengan sayang. Kamu berbeda dengan Shera, jadi aku mau panggilannya juga beda.”
“Yakin karena itu ? Bukan karena takut teringat sama mantan istri ? Nanti pas manggil bukan wajah aku yang kamu lihat, tapi mukanya Mbak Shera.” Ledek Kirana sambil cekikikan.
“Jadi kamu mau disamain sama mantan istri aku ? Jadi kamu senang kalo aku suka ingat-ingat dia setiap panggil kamu sayang ?” Nada ketus dengan mode galak langsung terdengar dari sahutan Sebastian.
Setelah sampai di lobby gedung MegaCyber, kesepakatan baru didapat. Sebastian akan memanggil Kirana dengan sebutan honey dan Kirana memanggil pria itu bee yang artinya lebah atau setelah menikah tetap by sebagai penggalan kata hubby.
Kirana melangkah dengan kikuk sambil memegang lengan Sebastian. Meskipuh sudah hari keempat, perasaan sungkan masih mendominasi hatinya. Apalagi banyak karyawan yang mulai kasak kusuk.
“Kenapa ? Kamu malu jalan gandengan begini sama aku ?” Nada datar dan tatapan tajam langsung bercampur dalam sahutan Sebastian
Posisi mereka sudah berada dalam lift khusus menuju lantai 15.
Kalau pria yang baru resmi 6 hari menjadi kekasihnya sudah pasang tampang dan suara begitu, Kirana memilih mengalah dan menurut. Maklum Sebastian pasti terbawa kebiasaan sebagai CEO. Perkataannya berlaku mutlak dan susah diganggu gugat.
“Kamu malu kalau orang-orang tahu kita pacaran ?”
tanyanya dengan mata memicing.
“Iya,” Kirana mengangguk spontan.
“Jadi nyesel ? Mau putus ?”
Duh tatapan tajam Sebastian jadi bikin Kirana lemas karena menahan ingin ketawa.
Sebelum jadian, Kirana merasakan deg deg ser kalau berduaan di lift dengan Sebastian. Bossnya sering pasang tampang cool dan banyak diam.
Setelah jadi pacar, ternyata Sebastian baru kelihatan aslinya yang tidak pendiam amat. Tapi baik sebelum maupun sesudah yang tetap sama adalah perkataannya susah dibantah.
“Bukan malu karena kamu yang jadi pacar, tapi malu karena dianggap sebagai penggoda boss,” jawab Kirana dengan nada sedikit pelan.
“Memang kamu menggoda aku terus,” ejek Sebastian.
“Dih siapa yang menggoda siapa,” sahut Kirana dengan nada sewot.
“Memangnya kamu sering tergoda sama aku ?” Sebastian menoel dagu Kirana sambil mengedipkan sebelah matanya.
Mode marahnya mendadak hilang. Mirip roller coaster, bikin ser ser an karena suka berubah situasi dengan cepat.
“Kalau aku nggak tergoda, mana mau aku diajak pacaran sama Pak Bas. Mana nembaknya kagak ada mesra-mesranya. Ajak pacaran kayak ngajak tetangga main catur.”
Sebastian tergelak melihat mulut Kirana yang bergerak mengomel.
“Iihh ngeselin, ngomong serius diajak bercanda,” Kirana memukul bahu kekasihnya.
“Lagian itu mulut ngomel kayak ikan koi Daddy di kolam belakang,” sahut Sebastian di tengah tawanya.
Gantian Kirana yang kesal. Sampai di lantai 15, sambil menyenggol lengan Sebastian, dia mendahului keluar lift. Langkahnya sudah bisa cepat meskipun belum normal. Sepatunya juga masih yang datar, tidak diijinkan Sebastian memakai sepatu tinggi biar hanya 3 senti.
“Honey, jangan ngambek doonngg, jadi pengen kiss kiss nih,” Sebastian langsung mengejar dan merangkul leher Kirana lalu mencium pelipis gadis itu.
“Lagian orang disamain kayak ikan koi.”
Sebastian hanya tertawa dan menghujani Kirana dengan ciuman di pipi gadis itu.
“Udah iihh…. Rugi nih kalau sering dicium-cium.” Kirana mendorong Sebastian supaya menjauh darinya.
“Rugi kenapa ?”
“Selamat pagi Pak Bas. Selamat pagi calon Bu Bas,”
sapaan Dion membuat perdebatan honey bee itu terputus.
“Jelek banget panggilannya Yon,” protes Kirana.
“Loh memang sekarang kan kamu calon Bu Bastian,” ledek Dion sambil tergelak.
“Dia udah nggak sabar minta di sahkan, Yon.” Timpal Sebastian sambil menoel pipi Kirana.
“Memangnya undang-undang perlu disahkan ?” sahut Kirana sambil bergegas menuju mejanya.
“Pelan-pelan kenapa sih, Kiran. Sudah tahu kaki kamu belum sembuh benar,” omel Sebastian.
“Kerja yang benar ya, jangan kebanyakan mikirin aku,” Sebastian mendekat dan mengusap pipi Kirana.
Dion yang melihatnya langsung mencebik dan ingin muntah. Sikap Sebastian yang memang agak bucin saat pacaran dengan Shera dan bertambah parah sejak jadian sama Kirana.
Belum juga seminggu, tapi tingkat bucinnya sudah hampir level 10. Namun Dion harus mengakui kalau sifat Kirana itu memang menggemaskan. Meskipun statusnya sudah berganti jadi kekasih CEO MegaCyber, sikapnya masih seperti biasa. Tidak jaim, bawel dan supel serta kadang-kadang agak neyeleneh.
Kirana menarik nafas lega saat Sebastian sudah masuk ke dalam ruangannya. Dia mulai menyalakan komputer dan merapikan berkas di atas mejanya.
“Mau titip salam nggak ?” Goda Dion sebelum masuk ke dalam ruangan Sebastian.
“Maunya saya salam tempel,” sahut Kirana santai.
“Dasar cewek matere !” Cebik Dion.
Kirana tergelak dan mulai menyibukan diri dengan setumpuk berkas yang baru dikeluarkan dari laci meja.
Sampai jam 11, situasi aman terkendali. Sebastian tidak keluar meeting, tapi beberapa orang dari divisi keuangan, HRD dan staf lantai 16 bergantian masuk membahas pekerjaan dengan sang CEO.
Kirana merenggangkan otot-ototnya sambil berdiri dekat mejanya. 3 jam dalam posisi duduk lumayan membuat kakinya perlu peregangan.
“Ki, makan siang bareng yuk. Udah lama nih,” Aldo menghampiri meja Kirana setelah keluar ruangan Sebastian.
“Mau makan dimana ? Traktir ya ?” Kirana langsung berbinar mendengar ajakan makan.
“Isshh pelitnya sekretaris CEO. Mau juga kamu yang traktir, Ki. Kita-kita kan belum merasakan gaji pertama kamu nih,” Milan yang menjawab.
“Duh statusku masih kontrak, Bang Milan. Mana sanggup traktir mahal-mahal para pesohor di lantai 16. Mau traktir di kang bakso mana level,” Kirana mencibir.
“Siapa bilang kita kagak level sama warteg,” ujar Aldo.
“Beneran nih ? Asal jangan kelas cafe, ayo ajalah.”
“Bener ya ? Saya info di grup lantai 16 nih.”
Milan langsug mengeluarkan handphone dari saku celananya untuk memberi kabar teman-teman di lantai 16 termasuk Echi dan Marsha.
Belum juga pesan terkirim, suara Sebastian sudah menggelegar dari balik pintu.
“Ngapain kalian di situ ? Masih ada keperluan sama saya ?” Nada Sebastian terdengar sedikit ketus.
Di belakangnya Dion langsung tertawa tertahan.
“Eh nggak Pak Bas. Sudah beres sama Pak Bas. Ini mau ajak Kirana makan siang bareng sama teman-teman lantai 16.” Aldo menjawab sedikit gugup.
Sebastian langsung mengernyit. Kirana menghela nafas menunggu drama siang ini. Dion masih cekikikan tanpa suara di belakang Sebastian.
“Kenapa harus makan siang bareng sama Kirana ?” Tanya Sebastian sambil memicingkan matanya.
Kirana mengerucutkan bibirnya karena mulai kesal, apalagi melihat Dion sengaja meledeknya tanpa terlihat oleh Sebastian.
Kirana beringsut keluar dari balik mejanya. Dia memberi kode pada Aldo dan Milan supaya balik dulu ke ruangan mereka.
“Pak Sebastian sayang, boleh ya saya makan siang sama teman-teman lantai 16 ? Mbak Echi sama Mbak Marsha ikutan juga kok. Kalau perlu Dion ikutan juga biar bisa laporan sama bee bee sayang,” Kirana dengan nada manja berusaha merayu Sebastian yang masih berdiri dengan mode galak.
“Terus kalau kalian pergi, aku makan siang sama siapa ?” tanya Sebastian dengan wajah datar.
Kirana menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Benar juga, kalau siang ini Dion dan dirinya keluar bersama semua staf lantai 16, berarti Sebastian tinggal sendirian.
“Mau aku tanyain Mbak Lili apa bisa Pak Johan temani makan siang ?” Kirana mengerjapkan matanya beberapa kali.
“Nggak mau,” tolak Sebastian.
“Atau Pak Bas ikut kami sekalian aja,” ujar Dion tanpa rasa bersalah.
Kirana langsung memiringkan badannya dan melotot ke arah Dion. Bukan makan siang bersama kalau sampai Sebastian ikut. Asisten boss nya itu hanya tertawa meledek.
“Ya sudah kalau begitu…” Sebastian ingin mengiyakan ide Dion, tapi belum selesai, handphonya berbunyi.
Kirana melirik berharap nama yang muncul di handphone Sebastian mengajaknya makan siang.
Dan sepertinya alam sedang berpihak pada Kirana. Tuan Richard menghubungi Sebastian mengajaknya bertemu sekalian makan siang.
Kirana menarik nafas lega dan bersyukur karena Tuan Richard benar-benar menjadi penolongnya.
“Ya sudah, kamu pergi makan sama mereka. Jangan macam-macam ya, nggak boleh mepet-mepet sama cowok-cowok lantai 16,” ancam Sebastian.
Kirana mengangguk dan memasang wajah genitnya.
“Terima kasih, Bee,” Kirana mengusap lengan Sebastian.
“Pakai ini buat traktir mereka.” Sebastian mengeluarkan sebuah kartu dari dalam dompetnya.
“Aku dengar kalau kamu janji mau bayarin mereka makan. Jangan makan sembarangan, cari tempat yang bagusan.”
“Nggak usah Bee, aku kan traktir dalam rangka gaji pertama.”
Sebastian tidak menjawab, hanya melotot sambil menyodorkan kartu emasnya.
“Terima atau nggak boleh pergi !”
Akhirnya Kirana menurut dan menerima kartu itu. Ada sedikit rasa tidak enak di hatinya. Belum seminggu pacaran, Sebastian bahkan sudah memberikan kartu ATM nya.
“Nanti aku kirim nomor pin nya.”
Sebastian berbalik kembali ke ruangannya. Tapi dia berhenti begitu sampai di pintu.
“Minta Pak Tomo siap-siap di lobby. Aku berangkat sama sopir saja. Dion biar ikut sama kamu, biar bisa ingetin kamu kalau mulai lupa sama cowok-cowok.”
Sebastian tersenyum licik bikin Kirana jadi sebal.
Dion hanya cekikkan sendiri, membuat Kirana ingin menimpuknya dengan sepatu.
Sebastian keluar lagi dari ruangannya membawa tas kerjanya yang berisi dokumen.
“Kamu bisa jalan sendiri kan ?” Sebastian melihat kaki Kirana dari atas.
“Bisa,” Kirana mengangguk mantap.
“Kalau nanti susah nggak boleh pegangan sama Dion atau cowok lainnya ya ! Pegangan sama Marsha atau Echi saja.”
Kirana mengangguk kembali dengan wajah manisnya. Bisa batal kalau dia langsung menunjukan wajah putus asanya karena terlalu banyak menerima pesan Sebastian.
Baru tiga langkah Sebastian berjalan melewati Kirana, pria itu kembali berhenti. Ditariknya lengan Kirana hingga masuk dalam dekapannya.
“Ingat nggak boleh nakal, ya ! Jangan kebawelan bikin cowok lain gemes,” bisik Sebastian sambil mengusap punggung Kirana yang ada dalam pelukannya.
Kirana lagi -lagi hanya mengangguk dan menurut.
Cup.
Sebastian mencium pipi kekasihnya sebelum berlalu keluar ruangan. Dion yang sejak tadi menahan tawa akhirnya bersuara juga sambil memegang perutnya.
“Dioonnn !” Pekik Kirana dengan wajah sebal.