“DASAR WANITA PEMBAWA SIAL KAU, DHIEN! Karena mu, putraku meninggal! Malang betul hidupnya menikahi wanita penyakitan macam Mamak kau tu, yang hanya bisa menyusahkan saja!”
Sejatinya seorang nenek pasti menyayangi cucunya, tetapi tidak dengan neneknya Dhien, dia begitu membenci darah daging anaknya sendiri.
Bahkan hendak menjodohkan wanita malang itu dengan Pria pemabuk, Penjudi, dan Pemburu selangkangan.
"Bila suatu hari nanti sukses telah tergenggam, orang pertama yang akan ku tendang adalah kalian! Sampai Tersungkur, Terjungkal dan bahkan Terguling-guling pun tak kan pernah ku merasa kasihan!" Janji Dhien pada mereka si pemberi luka.
Mampukah seseorang yang hanya lulusan Sekolah Menengah Pertama itu meraih sukses nya?
Berhasilkah dia membalas rasa sakit hatinya?
Sequel dari ~ AKU YANG KALIAN CAMPAKKAN.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
I ~ Bab 12
Samson menabrak cagak kayu🔥
......................
“Bacok lah! Setelahnya, gantian kepala adik kau yang akan ku benturkan tembok!” Dhien menjadikan Suci seperti seorang sandera, rambutnya di jambak, dan kedua tangannya dipiting di belakang punggung.
Fikar menjadi ragu, apalagi melihat raut kesakitan adik semata wayangnya, dirinya gamang hendak maju atau mundur.
“Jangan coba-coba mengancam ku, Dhien! Kau tak bisa membayangkan apa yang bisa kulakukan!” geramnya, sampai giginya bergemeletuk.
Akhh.
Suci berteriak kesakitan, seakan kulit kepalanya seperti terlepas.
“Jangan gila kau, Dhien!” Ramlah histeris, badannya bergetar hebat, dia sampai bersandar pada dinding, apalagi melihat putrinya yang berkali-kali meringis menahan sakit, perutnya sendiri masih sakit akibat tendangan tadi .
“Aku gila?” Dhien tertawa sumbang. “Baru tahu nya? Padahal sudah sedari lama loo awak ni tak waras! Sungguh kasihan ku tengok kalian, niat mencari babu, tapi dapatnya malah wanita sinting macam aku!”
“Sekarang juga, kau jatuhkan talak 3 mu, Fikar! Sebelum habis kesabaran ku yang memang setipis kertas lembaran buku!” Dhien menatap nyalang sosok yang masih menggenggam erat parangnya.
“Tak akan! Kau harus merasakan neraka dunia dulu! Suci melawan lah, biar Abang tebas lehernya!” Fikar maju satu langkah, tetapi terganggu oleh suara ribut di luar sana.
Tin.
Tin.
“Turun Kak! Biar ku laga Kambing si Samson dengan cagak teras tu!” titahnya, setelah Amala turun, kembali dirinya berulah.
Samson.
“TOLONG! TOLONG! ADA PEMBANTAIAN! SI FIKAR KUMIS IKAN LEMBAT HENDAK MENGHABISI KAK DHIEN!”
Meutia berteriak, membunyikan klakson, lalu menggeber motornya, kemudian menekan habis pedal gas, sehingga motor bernama Samson itu melaju pesat dan … gerobak besi sisi kirinya menabrak tiang kayu, sebelum atap seng ambruk, secepat kilat dirinya melompat.
BUGH.
“Sakit juga ternyata ya!” dirinya sedikit mengadu, dikarenakan jatuhnya tidak estetik, niat hati ingin berguling-guling malah bagian depan dulu yang menghantam tanah.
“Kau tak apa, Tia?” Mala berlari, lalu membantu Meutia berdiri.
Kembali seruan meminta tolong itu saling bersahutan, padahal mereka belum tahu bagaimana keadaan di dalam sana, yang terpenting berteriak lah dulu.
“Ada apa?” Dua orang pemuda terlihat berlari mendekat.
“Itu, Kakak ku hendak digorok lehernya oleh si Fikar!” Meutia mengatakan dengan sangat menyakinkan, bersama mereka mendekati dapur Ramlah.
“Kau dengar? Wanita bersuara bak guntur tu, adalah adiknya Agam Siddiq. Laki-laki yang bila berminat mencalonkan menjadi Lurah bahkan Camat, pasti akan langsung terpilih serta menang telak! Bisa dibayangkan bukan, macam mana pengaruhnya!”
Fikar tentu tahu siapa sosok yang disebut oleh Dhien, apalagi posisinya saat ini sangat tidak menguntungkan, mau menjatuhkan goloknya, tetapi Suci masih dalam cengkeraman Dhien.
“Tinggal beberapa langkah lagi, mereka akan sampai sini! Jangan sampai aku membeberkan apa yang telah terjadi, dan berakhir kalian masuk bui! CEPAT FIKAR!”
“DHIEN BINTI SYAMSUL, MULAI SEKARANG KAU BUKAN LAGI ISTRIKU!!”
PRANG.
Fikar menjatuhkan parangnya.
BUGH.
Dhien mendorong Suci, sampai sosoknya tersungkur.
“Akh … Sakit!” raungnya mencoba bangkit.
“Alamak! Keren betul lah Kak Dhien tu. Belum ada 24 jam, sudah berhasil nya mengantongi dua status sekaligus. Dari seorang istri, sekarang menjadi menjanda!” Meutia sempat-sempatnya bertepuk tangan, melupakan rasa sakit pada bagian depan badannya.
Amala sama sekali tidak menanggapi, ekspresi wajahnya begitu datar, menatap Dhien yang juga memandangnya, bersamaan mereka menyunggingkan senyum samar penuh kepuasan.
"Tolong panggilkan Pak RT, ataupun RW!” pintanya pada salah satu pemuda yang langsung diiyakan.
“Tapi, bisa minta bantuannya dulu tak? Tolong matikan mesin si Samson, biar nya tak meraung-raung lagi.” Meutia memasang mimik lemah, agar dikasihani.
“Baik.” Pemuda tadi bergegas, menjalankan tugasnya.
“Wuihh … sempak siapa ni?” netra Meutia memicing, menatap celana dalam berwarna putih campur noda merah.
Roh Suci seolah dicabut paksa, napasnya tersengal-sengal, wajahnya memerah menahan malu yang luar biasa, dirinya berlari hendak mengambil celana dalamnya, tetapi ….
Meutia menyangkutkan benda segitiga itu pada ujung kayu bakar berujung hitam. “Jorok betul! Lebih rajin Monyet ku dalam membersihkan diri!”
“Kembalikan, Meutia!” tentu dirinya tidak berhasil meraih, dikarenakan Meutia meninggikan kayu tadi, menjadikan sempak Suci layaknya bendera.
“Nama 'Suci' tu tak pantas kau sandang, harusnya 'Najis' yang paling benar, sesuai dengan kepribadian dan kelakuan tak terpuji mu!”
“Njelei tenan og. Dasar kemproh! Ayu-ayu, tapi ora ngutek!” hina pemuda lainnya, yang sedari tadi hanya memperhatikan.
Meutia menjatuhkan kayu dan celana, lalu menatap si pemuda. “Apa artinya tu?”
“Sini!” Mala merentangkan kedua tangannya, Dhien langsung masuk dalam dekapannya. “Sedikit lagi, semua pasti akan berlalu!”
“Terima kasih! Tanpa kau, mungkin ….”
“Sudah, jangan diteruskan!” Mala mengusap punggung Dhien, mereka saling berbisik.
“Nanti dulu lah berpelukan nya! Tia masih penasaran ni. Mas suasa, atau mas-masan ... apa artinya?” masih saja dirinya menuntut jawaban, tidak menghiraukan wajah Suci yang sudah seperti warna tomat busuk.
“Artinya; menjijikan sekali, dasar jorok, cantik-cantik tapi ndak punya otak,” beritahu sosok tadi.
“Bukannya tak ada otak, cuma letaknya saja yang jungkir balik, bukan di kepala tetapi mata kaki!” hina Meutia.
“Cukup! Kalian tak berhak merendahkan putriku!” teriak Ramlah.
“Tak perlu bersusah payah merendahkan putrimu, Bik. Nya sendiri sudah ahli menjatuhkan martabat serta harga dirinya!” balas Amala.
"Mamak.” Suci mendekat dan langsung memeluk ibunya, mencari pembelaan.
“Lagaknya hendak menggaet Abang ku, baru digertak sedikit sudah mengadu, langsung berlakon macam orang paling tersakiti,” cibir Meutia.
***
Pak RT, dua pemuda dan juga lainnya, duduk di lantai beralaskan tikar di ruang tamu Ramlah.
“Apa betul, bila Fikar sudah menjatuhkan talak 3 kepada engkau, Dhien?” tanya pak RT.
“Ya.”
“Kapan dan di mana, sewaktu dia mengatakan hal tersebut?”
“Pertama; pada malam saat nya menggauli saya.”
“Kedua; pagi hari dikarenakan dia merasa tak puas, sebab tak bisa lagi membedakan mana mana wanita halal dan terlarang baginya.”
“Terakhir; beberapa waktu lalu, dipicu oleh Suci yang memaksa diri ini mencuci celana bekas haid nya!”
“Astagfirullah.” Pak RT dan kedua pemuda tadi geleng-geleng kepala.
“Tutup mulut mu, Dhien!” Fikar begitu malu, tidak menyangka kalau wanita ini membeberkan sedetail itu.
“Apa kau tak malu, membuka aib dirimu sendiri?!” hardik Ramlah, yang duduk berseberangan dengan Dhien.
Dhien menatap angkuh wajah mantan ibu mertuanya. “Bukan aib ku, tetapi milik kalian! Jadi, mengapa malu.”
Suci dan Ramlah bersamaan mengepalkan tangan.
“Semuanya sudah jelas, talak tiga telah dijatuhkan. Sekarang Fikar dan Dhien bukan lagi pasangan suami istri, diharamkan bersentuhan apalagi sampai melakukan penyatuan. Mengenai urusan perceraian secara negara, itu hak kalian kapan mau diurusnya, tetapi alangkah baiknya ya secepatnya!” beritahu pak RT yang sekaligus seorang ustadz di kampung Pertanian.
Semuanya sudah berakhir, Fikar kini seorang duda, dan Dhien janda. Pernikahan mereka hanya bertahan kurang dari 24 jam saja.
.
.
“Hei Kurcaci! Jangan lari kalian Wee!”
“Jangan gila kau, Meutia! Mala, cepat lompat, Mala!!”
.
.
Bersambung.
semangat Thor..
semangaat Dhien doaku meyertaimu
tar kembali lagi skalian bawa tiker sm kupi , klo dh End yak. 🤩😘🤗