NovelToon NovelToon
Titik Balik Kehidupanku

Titik Balik Kehidupanku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Ibu Pengganti / Cinta Paksa / Beda Usia
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Aufklarung

Di sebuah kota yang tampak tenang, Alvin menjalani hidup dengan rutinitas yang seolah-olah sempurna. Seorang pria berusia awal empat puluhan, ia memiliki pekerjaan yang mapan, rumah yang nyaman. Bersama Sarah, istrinya yang telah menemaninya selama 15 tahun, mereka dikaruniai tiga anak: Namun, di balik dinding rumah mereka yang tampak kokoh, tersimpan rahasia yang menghancurkan. Alvin tahu bahwa Chessa bukan darah dagingnya. Sarah, yang pernah menjadi cinta sejatinya, telah berkhianat. Sebagai gantinya, Alvin pun mengubur kesetiaannya dan mulai mencari pelarian di tempat lain. Namun, hidup punya cara sendiri untuk membalikkan keadaan. Sebuah pertemuan tak terduga dengan Meyra, guru TK anak bungsunya, membawa getaran yang belum pernah Alvin rasakan sejak lama. Di balik senyumnya yang lembut, Meyra menyimpan cerita duka. Suaminya, Baim, adalah pria yang hanya memanfaatkan kebaikan hatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aufklarung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4

Bab 4

Meyra menghela napas panjang saat menggantungkan seragam gurunya di balik pintu kamar. Hari itu, seperti hari-hari sebelumnya, ia merasa lelah. Tidak hanya lelah secara fisik, tetapi juga mental. Beban hidup yang ia tanggung terasa semakin berat, namun ia terus bertahan demi cinta yang pernah ia miliki untuk Baim.

Baim, suaminya, sedang duduk di ruang tamu dengan botol bir di tangan. Televisi menyala, tetapi pandangan Baim tampak kosong. Rumah mereka kecil, hampir tidak terawat, karena waktu dan tenaga Meyra habis untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan hidup.

“Baim, kamu sudah makan?” tanya Meyra, mencoba terdengar ramah meskipun hatinya penuh kekhawatiran.

Baim tidak menjawab. Ia hanya mengangkat botol birnya seolah itu sudah cukup sebagai jawaban. Meyra menghela napas lagi, menahan amarah yang selama ini ia pendam.

“Aku tanya serius, Baim. Kamu nggak bisa terus-terusan begini,” katanya dengan nada sedikit tegas.

Baim akhirnya menoleh, matanya merah karena mabuk. “Aku nggak minta diomeli, Mey. Aku cuma mau istirahat.”

“Istirahat? Dari apa? Dari nongkrong di luar sama teman-temanmu? Dari mabuk tiap malam?” Meyra tak lagi bisa menahan dirinya. “Aku yang kerja keras siang malam, tapi kamu malah buang-buang uang!”

Baim menaruh botol birnya dengan keras di meja. “Kamu mulai lagi, ya? Kamu pikir gampang jadi aku? Hidupku ini nggak sebaik hidupmu yang kerja di TK sama kafe. Kamu kan punya uang!”

“Uang itu untuk bayar tagihan, Baim! Untuk makan! Bukan untuk kamu hambur-hamburkan buat alkohol!” seru Meyra dengan suara bergetar.

Namun, melihat ekspresi dingin di wajah Baim, Meyra sadar bahwa tidak ada gunanya berdebat. Seperti biasa, ia mengalah dan kembali ke dapur untuk mempersiapkan makan malam yang sederhana.

________________________________________

Setelah makan malam yang sunyi, Meyra bersiap untuk pergi ke pekerjaannya yang kedua di sebuah kafe kecil di pusat kota. Ia mengenakan seragam hitam sederhana dan merapikan rambutnya di depan cermin.

“Aku pergi kerja,” katanya singkat pada Baim sebelum melangkah keluar.

“Jangan pulang telat,” jawab Baim tanpa memandangnya.

Meyra berjalan keluar rumah dengan langkah berat. Malam itu dingin, tetapi ia tidak peduli. Udara dingin lebih terasa ringan dibandingkan beban yang ia pikul setiap hari.

________________________________________

Di kafe, suasana ramai seperti biasa. Pelanggan datang dan pergi, memesan kopi atau makanan ringan, dan Meyra melayani mereka dengan senyuman palsu yang sudah ia latih bertahun-tahun.

Rekan kerjanya, Rina, seorang wanita ceria berusia 20-an, mendekati Meyra saat ada waktu luang. “Mbak Mey, kelihatan capek banget malam ini,” katanya sambil menyerahkan secangkir teh hangat.

“Capek itu sudah jadi bagian hidupku, Rina,” Meyra mencoba bercanda, meskipun suaranya terdengar lelah.

Rina tertawa kecil. “Mbak, aku heran deh. Kenapa sih Mbak Mey masih bertahan sama suami yang kayak gitu? Kalau aku sih udah lama pergi.”

Meyra terdiam sejenak. “Aku cinta dia, Rin. Atau... mungkin dulu aku cinta dia. Sekarang aku nggak tahu lagi. Tapi kalau aku pergi, siapa yang bakal bantu dia? Dia nggak punya siapa-siapa selain aku.”

“Tapi, Mbak, hidup Mbak juga berharga, lho,” ujar Rina dengan nada prihatin.

Meyra hanya tersenyum samar. Ia tahu bahwa Rina benar, tetapi mengambil keputusan seperti itu tidaklah mudah. Ada perasaan bersalah, ada kenangan, dan ada harapan kecil bahwa suatu hari Baim akan berubah.

________________________________________

Jam menunjukkan pukul 11 malam ketika kafe akhirnya sepi. Meyra membersihkan meja-meja terakhir sebelum mengganti bajunya dan bersiap untuk pulang. Ia berjalan menuju halte bus dengan langkah yang lambat, memikirkan percakapan dengan Rina.

“Apakah aku benar-benar membuang hidupku?” pikirnya.

Ketika sampai di rumah, ia menemukan Baim tertidur di sofa, dengan beberapa botol bir kosong di sekitarnya. Meyra menggelengkan kepala dan memutuskan untuk tidak membangunkannya. Ia tahu bahwa membicarakan masalah di saat seperti ini hanya akan berujung pada pertengkaran.

________________________________________

Keesokan paginya, saat matahari baru saja terbit, Meyra sudah bersiap untuk pergi mengajar. Ia melangkah perlahan melewati Baim yang masih tidur. Ia ingin membangunkannya, tetapi akhirnya ia membiarkannya begitu saja.

Di TK, anak-anak menyambut Meyra dengan riang dan gembira. Senyum mereka adalah pelipur lara bagi Meyra, satu-satunya hal yang membuatnya merasa hidupnya masih memiliki arti.

“Bu Meyra, aku bawa gambar buat Ibu,” kata seorang anak perempuan sambil menyerahkan gambar rumah kecil dengan bunga di sekitarnya.

“Terima kasih, sayang. Ini indah sekali,” jawab Meyra sambil tersenyum tulus. Dan tindakan kecil itu membuat Meyra bahagia yang membuat dia melupakan sejenak apa yang sudah terjadi di rumahnya dan berusaha melupakannya sejenak

Di sela-sela kesibukannya mengajar, Meyra merasa ada seseorang yang mengamatinya. Saat ia menoleh, ia melihat Alvin, salah satu orang tua murid, berdiri di pintu kelas.

“Selamat pagi, Bu Meyra,” sapa Alvin dengan senyuman.

“Pagi, Pak Alvin. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Meyra ramah.

“Saya hanya ingin menitipkan sesuatu untuk Chessa. Ini buku yang ia lupa bawa tadi pagi,” jawab Alvin sambil menyerahkan buku tersebut.

“Oh, terima kasih sudah repot-repot membawakannya,” ujar Meyra sambil menerima buku itu.

Alvin tidak langsung pergi. Ia terlihat ingin mengatakan sesuatu, tetapi ragu. Akhirnya, ia berkata, “Bu Meyra, kalau boleh tahu, Anda mengajar di sini setiap hari?”

Meyra mengangguk. “Iya, setiap pagi sampai siang. Kenapa, Pak Alvin?”

“Ah, tidak apa-apa. Saya hanya... Anda terlihat sangat berdedikasi. Anak-anak pasti beruntung memiliki guru seperti Anda.”

Kata-kata itu membuat pipi Meyra sedikit memerah. “Terima kasih, Pak Alvin. Saya hanya mencoba melakukan yang terbaik.”

Alvin tersenyum sebelum pergi, meninggalkan Meyra dengan perasaan campur aduk. Meski ia tidak ingin mengakuinya, perhatian kecil dari Alvin membuatnya merasa dihargai, sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan di rumahnya sendiri.

Alvin semakin bersemangat untuk mengantar Chessa setiap harinya ke sekolah dengan harapan akan bertemu Bu Meyra setiap hari.

________________________________________

Di sisi lain, Meyra duduk di bangku taman sambil mengawasi aanak- anak yang sedang bermain karena jam istrahat untuk mereka. Meyra melamun dan merenungi kehidupan pahit yang dilaluinya. Sebagai anak yatim piatu yang telah ditinggalkan orangtuanya, Meyra tidak mempunyai tempat untuk bersandar walau hanya sebentar. Hidup yang selalu menuntut Meyra tetap menghadapi kenyataan pahit di rumahnya. Mertua yang selalu merendahkan nya dan selalu merasa Meyra adalah penyebab perilaku buruk Baim. Mertua yang selalu membela anaknya yang membuat Baim semakin tenggelam dalam kebiasaan buruknya, dan Meyra semakin kehilangan harapan bahwa hidupnya akan berubah. Meski begitu, ia tetap bertahan, dengan harapan bahwa suatu hari, jalan keluar akan datang. Dia tidak tahu sampai kapan dia akan melalui hal ini.

1
Anastasia Silvana
Baik,bisa diikuti alurnya.
Anastasia Silvana
Akhirnya satu persatu menemukan jalannya
Happy Kids
rasain tuh kesepian. salah sendiri diajak jd pasanhan normal saling berbagi gamau. rasain aja tuh. ga perlu sedih sedih
XimeMellado
cerita ini sudah bikin saya merinding dan ingin tahu terus plotnya. Bravo thor!
paulina
Keren banget gambaran tentang Indonesia dalam cerita ini, semoga terus mempromosikan budaya! 🇮🇩
Reana: terima kasih atas dukungannya🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!