Airin dan Assandi adalah pasangan suami istri yang saling dijodohkan oleh kedua orang tuanya dari kecil. Namun Assandi sangat tidak suka dengan perjodohan ini. Dia merasa ini adalah paksaan untuk hidupnya, bahkan bisa bersikap dingin dan Kasar kepada Airin. Namun Airin tetap sabar dan setia mendampingi Assandi karena dia sudah berjanji kepada orang tuanya untuk menjaga keutuhan rumah tangga mereka. Akankah Airin sanggup bertahan selamanya? Ataukah Assandi akan luluh bersama Airin? Atau malah rumah tangga mereka akan retak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DewiNurma28, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menahan Nafsu
Malam harinya Assandi dan Airin tidak bisa tidur. Mereka masih bersama sekamar, apalagi kini mereka tidur bersama di atas ranjang.
Sesekali Airin berdehem untuk menenangkan perasaannya. Sedangkan Assandi sudah berbalik badan memunggungi Airin.
Assandi menahan hasrat ingin menyentuh Airin. Dia tidak ingin melakukan itu sekarang.
Karena dia tidak bisa melakukan hubungan itu tanpa cinta. Jadi sekarang dia bingung dan harus menahan semua itu dalam dirinya.
"Emm, mas." Panggil Airin pelan.
Assandi hanya diam pura-pura memejamkan matanya. Dia ingin segera tidur dan hari berganti pagi.
Agar dirinya tidak keterusan terjebak di dalam situasi seperti sekarang.
Airin berbalik menatap punggung Assandi. Dia merasa bersalah telah memaksa dirinya ikut naik ke tempat tidur.
Karena Airin tidak bisa tidur di Sofa yang panjangnya tidak sepanjang tubuhnya.
Tangannya ingin menyentuh punggung Assandi, tapi dia tahan. Akhirnya dirinya bangun dari tidurnya menuju ke sofa.
Membawa bantal dan boneka pemberian Assandi saat di mobil.
Dia sangat nyaman jika memeluk boneka itu, apalagi boneka tersebut pemberian dari suaminya. Maka dia akan menjaganya dengan baik.
"Mas, aku akan tidur di sofa saja tidak apa-apa. Biar kamu bisa tidur dengan nyaman." Ujar Airin.
Namun Assandi tidak menjawabnya, dia malah mendengkur halus menandakan dirinya sudah tidur.
Airin berjalan memutari ranjang untuk melihat Assandi. Dia menggelengkan kepala melihat suaminya itu sudah tidur nyenyak.
Tangan Airin menarik selimut untuk menutupi tubuh Assandi agar terasa hangat. Karena di luar sedang hujan deras.
Airin berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan kepala Assandi. Dia tersenyum lembut menatap wajah yang damai itu.
"Kamu kalau tidur sangat tampan mas." Gumamnya.
Dia kemudian berjalan menuju sofa untuk tidur. Tetapi kakinya kesulitan untuk selonjoran. Dengan terpaksa dia melipat kakinya dan meringkuk agar tubuhnya bisa tidur dengan nyaman.
Tangannya tidak pernah lepas memeluk boneka itu. Matanya terpejam menikmati aroma boneka pemberian Assandi.
"Baunya sangat harum seperti parfumnya." Gumamnya dengan mata terpejam.
Tidak berapa lama dirinya sudah terlelap ke dalam mimpi yang indah.
Assandi bangun dan menatap dirinya yang rapi dengan selimut. Dia juga menatap Airin yang sudah tidur di sofa.
Assandi turun mendekati Airin, tangannya dia lambaikan di depan mata istrinya.
"Benar, dia sudah tidur."
Assandi berbalik badan mengambil ponselnya. Kemudian dia mengendap-ngendap menuju pintu keluar.
Saat tangannya menyentuh handle pintu, telinganya mendengar gemingan dari mulut Airin.
"Errrgghhh, eeemmmhh."
Assandi menoleh menatap perempuan itu. Dia berjalan mendekati Airin.
"Dia kenapa?"
Matanya menatap tubuh Airin yang meringkuk kedinginan karena suhu AC yang tinggi.
Dia juga tidak memakai selimut, sebab selimutnya dia gunakan untuk menyelimuti Assandi.
"Kenapa selalu ceroboh tidak pernah melindungi dirinya sendiri." Ucap Assandi.
Dia menggendong tubuh Airin ala bridal style ke atas tempat tidur.
Saat meletakkan tubuh Airin, tangannya tiba-tiba dicekal oleh Airin. Assandi melotot tajam menatap wajah istrinya yang masih terpejam.
"Mas Sandi." Gumam Airin dalam mimpinya.
Assandi menelan ludahnya kasar, dia bisa merasakan dua bagian tubuh Airin menekan dadanya.
Assandi semakin berkeringat merasakan suhu tubuhnya yang mendadak kepanasan.
"Aisshh, sial. Kenapa seperti ini sih."
Dia menyeka keringatnya dengan tangan satunya. Sebab tangan sebelah di pegang erat oleh Airin.
Assandi merasa seperti kehabisan oksigen. Dia tidak bisa bernapas dengan lega disini. Apalagi tubuhnya merasakan gejolak aneh menjalar keseluruh darahnya.
Dan sekarang matanya menatap leher mulus Airin. Assandi semakin menelan ludahnya berulang kali.
Dengan kesadaran penuh, tangannya terangkat meraba leher mulus dari Airin.
Assandi terus meraba leher itu hingga ke dada Airin bagian atas. Disana dia tertegun melihat celah benda berharga milik Airin.
Karena baju tidur yang dikenakan Airin memiliki bagaian leher sangat rendah.
Assandi tidak bisa lagi menahan hasratnya, "Maafkan aku Airin."
Dia melumat dengan lembut bibir istrinya yang masih terpejam. Tubuhnya menindih tubuh Airin dan menekannya semakin erat.
Tidak disangka perempuan itu membalas ciuman panas dari Assandi. Meski masih dalam keadaan yang belum sadar.
Airin mengangkat kedua tangannya mengalungkan ke leher Assandi. Dia juga membusungkan dadanya semakin merapat ke tubuh suaminya.
Assandi melepas ciumannya dan beralih menatap leher jenjang Airin. Dia mengendus leher itu dengan lembut.
Sesekali mengecupnya singkat dan menggigit gemas. Sehingga meninggalkan bekas merah di lehernya.
Airin mengerang, mendesah karena menerima perlakuan Assandi di lehernya.
Bahkan sekarang tangannya sudah meremas rambut Assandi melampiaskan rasa nikmatnya.
Laki-laki itu ciumannya semakin turun ke dada Airin meninggalkan banyak bekas merah disana. Tangannya membuka pelan kancing baju tidur Airin.
Ternyata perempuan itu tidak pernah memakai pakaian dalam saat tidur. Sehingga Assandi dengan mudah melihat dua barang yang indah milik Airin.
Saat akan menghirup dan mencium bagian itu. Pikirannya tersadar dan segera bangun berdiri di sebelah ranjang.
Dia mengusap wajahnya kasar, "Astagaaaa, apa yang aku lakukan tadi."
"Aaarrrggghhh, sial." Geramnya.
Assandi berjalan keluar meninggalkan Airin dengan baju terbuka bagian atasnya.
Perempuan itu masih menggeliat menikmati mimpi indahnya.
Assandi berjalan cepat keluar rumah menuju mobil. Dia menggeram di dalam mobil sambil sesekali memukuli setirnya.
"Aaarrrrggghhhh, hampir saja aku lepas kendali."
Nafas Assandi memburu menahan gejolak yang masih terasa di dalam dirinya.
Matanya menatap keluar jendela mobil, dia membuka jendela itu dan mengulurkan tangannya agar tersentuh air hujan.
Rasanya dingin dan nyaman menyentuh air hujan malam ini. Assandi memejamkan matanya sejenak menikmati suasana sejuk yang menerpa dirinya.
Dia menghirup aroma segar dari air hujan yang masih menetes cukup deras.
Assandi membuka matanya keluar mobil dengan langkah lemah. Karena sekarang sudah menunjukkan waktu tengah malam.
Sehingga matanya sudah mengantuk hanya untuk menikmati air hujan saja.
Dari balkon atas, Kakek Leo bisa melihat Assandi yang hujan-hujanan di tengah malam. Dia menggeleng heran karena melihat cucunya bukannya tidur malah main hujan.
"Itu anak tidak kedinginan apa, main hujan di malam hari. Bukannya tidur menemani istrinya di kamar."
Leo berbalik badan keluar kamar, dia menuruni tangga untuk menghampiri Assandi yang masih memejamkan mata menikmati guyuran air hujan.
Leo memanggil cucunya dengan keras, "Assandi!!!"
"Sudah malam!!! Kenapa kamu malah hujan-hujanan begitu??" Teriaknya.
Assandi tidak bergeming membalas panggilan dari kakeknya. Dia malah tersenyum menikmati air hujan yang deras kembali.
"Assandi nanti kamu sakit nak!!!"
Cucunya itu tetap tidak menggubrisnya. Akhirnya Leo turun mengambil payung yang sudah tersedia di teras.
Dia menghampiri Assandi dengan memayunginya, "Kamu jangan seperti anak kecil, ayo masuk temani istrimu tidur."
Assandi seketika menoleh karena merasakan tangannya yang tertarik. Dia tersenyum menatap kakeknya.
"Kenapa kek? Mau main hujan bersamaku juga?"
"Halah, jangan berlagak bodoh kamu!! Ayo masuk!!"
Leo menarik telinga Assandi untuk dibawanya masuk ke dalam rumah.
Assandi meringis kesakitan karena jeweran dari kakeknya.
"Awww, kek sakit tau. Kalau telingaku putus bagaimana?"
"Biarin, salah sendiri kenapa kamu main hujan-hujanan di malam seperti ini."
"Semua sudah tidur nyenyak menghindari hujan, kamu malah keluar senyum-senyum menikmati air hujan." Lanjut Leo.
Assandi menunduk menggaruk belakang kepalanya, "Hehe, maaf kek. Aku nggak bisa tidur, jadi aku pikir jika aku lelah bermain hujan-hujanan. Aku akan bisa tidur nyenyak."
Leo mengggelengkan kepalanya, "Kalau seperti itu, kamu malah sakit bukan malah tidur nyenyak."
"Iya, iya kek."
"Kenapa? Kamu tidak bisa tidur dengan Airin?"
Assandi menatap kakeknya, "Eh, tidak kek, bukan itu. Aku memang nggak bisa tidur nyenyak."
"Beneran bukan karena itu?"
Assandi mengangguk pelan, "Iya kek, izinkan aku tidur di kamar sebelah ya. Aku nggak mau mengganggu Airin yang sudah terlelap karena tubuhku yang dingin ini."
Leo menghela napas pelan, "Baiklah, hanya untuk malam ini saja."
Assandi tersenyum senang, dia memeluk kakeknya dan berlalu menuju kamarnya.
Leo menggelengkan kepalanya kesal, karena cucunya itu tidak pernah dewasa seperti Airin. Bahkan sekarang saja dia mempermasalahkan kamar seperti anak kecil.
"Sandi, Sandi, kapan kamu akan bisa dewasanya jika kelakuanmu seperti itu terus." Gumam Leo.
Kisah cinta yang cuek tetapi sebenarnya dia sangat perhatian.
Alurnya juga mudah dipahami, semua kata dan kalimat di cerita ini ringan untuk dibaca.
Keren pokoknya.
The Best 👍