Di paksa ikut ke salah satu club malam, Amara tidak tahu jika ia di jadikan barang taruhan oleh kakak tirinya di atas meja judi. Betapa hancurnya hati Amara karena gadis berusia dua puluh tiga tahun harus ikut bersama Sean, seorang mafia yang sudah memiliki istri.
Amara di jadikan istri kedua oleh Sean tanpa sepengetahuan Alena, istri pertama Sean. Tentu saja hal ini membuat Alena tidak terima bahkan wanita ini akan menyiksa Amara di saat Sean pergi.
Seiring berjalannya waktu, Sean lebih mencintai Amara dari pada Alena. Hingga suatu hari, ada rahasia yang terbongkar hingga membuat Sean menceraikan Alena dan membuat Amara menjadi istri satu-satunya kesayangan Sean.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 34
"Kenapa melihat ku seperti itu?" Tegur Sean saat mereka sedang makan malam di salah satu restoran yang berada tak jauh dari apartemen.
"Itu tadi, kau memuji ku cantik. Apa aku beneran cantik?" Tanya Amara hampir saja membuat makanan yang baru masuk ke dalam mulut Sean tersembur keluar.
"Kenapa kau bertanya seperti itu?" Sean bertanya balik.
"Selena dan ibunya selalu mengatakan jika aku jelek. Tidak ada laki-laki yang mau pada ku, katanya begitu. Makanya sekarang aku bersyukur aja sudah menikah!"
"Menurut pandangan ku, Selena masih kalah jauh dari mu. Dia hanya menang di gaya berpakaian dan make up saja. Sedangkan kau, cantik alami."
"Kau tampan, kaya raya bahkan harta mu tidak akan habis sampai kau mati. Terkadang aku merasa kurang pantas menjadi istri mu mengingat diriku yang kau nikahi dari atas meja judi."
"Jangan membahas ke sana, aku tidak suka. Kau, ku beli dengan harga yang mahal," ucap Sean.
"Aku sama seperti barang, hanya saja aku barang hidup!" Sahut Amara. Terkadang suka ingat bagaimana awal mula Amara menjadi istri Sean.
Banyak hal yang Amara tutupi dengan tawa dan tingkah anehnya selama ini. Selesai makan malam, mereka langsung pulang mengingat hujan semakin deras turun.
"Ngapain kau di sini?" Tanya Sean saat melihat Leon sibuk memencet bel apartemennya.
"Oh, aku hanya memastikan kau dan Amara benar ada di apartemen ini." Jawab Leon.
"Aku masuk duluan," ucap Amara berlalu begitu saja.
"Kenapa dia?" Tanya Leon penasaran.
"Entahlah, terkadang aku suka heran dengan sikap Amara. Kadang sedih, kadang bahagia kadang juga tertawa dan bersikap tidak jelas."
"Percayalah, orang yang memiliki sifat seperti ini pasti dia sedang tidak baik-baik saja. Biasanya, ada kesedihan yang sangat dalam yang berusaha ia tutupi dengan tingkah konyolnya."
"Ah, masa sih?" Tanya Sean tidak percaya.
"Banyak-banyak berinteraksi dengan dia. Ajak bicara dari hati ke hati."
"Pergi sana!" Usir Sean.
"Sialan!" Umpat Leon.
Leon pun pergi, barulah Sean masuk ke dalam menyusul Amara yang sudah membaringkan diri di atas ranjang yang cukup besar.
"Mau tidur sekarang?" Tanya Sean.
"Belum ngantuk, cuacanya sangat dingin."
"Kode kah ini?" Tanya Sean menyelidik.
"Kode apa?" Amara bertanya bertanya balik.
"Hujan-hujan seperti ini enaknya main yang berkeringat," ucap Sean memberi kode.
"Jika sedang ingin, lakukanlah. Jangan sok memberi ku kode seperti itu...!"
"Hai, kau yang mulai duluan!" Sahut Sean.
"Jika tidak, aku ingin tidur!"
"Jangan, ayo kita main sebentar!"
Tidak mau membuang kesempatan, Sean langsung menggauli istrinya.
Hujan semakin deras, deras juga keringat yang mengalir dari tubuh keduanya. Sangat deras saat Sean menyemburkan bibit terong di dalam lubang penyemaian.
Setelah puas, Amara yang bermaksud pergi ke kamar mandi untuk sekedar membersihkan diri langsung di tarik dan di peluk Sean.
"Kenapa?" Tanya Amara.
"Jangan di cuci, biar jadi anak!" Jawab Sean.
"Eh, gila. Aku risih, tiga kali kau mengeluarkan, rasanya becek!"
"Aku tidak mau tahu, biarkan sampai pagi...!"
"Baru nemu manusia jorok seperti mu!" Sahut Amara kemudian berontak.
"Sudah ku bilang, jangan di cuci. Cukup lap saja dengan tisu."
Amara membelalakkan kedua matanya, saat Sean mengambil tisu lalu me-lap cairan miliknya yang berceceran.
"Stresss!" Seru Amara.
"Stresss karena cinta mu, Amara!" Sahut Sean. "Ayo tidur...besok pagi akan ku sirami benih yang aku tanam ini."
Amara tak bisa berkata-kata lagi, apakah semua pasangan suami istri akan seperti ini? Begitu pikir Amara dalam hati.
Malam telah berganti pagi, benar saja jika Sean pagi ini menyirami benih yang ia tanam meskipun Amara sudah mandi.
"Ingatkan dalam hati mu, sayang. Jika malam aku menanam, maka paginya aku menyiram. Jadi, bersiap-siaplah untuk hamil."
"Terserah kau lah, Sean. Yang penting tidak merugikan aku!" Jawab Amara.
"Bisa-bisanya menyebut nama ku, tidak sopan namanya!"
"Iya sayang. Ayo pergi, aku lapar!"
Mereka pun pergi untuk mencari sarapan setelah itu kembali pulang ke mansion. Lebih cepat dari biasanya karena Sean mengajak Amara melewati jalan pintas.
Sesampainya di mansion, Daren membisikkan sesuatu pada Sean.
"Sayang, istirahat. Aku harus pergi sekarang!"
"Mau kemana?" Tanya Amara penasaran.
"Aku akan pergi ke markas sebentar. Dan,...jangan bilang kau penasaran lagi."
"Tidak, hari ini jadwal drama on going ku tayang. Jadi, aku tidak berniat ikut dengan mu!"
Amara langsung masuk ke dalam kamar, sejak menikah dengan Sean, Amara bisa bebas menonton drama yang bisa membuat hidupnya penuh dengan khayalan.
Sean pergi ke markas bersama dengan Daren. Ternyata Alena ingin bertemu dengan Sean.
"Kenapa kau ingin bertemu dengan aku?" Tanya Sean dengan suara dinginnya.
"Aku akan memberitahu kelemahan Remon asal kau membebaskan aku."
Alena membuat penawaran.
"Wah, baiklah. Aku setuju!" Jawab Sean tanpa berpikir panjang.
Alena pun memberitahu empat kelemahan Remon, tapi ada satu yang akan menjadi kunci utama bagi Sean untuk menaklukkan Remon.
Sean tersenyum-senyum sinis mendengarkan penjelasan Alena yang terbata-bata. Entah kenapa wanita ini begitu bodoh memberitahu semuanya pada Sean.
"Sudah selesai?" Tanya Sean.
"Iya, tolong bebaskan aku sekarang!" Pinta Alena.
"Daren....!" Panggil Sean.
"Iya tuan...!"
"Kirim dia pada ibu dan ayahnya yang dulu pernah hampir membunuh kita semua." Titah Sean.
"Sean, kau penipu. Kita sudah sepakat jika aku memberitahu mu, kau akan membebaskan aku."
"Sampah seperti mu sudah tidak layak untuk hidup. Kau pikir aku bodoh?"
"Sean,...kau bajingan!" Jerit Alena histeris.
"Ketahuilah Alena, ibu mu dulu adalah koki di rumah kami dan ibu mu hampir membunuh kami semua dengan masakannya. Perihal ayah mu, dia berkhianat pada keluarga ku. Ayah mu membocorkan semua rahasia tentang keluarga ku sampai keluarga habis. Remon yang tidak membutuhkan ayah mu, dia langsung membunuhnya." Terang Sean yang mengatakan hal sebenarnya.
"Penipu...!" Seru Alena yang sampai saat ini tidak percaya dengan ucapan Sean.
"Tunjukan buktinya!" Titah Sean pada Daren.
Daren pun menunjukan selembar foto yang di ambil oleh seseorang pada saat Remon membantai orang tua Alena.
Alena tidak percaya, pria yang ia cintai ternyata sudah menipu dirinya. Sean tertawa puas, pria ini keluar kemudian Dompu masuk dan langsung mengeksekusi mati Alena. Seolah tidak ada rasa kasihan pada istrinya, hati Sean telah mati sebab pengkhianatan dan kebohongan yang di lakukan Alena padanya.
Lebih kejam lagi di saat Dompu memotong tangan Alena lalu mengirimnya kepada Remon.
Tiga tahun menikah dengan Sean, tak satu pun informasi yang di dapat oleh Alena. Jangankan satu kelemahan, setengah dari kelemahan Sean pun tak di dapat oleh Alena.