Aluna Aurelia Pradipta memimpikan keindahan dalam rumah tangga ketika menikah dengan Hariz Devandra, laki-laki yang amat ia cintai dan mencintainya. Nyatanya keindahan itu hanyalah sebuah asa saat keluarga Hariz campur tangan dengan kehidupan rumah tangganya.
Mampukan Aluna bertahan atau memilih untuk pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon echa wartuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekesalan Elgar Pada Sandra
Perdebatan Aluna dengan ibu mertua dan adik iparnya masih berlanjut meskipun Hariz sudah melerai nya. Aluna juga sudah memilih diam, tetapi ibu mertua dan adik iparnya selalu memancing kemarahan Aluna. Hingga perdebatan itu terhenti ketika Elgar datang.
"Aluna, ada apa?" tanya Elgar begitu saja tanpa tahu apa yang sedang terjadi di ruang makan.
Tidak mendapatkan respon dari Aluna, Elgar pun mendongak. Pandangannya langsung tertuju pada Hariz yang menatapnya dengan tatapan tidak bersahabat.
"Oh maaf. Maksud saya nyonya … Aluna, ada apa memanggil saya," ralat Elgar.
Aluna berdehem untuk meredam amarahnya. Ia tidak ingin ada orang membuat para pekerjanya tidak nyaman dengan situasi panas di rumahnya.
"Elgar, tolong pergi ke alamat ini dan berikan ini pada mereka!" Aluna memberikan dua lembar kertas. Satu kertas cek dan satu lagi alamat tempat yang akan Elgar tuju.
Elgar maju beberapa langkah lantas menerima selembar kertas yang Aluna berikan kemudian membaca alamatnya.
"Toko kain?" tanya Elgar.
"Ya. Kemarin saya memesan kain dari mareka. Pelangganku suka jadi ambilah kain itu dan cek itu untuk pembayarannya," jelas Aluna.
"Baiklah. Apa Anda tidak ikut?" tanya Elgar.
"Pergilah dulu. Aku sudah menghubungi mereka jika kamu akan datang," jawab Aluna.
"Baiklah, jika tidak ada yang lain saya berangkat sekarang," pamit Elgar yang langsung dipersilahkan oleh Aluna.
Elgar berbalik dan baru akan melangkah, tetapi ucapan ibu mertua Aluna menghentikan langkahnya.
"Dia sopirmu atau selingkuhanmu?" tuduh Mona.
"Ya Tuhan! Tuduhan apalagi ini, Ma," geram Aluna. "Aku mohon jangan membuat keributan lagi! Tidakah kalian malu berdebat di depan orang luar?" decak Aluna.
"Hariz, apa kamu percaya dengan apa yang dikatakan oleh istrimu? Bisa saja istrimu ini sengaja menjadikan dia sopir agar kamu tidak mencurigai mereka," tuding Mona.
Aluna berdecak lantas menoleh ke arah Elgar. "Elgar, pergilah! Jangan dengarkan mereka dan maaf untuk tuduhan ini," ucap Aluna penuh sesal.
"Tidak masalah," ucap Elgar santai.
Elgar kembali berbalik, tetapi lagi-lagi ada yang menghentikan langkahnya. Orang itu adalah Sandra.
"Tunggu! Bisakah aku ikut denganmu?" tanya Sandra.
Sudah Aluna tebak, dari raut wajah Sandra, sang adik ipar tertarik dengan ketampanan Elgar.
"Sandra, kamu ikut kakak ke kantor," larang Hariz.
"Iya aku tahu, Kak Hariz. Tapi kita bisa bertemu di sana, 'kan?" ucap Sandra.
"Dengar, Sandra! Kantor kakak kamu sama tempat tujuan Elgar itu tidak searah. Kamu bisa terlambat sampai kantor," tegur Aluna.
"Kalau begitu antarkan aku dulu," desak Sandra.
"Ya Tuhan, Sandra! Apa kamu tidak bisa tidak memaksa dan merepotkan orang lain?" ujar Aluna yang tidak habis pikir dengan Sandra.
Tempat tujuan Elgar berlawanan arah dengan kantor Hariz. Itu artinya Elgar harus bekerja tiga kali lipat. Mengantar Sandra, mengambil barang di salah satu supplier lantas kembali menjemputnya.
"Kenapa memangnya? Kamu cemburu?" tuduh Mona.
"Ma, berhentilah menuduh Aluna," tegur Hariz.
"Kenapa, memangnya? Istrimu mencurigakan," tuding Mona lagi.
"Ma, sudah aku katakan arah kantor sama toko kain itu tidak searah. Elgar harus putar arah lagi dia juga harus mengantar aku juga ke butik. Lagi pula apa salahnya Sandra berangkat sama kakaknya sendiri yang jelas-jelas satu tujuan," jelas Aluna.
"Heh, alasan saja kamu!" sergah Mona. "Heh, kamu sopir baru, antar anak saya dulu!" perintah Mona.
Elgar diam-diam merasa geram, ia juga menyembunyikan kepalan tangannya lantaran menahan amarah. Selama ini tidak ada yang berani bersikap maupun bicara kasar terhadap dirinya.
Aluna mengela napas berat dan mencoba mengalah.
"Kamu tidak keberatan?" tanya Aluna pada Elgar.
"Tidak, itu masalah kecil untukku," jawab Elgar.
Sebenarnya Elgar merasa sangat keberatan, tetapi dirinya tidak tega melihat Aluna terus menerus mendapatkan tuduhan.
"Lihat! Elgar saja menyanggupinya," dengkus Sandra.
"Sekali ini saja, Sandra! Aku tahu watakmu. Aku tidak mau orang yang bekerja denganku merasa kesulitan karena ulah kamu," serang Aluna.
Nada Aluna seperi sebuah ancaman untuk Sandra, dibalas dengkusan oleh Sandra.
"Elgar, pergilah!" perintah Aluna.
TIN TIN
"Dion sepertinya sudah datang. Ayo, Mas. Aku antar ke depan," ajak Aluna.
"Ayo." Hariz membersihkan sisa makan di mulutnya menggunakan tisu. Setelah itu beranjak dari meja makan.
Aluna merangkul lengan Hariz, sedangkan Hariz berjalan sambil menenteng tas kerjanya. Sampai di teras Hariz langsung masuk ke mobil tanpa memperdulikan Sandra dan juga Elgar. Namun sebelum itu Hariz lebih dulu mengecup kening Aluna.
"Ayo berangkat!" perintah Hariz pada Dion.
Aluna pun memilih kembali ke dalam rumah. Dirinya juga harus bersiap-siap untuk pergi ke butik. Meskipun khawatir pada Elgar, Aluna mencoba mempercayakan semuanya kepada Elgar.
Elgar sendiri sebenarnya merasa malas untuk mengantar Sandra, tetapi Elgar juga ingin tahu banyak mengenai Sandra, ia ingin tahu kenapa semua orang ingin dia waspada tehadap perempuan itu.
Elgar membuka pintu mobil belakang, tetapi Sandra meminta untuk duduk di depan. Jadilah Elgar membuka pintu depan sembari mengumpat di dalam hatinya. Elgar mulai melajukan mobilnya meninggalkan rumah itu.
Awalnya perjalanan masih aman terkendali. Keduanya mengobrol santai. Sampai di tengah-tengah perjalanan, Sandra mulai bersikap agresif pada Elgar. Dari situ Elgar mulai paham dengan perkataan orang mengenai Sandra, perempuan itu benar-benar seperti ulat bulu.
Gatel!
"Maaf, bisa Singkirkan tangan, Anda," pinta Elgar.
Elgar mulai merasa tidak nyaman dengan tindakan Sandra, apalagi tangan gadis itu mulai sampai pada pangkal pahanya.
"Kenapa? Aku tahu kamu suka," ucap Sandra dengan percaya dirinya.
"Kata siapa aku suka? Aku tidak pernah mengatakan jika aku menyukainya." Elgar menggenggam gagang setir dengan kuat sebab amarahnya mulai tumbuh.
"Jangan bohong," ucap Sandra. Suaranya dibuat manja dan seksi berharap Elgar akan tergoda.
"Apa kamu sering melakukan hal ini pada setiap pria yang baru kamu temui?" sindir Elgar masih mencoba sabar dengan perlakuan Sandra.
"Tidak ada yang pernah menolakku," bisik Sandra.
"Tapi sekarang ada?" Elgar yang sudah tidak sabar dengan tindakan Sandra akhirnya menepikan mobilnya secara mendadak membuat tubuh keduanya terhuyung ke sana kemari. Elgar sudah biasa dengan situasi seperti itu, tetapi tidak dengan Sandra. Kepala Sandra sampai terbentur kaca mobil di sampingnya.
"Singkirkan tanganmu dari tubuhku atau aku akan memotongnya!" Elgar mencengkeram kedua sisi wajah Sandra, sorot matanya pun tajam seolah ingin menerkam mangsa membuat nyali Sandra ciut. Setelah itu tanpa rasa bekas kasih Elgar menghempaskan wajah Sandra.
Kasarnya hempasan Elgar membuat wajah Sandra tertutup oleh rambutnya yang panjang.
"Kamu berani bersikap kasar padaku!" Sandra menyibakkan rambutnya memperlihatkan tatapan tajam pada Elgar. "Akan aku laporkan pada kakakku," ancam Sandra.
"Silahkan! Kamu pikir mudah melakukan itu?" tantang Elgar.
"Kita lihat saja nanti!" Sandra tersenyum miring seolah sedang mengejek Elgar.
"Jangan banyak bicara! Turun sekarang!" usir Elgar.
Sandra kaget Elgar berani mengusirnya, tetapi ternyata mereka sudah berada di pintu masuk gedung kantor Hariz. Sandra keluar dari mobil lantas menutup pintunya dengan sangat keras.
"Dasarnya perempuan gila!" maki Elgar. Elgar kembali melajukan mobilnya sembari menggerutu. "Ck ini menyebalkan. Aku harus mandi lagi!" Elgar merasa tubuhnya kotor sebab di sentuh oleh Sandra. Sejatinya Elgar memang tidak suka tubuhnya disentuh oleh perempuan menjijikan macam Sandra.
Pasti Elgar pemilik hotel itu, dan dia menyukai Aluna. Syukurlah Luna belum punya anak dengan Hariz. Saya yakin setelah terbongkar kebusukan Hariz, perusahaannya akan hancur.
Thoor jika perceraian Aluna dan Hariz, cepet, atas bantuan Elgar, tak kasih nilai 5 bintang