PLAK
Dewa menatap kaget campur kesal pada perempuan aneh yang tiba tiba menampar keras pipinya saat keluar dari ruang meeting.
Dia yang buru buru keluar duluan malah dihadiahi tamparan keras dan tatapan garang dari perempuan itu.
"Dasar laki laki genit! Mata keranjang!" makinya sebelum pergi.
Dewa sempat melongo mendengar makian itu. Beberapa staf dan rekan meetingnyaa pun terpaku melihatnya.
Kecuali Seam dan Deva.
"Ngapain dia ada di sini?" tanya Deva sambil melihat ke arah Sean.
"Harusnya kamu, kan, yang dia tampar," tukas Sran tanpa menjawab pertanyaan Deva.
Semoga suka ya... ini lanjutan my angel♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aib yang ditanggung Emiliy
"Lebih baik kita naek taksi," usul Emily ketika melihat kedua temannya yang sempoyongan berjalan ke arah mobil yang terparkir.
Emily pun merasa kepalanya pengar. Dia ngga yakin, salah satu dari mereka akan sanggup menyetir sampai ke rumah Carmen.
"Aku masih bisa," ngeyel Carmen.
"Aku akan menelpon Om Wira," ucapnya bimbang. Karena setelah ini dia pasti akan ketahuan.
Tapi itu lebih baik dari pada mereka kecelakaan.
Walau pusing di kepalanya terasa semakin berat, dia ngga mau papanya terseret kasus karena ulahnya.
"Biar Carmen aja. Dia masih sadar," tukas Nani juga ngeyel.
"ENGGAK! ENGGAK ADA YANG SADAR DIANTARA KITA!" seru Emily kesal sambil merampas kunci mobil yang berada di tangan Carmen.
"EMILY! KENAPA MALAM INI KAMU SANGAT MENYEBALKAN," bentak Carmen emosi.
Emily ngga peduli. Dia langsung mengirimkan lokasinya pada Om Wira, salah satu pengawal terpecaya papanya. Juga orang yang selalu baik dengamnya.
"EMILY! MANA KUNCINYA?" Nani ikut berteriak.
"Aaarggg.... Kalian apa apaan, sih," ringisnya marah dan kesakitan karena rambutnya dijambak kedua teman maboknya.
Untung Carmen dan Nani mabok berat jadi keseimbangannya ngga stabil.
Saat Emily mendorongnya, kedua temannya lagi lagi jatuh terjengkang.
BUGH
BUGH
"EMILY!" seru keduanya kesal karena merasa sakit pada bokongnya.
"Maaf. Tapi gara gara kalian juga, sih. Sakit, kan, kepalaku," ucapnya juga kesal
Untuk mengurangi rasa pusing di kepalanya, Emily memilih menyandarkan punggungnya di badan mobil sambil menunggu jemputan Om Wira. Tanpa mempedulikan racauan marah kedua temannya.
*
*
*
Setelah mengantarkan Carmen dan Nani pulang ke rumahnya, mobil pun meluncur ke rumah papanya.
"Nona muda, kalo kakek anda tau anda mabok, beliau bisa murka."
Emily ngga menyahut. Tapi dalam hati mengumpat.
Ngga perlu nunggu dia mabok, lagi jadi cewe bener aja tetap disalahin.
Om Wira menghela nafas panjang. Tuannya dan istri dalam perjalanan pulang. Dia takut mereka akan bertemu saat tiba di rumah.
Dan ketakutan Wira terbukti. Saat mobil memasuki gerbang rumah, ternyata mobil tuannya juga baru tiba. Bahkan tuannya beserta istri dan putrinya barusan keluar dari dalam mobil.
Waduh, batin Emily tercekat juga. Aroma minuman kerasnya pasti akan tercium kalo dia nanti harus menjawab pertanyaan papanya.
Lagi pula penampilannya cukup awut awutan karena jambakan Carmen dan Nani dirambutnya yang belum sempat dia rapikan.
Juga pakaiannya. Walau masih sopan, tapi cukup pendek dan lengannya juga sangat minim.
Istri papanya mungkin akan mengata ngata-inya seperti biasa.
Om Wira tau kalo.Emily berusaha berjalan dengan benar untuk menyembunyikan rasa pengarnya.
Tapi tetap saja dia masih terlihat berjalan sempoyongan.
"Istirahatlah," ucap papanya lembut.
Emily hanya mengangguk. Om Wira menahan tubuhnya ketika dia hampir saja terjatuh.
"Kamu mabuk?" suara mama Nagita terdengar amat sangat kesal.
Emily hanya diam sambil menghentikan langkahnya.
Wanita yang masih cantik itu mendekat.
Melihat keadaan Emily dengan seksama.
"Kamu ingin menghancurkan nama baik papamu, hah! Apa ada media yang tau perbuatanmu?!" bentaknya sangat kesal.
"Tidak ada yang tau nyonya. Saya diminta nona untuk menjemputnya."
Wanita cantik itu berdecak, kemudian berpaling pada suaminya.
"Ini yang aku takutkan. Walaupun dia sudah kita berikan pendidikan yang baik, tapi sifat kotor ibu kandungnya pasti masih sangat mendominasi akhlaknya."
Emily mengeratkan kepalan tangannya.
"Biarkan dia sesekali bersenang senang. Dia juga tau aturannya," bela papa ya sambil mengerling pada Wira agar membawa putrinya masuk ke dalam rumah.
"Mas Juhan, pasir ngga mungkin berubah jadi emas, walaupun kamu sudah berusaha keras menghiasinya. Dia tetap saja pasir yang selamanya akan jadi pasir."
"Mama, sudahlah." Nagita meraih tangan mamanya agar kemarahannya mengendur.
"Selalu memalukan keluarga!" sinisnya sebelum mengikuti ajakan putrinya agar masuk ke dalam rumah.
Juhandono menghela nafas kasar. Dia tidak bisa frontal membela putrinya karena itu adalah syarat agar Emily tidak dijauhkan darinya.
Dia hanya bisa menatap sedih pada punggung yang tertunduk dalam saat berjalan menjauh.
"Sepertinya ada yang membuat nona muda kesal di club. Saya yang salah tuan, tidak terlalu ketat mengawasinya," sesal Wira.
Selama ini beliau diperintahkan untuk diam diam mengawasi Emily oleh Juhandono.
Tanpa setau Emily, Juhandono tau kalo putrinya sering clubbing.
Tapi belum pernah sampai separah ini
"Dia berantem dengan siapa?"
"Dengan kedua teman yang bersamanya tuan. Mungkin karena nona muda melarang temannya menyetir dalam keadaan mabuk."
"Kamu datang?"
"Nona menelpon saya agar mengantarkan mereka pulang."
Juhandono tersenyum samar.
"Saya yakin nona muda ngga berniat memalukan anda, tuan."
"Ya, aku tau," ucapnya getir.
Walaupun tanpa.menelpon, Wira pasti akan segera datang, agar tidak terjadi kehebohan berita di media, jika ada anak anggota dewan yang mabuk dan menyetir ugal ugalan di jalan.
Tapi kenyataannya Emily menelpon Wira. Pastinya dia ngga ingin membuat opini publik yang buruk tentang papanya.
*
*
*
"Kamu terlalu memanjakannya," omel mamanya saat mereka semua sedang sarapan di ruang makan.
Emily tambah ngga berselera. Ngga ada yang bisa masuk ke dalam perutnya karena tatapan tajam Oma, Opa dan tentunya istri papanya.
"Kita sedang makan, ma," kilahnya pelan.
"Memangnya kenapa. Harusnya tadi malam dia kamu tampar agar lebih bisa berattitude yang benar. Coba kalo tingkahnya yang suka clubbing diliput media. Kamu bisa diberhentikan partai," kertak mamanya lagi. Gemas bercampur emosi.
"Dia harusnya tinggal di asrama saja biar ngga jadi nakal seperti mamanya!"
SRET!
Mereka semua menatap Emiliy yang mendorong keras kursinya ke belakang.
"Aku mau berangkat dulu." Tanpa mau melihat papanya, apalagi oma yang sedang menceramahinya dengan kejam, Emily melangkah cepat meninggalkan ruangan yang sudah ngga ada toleransinya lagi buatnya berlama lama berada di sana.
"Kamu lihat, kan, Juhan! Dia sama sekali ngga beretika,' sembur mamanya marah.
"Jika dia.masih bertingkah begini, lebih baik usir dia dari sini. Dia sudah cukup dewasa dan bisa hidup mandiri. Ingat karir politikmu sangat penting. Jangan sia siakan," tegas papanya ngga mau dibantah.
Juhandono hanya bisa menghela nafas panjang.dan menatap getir pada punggung putrinya.yang sudah menjauh.
Emily bukan gadis bodoh. Dia pintar, apalagi dalam bidang menggambar. Putrinya itu mengambil jurusan arsitektur.
Sedangkan Nagita mengambil jurusan akuntansi.
Seminggu dua kali kedua putrinya magang di perusahaan.
Walaupun orang tua dan mertuanya menolak kehadiran Emily di sana, tapi Juhandono ngga mempedulikannya.
Beberapa kali desain Emily dipergunakan oleh perusahaan.
Juhandono ingin menghilangkan persepsi buruk orang orang karena dia dilahirkan oleh wanita malam.
Juhandono tau bakat besar yang dimiliki Emily.
Berbeda dengan putrinya Nagita yang selalu didukung hingga dia lebih bersinar. Jalan Nagita sangat mulus. Otaknya yang sudah encer semakin berkilau karena semua dukungan.hanya tercurah padanya.
Banyak prestasi yang sudah dia raih membanggakan namanya dan nama keluarganya.
Tapi Emily tidak.bisa melakukannya. Kehadirannya seolah aib besar bagi keluarganya, yang sudah tersebar luas dan ngga bisa ditutupi lagi.
rasakan kau Baron.. sekarang rasakan akibatnya mengusik calon istrinya Dewa... 😫😫
sudah tahu bakal besan juhan orang berkuasa mlh cari masalah muluk baron
kalau mereka ketemu gimana ya...
DinDut Itu Pacarku ngasih iklan
atau nanti Agni juga ikut-ikutan bersandiwara... buat ngetes calon menantu... he he he he ..
DinDut Itu Pacarku ngasih iklan