NovelToon NovelToon
JANDA MUDA MEMIKAT HATIKU

JANDA MUDA MEMIKAT HATIKU

Status: tamat
Genre:Tamat / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Banggultom Gultom

Dina, seorang janda muda, mencoba bangkit setelah kehilangan suaminya. Pertemuan tak terduga dengan Arga, pria yang juga menyimpan luka masa lalu, perlahan membuka hatinya yang tertutup. Lewat momen-momen manis dan ujian kepercayaan, keduanya menemukan keberanian untuk mencintai lagi. "Janda Muda Memikat Hatiku" adalah kisah tentang cinta kedua yang hadir di saat tak terduga, membuktikan bahwa hati yang terluka pun bisa kembali bahagia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14: Cinta dalam Ujian

Hubungan antara Dina dan Arga perlahan kembali seperti sediakala setelah malam yang penuh kejujuran itu. Dina merasa lega karena Arga memilih untuk mempercayainya, dan Arga pun merasa bahwa hubungan mereka kini lebih kokoh dibanding sebelumnya. Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Dunia nyata dengan segala kompleksitasnya mulai mengetuk pintu hati mereka, membawa ujian yang lebih besar.

---

Kehidupan kantor Dina semakin sibuk. Proyek besar yang sedang ia tangani menuntut banyak waktu dan perhatian. Bahkan akhir pekan yang biasanya ia habiskan dengan Arga mulai tergeser oleh rapat-rapat darurat dan tumpukan pekerjaan. Sementara itu, Arga juga semakin disibukkan dengan proyek properti baru yang sedang ia kembangkan.

Meskipun keduanya saling mengerti bahwa kesibukan adalah bagian dari kehidupan, jarak emosional mulai terasa. Dina merasakan bahwa percakapan mereka tidak lagi seintens dulu. Bahkan ketika mereka bertemu, energi di antara mereka tidak sehangat sebelumnya.

Satu malam, ketika Dina baru saja pulang dari kantor dengan mata yang lelah dan langkah berat, ia mendapati ponselnya penuh dengan pesan dari Arga.

"Dina, aku tahu kau sibuk, tapi aku merasa kita mulai menjauh."

"Aku merindukanmu. Apakah kita bisa bertemu malam ini?"

"Jika kau terlalu sibuk, aku mengerti. Tapi aku ingin kita bicara."

Dina menghela napas panjang. Ia tahu Arga tidak salah, tapi ia juga merasa tidak punya energi untuk percakapan emosional saat ini. Ia mengetikkan balasan singkat: “Aku minta maaf, Arga. Hari ini sangat melelahkan. Bisakah kita bicara besok?”

Namun, bahkan setelah mengirim pesan itu, rasa bersalah menyelimuti hatinya. Ia tahu bahwa menunda hanya akan memperburuk situasi, tetapi ia benar-benar tidak tahu bagaimana cara menyeimbangkan semuanya.

---

Keesokan harinya, Dina memutuskan untuk meluangkan waktu makan siang dengan Arga. Ia tidak ingin hubungan mereka terus terganggu oleh kesibukan masing-masing. Mereka bertemu di sebuah kafe kecil yang biasanya menjadi tempat favorit mereka.

“Arga, aku minta maaf untuk tadi malam,” kata Dina begitu mereka duduk. “Aku tidak bermaksud mengabaikanmu.”

Arga tersenyum kecil, tetapi senyum itu tidak sepenuh hati seperti biasanya. “Aku mengerti, Dina. Aku tahu kau sibuk. Tapi aku juga merasa kita kehilangan sesuatu.”

“Aku juga merasa begitu,” Dina mengakui dengan suara lirih. “Tapi aku tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya.”

Arga menatapnya dengan mata yang penuh kelembutan. “Mungkin kita perlu melangkah mundur sejenak. Mengingat alasan kenapa kita bersama sejak awal.”

“Melangkah mundur?” tanya Dina, bingung.

“Bukan mundur dari hubungan ini,” jelas Arga. “Tapi mundur dari tekanan dan ekspektasi yang kita berikan pada diri kita sendiri. Kita terlalu fokus pada pekerjaan, sehingga melupakan hal-hal kecil yang membuat kita bahagia bersama.”

Dina merenungkan kata-kata itu. Ia tahu Arga benar. Mereka memang terlalu terpaku pada jadwal dan target, sampai lupa menikmati momen-momen sederhana.

“Bagaimana kalau kita mengambil liburan singkat?” usul Dina tiba-tiba. “Hanya kita berdua, jauh dari semua ini. Mungkin itu bisa membantu kita menemukan kembali apa yang hilang.”

Arga tersenyum lebih lebar kali ini. “Aku suka idemu.”

---

Seminggu kemudian, Dina dan Arga memutuskan untuk menghabiskan akhir pekan di sebuah vila kecil di pinggir pantai. Tempat itu jauh dari hiruk-pikuk kota, dikelilingi oleh pohon-pohon kelapa yang menjulang dan suara deburan ombak yang menenangkan.

Hari pertama mereka di sana terasa seperti angin segar. Dina merasa beban pekerjaannya perlahan menghilang, digantikan oleh ketenangan yang lama tidak ia rasakan. Arga, di sisi lain, tampak lebih rileks dari biasanya. Mereka berjalan-jalan di sepanjang pantai, berbicara tentang hal-hal sederhana, dan tertawa bersama.

Malam itu, setelah makan malam di balkon vila yang menghadap ke laut, Arga mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Sebuah kotak kecil berwarna merah.

“Dina,” katanya dengan suara lembut, tetapi tegas. “Aku tahu kita telah melalui banyak hal bersama. Dan aku tahu bahwa perjalanan ini tidak akan selalu mudah. Tapi aku yakin bahwa aku ingin kau menjadi bagian dari setiap langkahku ke depan.”

Dina menatapnya, hatinya berdebar kencang. “Arga, apa yang kau maksud?”

Arga membuka kotak itu, memperlihatkan cincin berlian yang berkilau di bawah cahaya bulan. “Aku ingin kau menjadi istriku, Dina. Apakah kau bersedia?”

Air mata mulai menggenang di mata Dina. Ia tidak pernah membayangkan bahwa momen ini akan datang begitu cepat, tetapi di saat yang sama, ia merasa bahwa ini adalah hal yang benar.

“Ya, Arga,” jawabnya dengan suara bergetar. “Aku bersedia.”

Arga tersenyum lebar, lalu memasangkan cincin itu di jari Dina. Mereka berpelukan erat, merasakan cinta yang mengalir di antara mereka.

---

Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Ketika mereka kembali ke kota, kenyataan mulai mengetuk pintu mereka lagi.

Suatu hari, Dina menerima panggilan telepon dari seorang klien penting yang menawarkan peluang besar untuk kariernya. Namun, tawaran itu datang dengan syarat yang berat—ia harus pindah ke luar negeri selama setahun untuk memimpin proyek tersebut.

Dina merasa bimbang. Di satu sisi, ini adalah kesempatan yang tidak bisa ia lewatkan. Tapi di sisi lain, ia tidak ingin meninggalkan Arga begitu saja, terutama setelah mereka baru saja bertunangan.

Ketika Dina menceritakan hal ini kepada Arga, pria itu terdiam lama.

“Aku tidak ingin menghalangi mimpimu, Dina,” katanya akhirnya. “Tapi aku juga tidak bisa membohongi diriku sendiri. Aku takut hubungan kita akan sulit bertahan jika kita berjauhan.”

Dina merasakan kepedihan di hati Arga, tetapi ia juga tahu bahwa ini adalah keputusan yang harus ia buat sendiri.

“Aku butuh waktu untuk memikirkannya, Arga,” katanya.

“Ambillah waktu sebanyak yang kau butuhkan,” jawab Arga. “Tapi ingatlah bahwa aku selalu mendukungmu, apa pun yang kau pilih.”

---

Beberapa minggu berikutnya terasa seperti mimpi buruk bagi Dina. Ia tidak bisa tidur nyenyak, terus memikirkan pilihan yang ada di depannya. Ia mencintai Arga, tetapi ia juga tahu bahwa kariernya adalah bagian penting dari hidupnya.

Suatu malam, Dina memutuskan untuk berbicara dengan Reza. Meskipun hubungannya dengan mantan kekasihnya itu telah berakhir, ia merasa bahwa Reza adalah satu-satunya orang yang bisa memberinya perspektif objektif.

“Jika kau berada di posisiku, apa yang akan kau lakukan?” tanya Dina setelah menceritakan semuanya.

Reza terdiam sejenak sebelum menjawab. “Aku akan memilih karier, Dina. Bukan karena aku tidak percaya pada cinta, tapi karena aku percaya bahwa cinta sejati akan mendukung apa pun keputusan yang kita buat.”

Kata-kata itu terus terngiang di kepala Dina.

---

Pada akhirnya, Dina mengambil keputusan.

Di suatu malam yang tenang, ia menemui Arga di rumahnya. Dengan tangan gemetar, ia menceritakan pilihannya untuk menerima tawaran pekerjaan itu.

“Aku mencintaimu, Arga,” katanya, air mata mengalir di pipinya. “Dan aku tahu bahwa keputusan ini mungkin sulit untukmu. Tapi aku merasa bahwa aku harus melakukan ini, bukan hanya untuk diriku sendiri, tetapi juga untuk kita. Aku ingin menjadi seseorang yang bisa kau banggakan.”

Arga tidak berkata apa-apa untuk waktu yang lama. Tapi akhirnya, ia menarik Dina ke dalam pelukannya.

“Dina, aku mencintaimu,” katanya dengan suara pelan. “Dan aku tahu bahwa cinta kita cukup kuat untuk menghadapi jarak ini. Aku akan menunggumu.”

Dina merasa hatinya hangat oleh kata-kata itu. Ia tahu bahwa hubungan mereka akan menghadapi banyak tantangan di masa depan, tetapi ia juga tahu bahwa mereka memiliki sesuatu yang istimewa—cinta yang tulus dan komitmen untuk saling mendukung.

1
Hilda Naning
kemana anak anak mereka yg diawal cerita karena anak anak mereka lah bertemu dn bersatu..
Dinar
Hallo kak aku kirim dua cangkir kopi ya untuk teman menulis 🥳
Harry
Membuncah
Akira
Bikin baper nih!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!