He Ma Li, seorang wanita muda yang penuh semangat, baru saja diterima sebagai karyawan di sebuah perusahaan besar. Berbekal mimpi besar dan tekad kuat, Ma Li berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya yang penuh tekanan. Namun, ada satu sosok yang selalu menguji ketenangannya—CEO Zhang Xiang Li, seorang pria keras kepala dan penuh aturan. Dikenal sebagai pemimpin yang ambisius dan tegas, Xiang Li menjalankan perusahaannya dengan tangan besi, tidak memberi ruang untuk kesalahan.
Awalnya, Ma Li menganggap Xiang Li hanya sebagai bos yang sulit didekati. Namun, semakin lama bekerja di dekatnya, Ma Li mulai melihat sisi lain dari pria tersebut. Di balik sikap dingin dan tatapan tajamnya, Xiang Li memiliki cerita hidup yang sulit, yang perlahan membuat Ma Li semakin tertarik.
Tanpa disadari, perasaan cinta mulai tumbuh di hati Ma Li. Namun, cinta ini bukanlah sesuatu yang mudah. Bagi Xiang Li, cinta dan pekerjaan tidak pernah bisa bercampur, dan dia bersikeras menahan perasaannya agar tetap profesional. Mampukah Ma Li menembus dinding yang dibangun oleh Xiang Li? Apakah cinta Ma Li cukup kuat untuk membuat CEO keras kepala ini membuka hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lim Kyung rin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 4
Satu tahun kemudian, Zhang Xiang Li mengirim pesan kepada He Ma Li karena ia ingin mengajak He Ma Li untuk jalan-jalan ke taman dan ingin berbicara tentang sesuatu yang penting.
Di dalam obrolan chat:
"He Ma Li, apakah hari ini kamu ada kegiatan lain?" tanya Xiang Li.
"Hmm, aku hari ini tidak ada kegiatan apa pun, Laoban," balasnya He Ma Li.
Zhang Xiang Li merasa lega mendengar jawabannya. Ia sudah menyiapkan rencana untuk menghabiskan waktu bersama He Ma Li.
"Bagus! Kalau begitu, bagaimana kalau kita bertemu di taman kota pukul tiga sore? Aku ingin membahas sesuatu yang penting denganmu," tulis Xiang Li.
"Baiklah, aku akan datang! Ada yang ingin kamu bicarakan?" He Ma Li penasaran.
"Ya, tapi lebih baik kita bicarakan secara langsung. Semoga kamu suka taman itu," jawab Xiang Li, diiringi senyuman dalam hati.
Setelah beberapa jam menunggu, He Ma Li sudah siap. Dia memilih pakaian kasual dan nyaman, tetapi tetap ingin terlihat menarik untuk pertemuan ini. Saat dia tiba di taman, dia melihat Zhang Xiang Li sudah menunggu di sebuah bangku dengan wajah ceria.
"He Ma Li! Senang melihatmu!" seru Zhang Xiang Li, berdiri untuk menyambutnya.
"Sama-sama, Laoban. Ada apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya He Ma Li, merasa sedikit gugup.
Zhang Xiang Li menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. "Aku sudah memikirkan banyak hal selama setahun ini. Kita sudah bekerja bersama dengan baik, dan aku merasa kita sudah dekat. Aku ingin mendengar pendapatmu tentang masa depan kita—tentang pekerjaan dan mungkin lebih dari itu."
He Ma Li terkejut, namun dia tersenyum. "Maksudmu... tentang hubungan kita?" tanyanya, memastikan bahwa dia tidak salah paham.
"Ya, aku merasa kita bisa menjadi lebih dari sekadar rekan kerja," ungkap Zhang Xiang Li dengan tulus.
Sekarang, suasana di taman terasa lebih hangat, dan keduanya siap untuk menjelajahi perasaan yang lebih dalam antara mereka.
He Ma Li terdiam sejenak, mencoba mencerna pernyataan Zhang Xiang Li. Jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya, dan dia tidak bisa menahan senyum yang muncul di wajahnya.
“Wow, aku tidak menyangka akan mendengar ini hari ini,” kata He Ma Li, wajahnya memerah. “Aku juga merasa kita sudah dekat, tapi aku tidak tahu apakah kamu merasakan hal yang sama.”
Zhang Xiang Li tersenyum lebar, merasa lega melihat reaksi positif dari He Ma Li. “Aku sudah mengamatimu selama setahun ini. Kamu adalah rekan kerja yang hebat dan juga teman yang baik. Aku suka cara kamu bekerja dan sikapmu yang positif. Aku ingin kita bisa menjalin hubungan yang lebih serius.”
“He Ma Li, bagaimana menurutmu? Apakah kamu bersedia memberi kita kesempatan?” tanyanya, penuh harapan.
“Hmm…,” He Ma Li berpikir sejenak. “Aku juga ingin kita bisa bersama, tetapi aku khawatir tentang dampaknya pada pekerjaan kita. Bagaimana jika hubungan ini memengaruhi kerja kita?”
“Kalau kita bisa menjaga profesionalisme di tempat kerja, aku rasa kita bisa mengatasi itu. Kita bisa berbicara dan menyepakati batasan-batasan yang ada. Yang terpenting, aku ingin kita saling mendukung, baik di pekerjaan maupun dalam hubungan ini,” jelas Zhang Xiang Li.
“Ya, aku setuju. Kita harus bisa memisahkan urusan pribadi dan pekerjaan,” jawab He Ma Li. “Jadi, apa yang akan kita lakukan selanjutnya?”
“Bagaimana kalau kita mulai dengan hal-hal kecil? Kita bisa sering menghabiskan waktu bersama, mungkin makan malam atau pergi ke acara tertentu. Dengan begitu, kita bisa lebih mengenal satu sama lain,” saran Zhang Xiang Li.
He Ma Li mengangguk setuju. “Itu terdengar bagus. Aku sudah merindukan waktu kita bersama di luar pekerjaan.”
Zhang Xiang Li merasa semangatnya semakin bertambah. “Kalau begitu, malam ini aku akan mengajakmu makan malam. Apa kamu suka masakan Jepang?”
“Ya, aku suka! Tentu saja aku mau!” jawab He Ma Li dengan antusias.
Setelah menghabiskan waktu di taman, keduanya melanjutkan untuk menikmati makan malam yang telah direncanakan. Di meja makan, mereka berbagi cerita dan tawa, merasakan chemistry yang semakin kuat di antara mereka.
Selesai makan, Zhang Xiang Li mengajak He Ma Li berjalan-jalan di sepanjang jalan setapak taman yang dihiasi lampu-lampu lembut. Saat mereka melangkah, tangan mereka tanpa sadar saling menyentuh, dan Zhang Xiang Li memegang tangan He Ma Li, membuat He Ma Li tersipu malu namun merasa bahagia.
“Aku senang bisa menghabiskan waktu bersamamu seperti ini,” ungkap Zhang Xiang Li, menatap He Ma Li dengan tatapan yang penuh arti.
“Aku juga merasa sama, Laoban. Ini adalah malam yang tak terlupakan,” balas He Ma Li, tersenyum dengan hangat.
Saat bulan purnama bersinar di langit, keduanya menyadari bahwa langkah pertama mereka dalam menjalin hubungan baru telah dimulai. Mereka merasa optimis dan bersemangat menghadapi apa pun yang akan datang di masa depan.
Setelah malam yang indah itu, hubungan Zhang Xiang Li dan He Ma Li semakin dekat. Mereka mulai sering menghabiskan waktu bersama, baik di luar pekerjaan maupun di dalam kantor. Teman-teman di kantor mulai memperhatikan perubahan di antara mereka, tetapi keduanya berhasil menjaga profesionalisme dan batasan yang sudah disepakati.
Suatu sore, setelah rapat yang melelahkan, Zhang Xiang Li mengundang He Ma Li untuk makan siang bersama di kafe dekat kantor.
“Jadi, bagaimana menurutmu tentang proyek baru yang kita kerjakan?” tanya Zhang Xiang Li sambil mengaduk kopinya.
“Hei, aku rasa kita bisa mendapatkan hasil yang lebih baik jika kita menambahkan beberapa ide kreatif dari tim,” jawab He Ma Li, bersemangat. “Mungkin kita bisa mengadakan sesi brainstorming minggu ini?”
“Bagus! Ide itu menarik. Kita bisa ajak seluruh tim, dan aku yakin banyak yang akan berkontribusi,” kata Zhang Xiang Li, senang mendengar saran He Ma Li.
Saat mereka mengobrol, Zhang Xiang Li tak bisa mengabaikan bagaimana wajah He Ma Li bersinar ketika dia berbicara tentang pekerjaannya. Dia merasa terinspirasi oleh semangat dan dedikasi yang dimiliki He Ma Li.
“Ma Li, aku benar-benar menghargai pandanganmu. Aku ingin kamu tahu bahwa pendapatmu sangat berarti bagiku,” ungkap Zhang Xiang Li tulus.
“Terima kasih, Laoban. Itu berarti banyak bagi saya,” balas He Ma Li sambil tersenyum malu.
Setelah makan siang, mereka berdua berjalan kembali ke kantor. Namun, sebelum mereka sampai, Zhang Xiang Li tiba-tiba menghentikan langkahnya.
“Ma Li, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan lagi,” katanya, dengan ekspresi serius.
“Ada apa? Kamu tampak serius,” tanya He Ma Li, sedikit khawatir.
“Aku berpikir, kita sudah cukup dekat. Mungkin kita bisa mulai memperkenalkan satu sama lain kepada teman-teman kita? Aku merasa sudah saatnya kita tidak menyembunyikan hubungan ini lagi,” usul Zhang Xiang Li.
He Ma Li terkejut, tetapi juga merasa senang dengan ide itu. “Aku setuju. Kita sudah cukup lama bersama. Mungkin kita bisa mengundang teman-teman kita untuk berkumpul di rumah salah satu dari kita, dan kita bisa memperkenalkan hubungan kita dengan cara yang santai.”
“Bagus! Aku akan mengatur segalanya. Mungkin kita bisa mengadakan acara makan malam di rumahku akhir pekan ini?” Zhang Xiang Li menawarkan.
“Setuju! Aku akan membawa beberapa makanan juga,” balas He Ma Li, antusias.
Saat hari yang ditunggu tiba, keduanya mempersiapkan segala sesuatunya dengan cermat. Teman-teman mereka, yang terdiri dari rekan kerja dan beberapa sahabat, berkumpul di rumah Zhang Xiang Li. Suasana penuh tawa dan obrolan hangat mengisi ruangan.
Setelah semua berkumpul, Zhang Xiang Li berdiri dan meminta perhatian semua orang. “Teman-teman, terima kasih telah datang malam ini. Sebelum kita mulai, aku dan He Ma Li ingin mengumumkan sesuatu.”
Semua orang menatap mereka dengan penasaran. Zhang Xiang Li melanjutkan, “Kami sudah menjalin hubungan yang lebih dari sekadar rekan kerja. Kami ingin kalian tahu bahwa kami berpacaran sekarang.”
Kegembiraan melanda ruangan, diikuti dengan seruan dan tepuk tangan dari teman-teman mereka.
“Selamat, kalian terlihat sangat cocok!” seru salah satu rekan kerja.
“Ini berita yang luar biasa! Kita harus merayakannya!” tambah yang lain.
He Ma Li merasa lega dan bahagia melihat dukungan dari teman-teman mereka. Dia memandang Zhang Xiang Li dan tersenyum, merasakan kebanggaan dalam mengungkapkan perasaan mereka kepada orang-orang terdekat.
Acara malam itu berjalan dengan meriah. Mereka semua menikmati makanan, bercanda, dan berbagi cerita. Zhang Xiang Li dan He Ma Li merasa semakin dekat satu sama lain, dan mereka tahu bahwa langkah ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar dalam hidup mereka.
Saat malam semakin larut dan teman-teman mereka mulai pulang, Zhang Xiang Li dan He Ma Li berdiri di pintu depan, saling memandang dengan senyum bahagia.
“Ini malam yang sempurna, bukan?” tanya He Ma Li, menatap langit berbintang.
“Ya, ini adalah langkah yang tepat untuk kita. Aku tak sabar untuk melihat ke mana hubungan ini akan membawa kita,” jawab Zhang Xiang Li sambil meraih tangan He Ma Li.
Mereka berdua tahu bahwa perjalanan ini baru dimulai, dan dengan dukungan satu sama lain, mereka siap menghadapi semua tantangan yang akan datang.