Kanara Rusadi, wanita beranak satu yang menikah dengan laki-laki keji karena dijual oleh ibu tirinya. Kanara kabur dari rumah akibat mendapatkan kekerasan dari suaminya. Ia bersama putranya harus hidup serba berkekurangan.
Demi sang putra dan berbekal ijasah SMA, Kanara bertekad masuk di sebuah perusahaan besar milik laki-laki yang pernah dia tabrak mobil super duper mahalnya.
Pertemuan awal mereka meninggalkan kekesalan Brandon. Namun seiring berjalannya waktu, Brandon mengetahui bahwa Kanara sedang bersembunyi dari suaminya dan saat ini berada di dalam bahaya yang mengancam nyawanya.
Brandon yang diam-diam mulai ada rasa pada Kanara, berusaha menyelamatkan wanita itu dari ancaman sang suami yang berkuasa di dunia gelap. Tanpa ia sadari Kanara adalah wanita yang pernah pernah terjerat dengannya sepuluh tahun lalu dan bocah bernama Bian itu adalah putra kandungnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Saat Kanara tertidur pulas, Brandon mengambil kesempatan menggunting beberapa helaian rambut Bian dan langsung keluar sebentar untuk memberikan sample rambut tersebut kepada Arka, sahabatnya yang berprofesi sebagai dokter.
Kebetulan saat ia menelpon, Arka memang sedang ada jam mengawas malam ini, jadi Brandon langsung menemui pria itu di ruangannya. Ada anak buahnya yang dia suruh menjaga Kanara dan Bian dari luar ruangan.
Arka memandangi penampilan Brandon dari atas ke bawah ketika pria itu masuk ke dalam ruangannya. Lelaki itu hanya mengenakan celana pendek selutut dan kaos berwarna putih. Arka agak heran, karena biasanya seorang Brandon tidak akan pernah keluar rumah mengenakan celana pendek. Celana pendek pria itu pakai hanya saat sedang santai di rumahnya.
"Kau yakin kau masih Brandon yang ku kenal?" Arka bertanya dengan raut wajah tercengangnya. Brandon terkekeh. Pria itu duduk di kursi yang berhadapan dengan Arka.
"Ya, seperti yang kau lihat. Aku masihlah aku."
Arka balas tertawa.
"Jadi apa alasanmu ingin menemuiku malam-malam begini?" ia bertanya kemudian.
Lalu di lihatnya Brandon mengeluarkan sesuatu dari saku celananya dan ia sodorkan ke depan Arka.
"Apa ini?"
"Sample rambut."
"Iya aku tahu. Maksudku milik siapa? Kenapa kau sendiri yang mengantarnya ke sini?"
Arka perlu tahu itu sample milik siapa dan akan di tes kecocokannya dengan siapa.
"Itu milik seorang anak kecil. Namanya Bian Gracia." sahut Brandon.
"Bian Gracia?"
Brandon menganggukkan kepala.
"Lalu, sample ini ...?"
"Aku ingin kau melakukan tes DNA itu, apakah cocok denganku atau tidak," ujar Brandon dengan nada serius,
Arka sontak terdiam, mulutnya setengah terbuka, sementara matanya menatap Brandon lekat-lekat. Ia mencari tanda-tanda bahwa Brandon hanya bercanda. Namun, sorot mata Brandon tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia sedang bercanda.
"Kau serius?" tanya Arka masih tidak percaya.
Brandon mengangguk kecil.
"Ya, aku serius. Aku tidak pernah bercanda dengan hal semacam ini."
Arka menghela napas panjang, masih mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh Brandon. Dari SMA, Brandon tidak pernah bercerita sekali pun bahwa ia pernah menjalin hubungan dengan seorang wanita. Bagi Arka, Brandon adalah sosok yang sangat tertutup soal kehidupan pribadinya dengan wanita, tetapi ini benar-benar di luar dugaan.
"Jadi kau curiga anak itu adalah anakmu?" Arka menunjuk sampel yang diletakkan Brandon di meja.
"Dan kau ingin memastikan?” tambahnya.
"Ya, sepuluh tahun lalu aku pernah terlibat dengan seorang wanita. Akan kuceritakan detailnya nanti. Aku harus cepat kembali setelah." jawab Brandon
Arka memandang sahabatnya dengan tatapan sulit dibaca. Ia tahu betul bahwa Brandon adalah tipe orang yang selalu berhati-hati dalam bertindak, bahkan dalam urusan yang paling sederhana sekalipun. Namun, fakta bahwa Brandon mungkin memiliki seorang anak adalah sesuatu yang tidak pernah terlintas dalam pikirannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sehabis dari ruangan Arka, Brandon kembali ke kamar rawat Bian, anak buahnya yang berjaga di depan pintu kamar menyapanya.
"Bos,"
Brandon menatap kedua pria berbadan kekar itu bergantian.
"Pulanglah. Aku sudah di sini. Aku akan menjaga mereka malam ini." katanya.
"Baik bos," kedua pria itu pun pergi.
Saat Brandon masuk ke dalam kamar, suasana hening menyambutnya. Bian masih tertidur pulas di atas ranjang, wajah mungilnya tampak damai.
Brandon mendekati ranjang, memandangi Bian dalam diam. Sekarang ia benar-benar merasa terhubung dengan anak itu. Dia tidak sabar melihat hasil tes DNA keluar. Pria itu lalu menoleh ke
Kanara.
Wanita itu tertidur di sofa kecil, tubuhnya meringkuk tanpa selimut. Brandon pun mendekat dan meraih selimut tipis yang memang ada di kamar ini dan dipakaikan ke Kanara. Kemudian Brandon mengamatinya.
Rambut panjang Kanara tergerai, beberapa helai menutupi wajahnya. Brandon membungkuk sedikit, matanya menelusuri wajah Kanara dengan saksama. Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya. Kanara terlihat begitu tenang saat tidur, hampir seperti lukisan yang hidup.
Garis wajahnya nyaris sempurn sekalipun tanpa makeup. Alis yang melengkung lembut, hidung mungil, dan bibir merah muda yang memancarkan daya tarik luar biasa.
Wanita itu cantik sekali, pikir Brandon dalam hati. Terlalu cantik. Tanpa sadar, tangannya terulur. Jari-jarinya yang besar dan kokoh menyentuh pipi Kanara dengan lembut, membelainya perlahan. Ia merasakan kehangatan kulit wanita itu di ujung jarinya. Sentuhan itu membuat pikirannya melayang pada kejadian tadi siang, saat bibir mereka bersentuhan tanpa sengaja.
Ciuman itu pastinya meninggalkan bekas dalam dirinya. Matanya beralih ke bibir Kanara. Bibir itu tampak begitu halus, begitu mengundang. Brandon mencoba mengalihkan pandangannya, mencoba melawan dorongan dalam dirinya, tetapi ia gagal. Semakin ia mencoba, semakin kuat keinginan itu.
Dengan perlahan, Brandon menundukkan wajahnya. Jantungnya berdegup begitu kencang hingga ia merasa seolah-olah seluruh dunia bisa mendengarnya. Jarak di antara mereka semakin dekat, hingga akhirnya bibirnya menyentuh bibir Kanara.
Ciuman itu ia lakukan dengan lembut. Bibir Kanara terasa hangat, persis seperti yang ia bayangkan. Brandon memejamkan matanya, membiarkan dirinya tenggelam dalam ciuman yang tak seharusnya terjadi. Namun, ciuman itu hanya berlangsung beberapa detik. Dengan tergesa, ia menarik dirinya kembali.
Brandon berdiri tegak, napasnya memburu. Ia menatap wajah Kanara, memastikan bahwa wanita itu tidak terbangun. Kanara masih tertidur, wajahnya tetap tenang, tanpa tanda-tanda bahwa ia menyadari apa yang baru saja terjadi.
Rasa bersalah merasuki dirinya. Ia tahu ia telah melampaui batas karena ia biar bagaimana pun wanita ini masih berstatus sebagai istri orang. Tapi ia memang tidak sanggup menahan diri tadi.
Brandon melangkah mundur, menjauh dari sofa. Pandangannya kembali tertuju pada Bian yang masih tertidur di ranjang.
Brandon menghela napas panjang, lalu berjalan ke dekat jendela. Langit malam yang gelap terlihat di balik tirai yang sedikit tersingkap. Angin dingin menyelinap masuk melalui celah kecil, tetapi ia tidak merasa dingin. Pikirannya terlalu sibuk untuk memikirkan apa yang baru saja ia lakukan.
Kanara, Bian, dan tes DNA semuanya terasa seperti potongan puzzle yang saling terkait, tetapi belum jelas gambarnya. Brandon tahu, apa pun hasilnya nanti, hubungan antara dirinya dan Kanara tidak akan pernah sama lagi. Dan saat ia menatap langit malam itu, ia hanya bisa bertanya-tanya bagaimana semua ini akan berakhir.
Satu hal yang pasti, Brandon mengharapkan Kanara adalah wanita yang sama dengan wanita yang ia tiduri sepuluh tahun lalu. Karena perasaannya ke wanita itu sudah lebih dalam dan tidak main-main lagi.
Aku berharap kau adalah wanita itu. Dan Bian memang anak kita. Tidak masalah kau sudah menikah, aku tidak peduli. Kalau sampai pernikahanmu tidak baik-baik saja dan Bian memang anak kandungku, aku pasti mengejarmu, meski kau menolakku berkali-kali.
Gumam Brandon dalam hati.
Damian gk perlu repot" mencari kalian,,, krn kalian telaah menyerah kan nyawa kalian sendri 🤣🤣🤣🤣
kamu malah datang sendiri menyerahkan nyawa dgn suka rela😉