Di dunia yang dikendalikan oleh faksi-faksi politik korup, seorang mantan prajurit elit yang dipenjara karena pengkhianatan berusaha balas dendam terhadap kekaisaran yang telah menghancurkan hidupnya. Bersama dengan para pemberontak yang tersembunyi di bawah tanah kota, ia harus mengungkap konspirasi besar yang melibatkan para bangsawan dan militer. Keadilan tidak lagi menjadi hak istimewa para penguasa, tetapi sesuatu yang harus diperjuangkan dengan darah dan api.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairatin Khair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4
Ares kembali melalui gang-gang sempit Valyria, tubuhnya tegang setelah pelarian dari Ruangan Hitam. Buku hitam yang ia bawa terasa berat di balik jubahnya, bukan karena ukurannya, tetapi karena rahasia yang terkandung di dalamnya. Setiap langkah yang ia ambil menuju markas pemberontak membuat dadanya semakin sesak. Di dalam buku itu terkubur fakta yang dapat menghancurkan kekaisaran, dan dia tahu, begitu dia menyerahkannya kepada Liora, tidak akan ada jalan kembali.
Malam semakin larut, tetapi markas pemberontak tetap dipenuhi aktivitas. Ares masuk dengan langkah cepat, pintu kayu di belakangnya tertutup rapat oleh penjaga yang berjaga di luar. Beberapa pemberontak yang sedang merencanakan strategi di ruang depan menoleh, memberi isyarat tegang saat melihat Ares kembali dengan wajah yang penuh keseriusan.
Di dalam ruangan inti, Liora Vex menunggu. Wanita itu berdiri di depan meja besar yang dipenuhi dengan peta dan dokumen-dokumen strategi, seperti singa betina yang bersiap menghadapi pertempuran. Tatapannya segera beralih ke Ares saat dia masuk, dan ada ketegangan yang tak terselubung di matanya.
“Apa kau berhasil?” tanya Liora, tanpa bertele-tele.
Ares mengangguk singkat, mengeluarkan buku hitam dari balik jubahnya dan meletakkannya di meja di depan Liora. “Ini buktinya. Semua yang kau butuhkan untuk menjatuhkan Ragnar ada di sini.”
Liora menatap buku itu dengan pandangan tajam. Ia membuka sampulnya, dan dengan cepat mulai memindai halaman-halaman yang penuh dengan catatan gelap tentang perjanjian rahasia Ragnar dan ritual sihir yang digunakan untuk memperpanjang kekuasaan kekaisaran.
Setiap halaman yang ia baca membuat ekspresinya semakin tegang, hingga akhirnya dia menutup buku itu dengan suara keras. “Jadi ini yang dia lakukan selama ini,” katanya, nada suaranya lebih rendah dari biasanya. “Bekerja dengan kekuatan gelap, menggunakan kaisar seperti boneka.”
“Kau benar. Kekaisaran ini lebih rusak dari yang kita kira,” jawab Ares. “Ragnar bukan hanya mengendalikan militer. Dia telah mengikatkan dirinya pada kekuatan yang bahkan para bangsawan pun tidak tahu.”
Liora menatap Ares, kemudian ke arah orang-orang di sekeliling mereka. Suasana di ruangan itu penuh ketegangan. Mereka tahu bahwa informasi ini, jika digunakan dengan benar, bisa menghancurkan seluruh struktur kekaisaran. Namun, ada juga risiko besar yang menunggu mereka. Ragnar bukan musuh biasa—dia memiliki akses pada kekuatan yang tidak dapat diprediksi.
“Ini lebih dari sekadar pemberontakan,” kata salah satu pemberontak yang berdiri di sudut ruangan, seorang pria tua dengan bekas luka yang membekas di wajahnya. “Jika kita melawan Ragnar sekarang, kita tidak hanya akan menghadapi pasukan kekaisaran, tetapi juga kekuatan sihir yang jauh lebih gelap.”
“Apa kita siap untuk itu?” tanya yang lain dengan nada ragu.
“Kita tidak punya pilihan lain,” jawab Ares cepat. “Jika kita membiarkan Ragnar terus berkuasa, Valyria akan jatuh lebih dalam ke dalam kegelapan. Dia telah membuat perjanjian dengan kekuatan yang tidak manusiawi. Kita harus menghancurkannya sebelum kekaisaran ini berubah menjadi sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan.”
Liora terdiam sejenak, lalu mengangguk perlahan. “Kita tidak bisa mundur sekarang. Ini adalah saatnya kita menyerang.”
Namun, sebelum mereka bisa melanjutkan rencana mereka, suara langkah kaki cepat terdengar dari luar ruangan. Salah satu pemberontak yang berjaga di pintu berlari masuk, wajahnya penuh kepanikan. “Ada masalah. Kami menemukan penyusup di markas ini.”
Semua orang di ruangan itu membeku. Liora mengangkat tangannya untuk memberi tanda agar mereka tetap tenang. “Siapa penyusup itu?”
“Seorang pria, mengatakan bahwa dia datang untuk memperingatkan kita. Tapi dia tidak menjelaskan apa pun dan menolak memberi tahu siapa dia.”
Liora menyipitkan matanya. “Bawa dia masuk.”
Tak lama kemudian, dua pemberontak menyeret seorang pria ke dalam ruangan. Bajunya compang-camping, dan wajahnya penuh luka. Mata pria itu dipenuhi ketakutan, namun di balik ketakutan itu, ada kilatan keteguhan yang tidak bisa diabaikan.
“Siapa kau?” tanya Liora dingin.
Pria itu terengah-engah, darah menetes dari bibirnya. “Namaku tidak penting. Aku datang untuk memperingatkan kalian… Ragnar tahu. Dia tahu tentang misi kalian ke Ruangan Hitam. Pasukannya sedang dalam perjalanan kemari.”
Ruangan itu terdiam seketika. Liora berbalik menatap Ares, tatapannya penuh kecurigaan. “Apa maksudmu Ragnar tahu?”
Pria itu melanjutkan dengan suara putus asa. “Ada mata-mata di antara kalian. Seseorang di sini memberi tahu Ragnar tentang rencana kalian. Mereka tahu bahwa Ares mengambil buku itu, dan sekarang pasukan elit Ragnar sedang menuju markas ini.”
Semua mata kini tertuju pada Ares, dan ketegangan semakin meningkat. “Ini tidak mungkin,” gumam seorang pemberontak. “Tidak mungkin Ragnar tahu secepat itu.”
Liora mendekati pria yang terkapar di lantai itu, menatapnya dengan tajam. “Bagaimana kami bisa percaya padamu? Bagaimana kami tahu bahwa kau bukan salah satu dari mata-mata Ragnar sendiri?”
“Aku tahu… aku tidak punya banyak bukti,” pria itu terbatuk, darah mengalir dari bibirnya. “Tapi aku berhasil lolos dari pasukan Ragnar… mereka sudah dekat… mereka akan tiba dalam beberapa jam.”
Liora berdiri tegak, berpikir keras. Situasi ini berubah menjadi lebih rumit dari yang dia bayangkan. Jika benar ada mata-mata di antara mereka, maka rencana pemberontakan ini bisa hancur sebelum dimulai. “Bawa dia ke ruang interogasi. Kita akan cari tahu kebenarannya nanti.”
Pria itu segera diseret keluar dari ruangan, dan ketegangan masih memenuhi udara. Liora menatap Ares tajam. “Kita tidak punya banyak waktu. Jika apa yang dia katakan benar, kita harus bergerak sekarang. Kita harus menghentikan Ragnar sebelum pasukannya sampai di sini.”
Ares mengangguk, kesadaran akan bahaya yang mereka hadapi semakin jelas. “Apa rencanamu?”
Liora menatap peta di atas meja. “Kita akan membagi pasukan. Sebagian akan tetap di sini untuk mempertahankan markas, tetapi sebagian lagi akan pergi bersamamu ke istana. Ragnar mungkin sudah siap dengan pertahanan, tapi dengan dokumen ini, kita punya keuntungan.”
“Kita harus bertindak cepat,” lanjutnya. “Jika pasukan Ragnar datang dan kita belum siap, semuanya akan hancur.”
Ares setuju. Tidak ada waktu untuk ragu. “Aku akan pergi ke istana sekarang. Kau atur pasukan di sini.”
Sebelum Liora bisa menjawab, seorang lagi pemberontak datang dengan berita buruk. “Gerombolan pasukan elit sudah terlihat di utara! Mereka akan sampai di sini dalam waktu kurang dari dua jam!”
Liora mengutuk pelan. “Tidak ada waktu lagi. Kita harus bergerak. Ares, kau bawa pasukan kecil dan selesaikan misi ini. Aku akan memimpin pertahanan di sini.”
Ares mengangguk tegas, lalu berbalik, memimpin sekelompok pemberontak terbaik yang dipilih oleh Liora. Saat mereka melangkah keluar dari markas, hanya satu pikiran yang memenuhi benaknya: Ragnar sudah siap, dan pertempuran ini tidak akan mudah.
---
Di kejauhan, matahari mulai terbit di atas Valyria, menandakan permulaan baru. Tapi bagi Ares, ini hanyalah awal dari malam panjang yang penuh dengan darah dan pengkhianatan. Dia tidak tahu siapa yang akan bertahan, tetapi dia tahu satu hal: Ragnar harus dihentikan, apapun yang terjadi.
---
cerita othor keren nih...