Adelia cahya kinanti, seorang wanita barbar yang terpaksa menikah dengan pria lumpuh dan juga depresi akibat kecelakaan yang menimpanya. Adelia menerima semua perlakuan kasar dari pria yang di nikahinya.
Albert satya wiguna, seorang pria malang harus menerima kondisinya yang dinyatakan lumpuh oleh Dokter akibat kecelakaan yang membuatnya trauma berat, selain kakinya yang lumpuh mentalnya juga terganggu akibat rasa bersalahnya yang membekas di ingatan, kecelakaan terjadi saat dia mengendarai mobil bersama kedua orangtuanya namun tiba-tiba ada sebuah mobil yang sengaja menghantam mobil miliknya, Albert berusaha menghindari mobil tersebut namun rem mobilnya blong hingga akhirnya mobil yang di tumpanginya berguling-guling di jalanan yang sepi, beruntung dia dan ibunya selamat namun ayahnya meninggal di tempat akibat terhimpit sehingga kehabisan nafas.
akankah Albert sembuh dari sakitnya? apakah Adel mampu mempertahankan rumah tangganya bersama pria lumpuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Al menangis
Malam hari.
Indah membereskan pakaiannya dan menyusunnya ke dalam koper, tak lupa ia membawa foto suaminya yang sudah beberapa bulan meninggalkannya untuk selama-lamanya.
"Mas, jika Tuhan berkehendak lain padaku, tolong kau tunggu kedatanganku disana kita melepas rindu yang setiap harinya menggunung ini." Ucap Indah mengusap foto wiguna.
Tetes demi tetes air mata itu jatuh mengenai bingkai foto Wiguna.
Setiap hari Indah selalu memendam rasa rindunya kepada suaminya, dia tak pernah memperlihatkan rasa sedihnya di depan anak-anaknya apalagi mengingat kondisi salah satu putranya yang seperti sekarang ini.
Kring.. Kring..
📱 : Hallo, ada apa Satria?" Tanya Indah.
📱: Nyonya, semuanya sudah siap.
📱: Terima kasih kau sudah membantuku, Satria.
📱: Nyonya jangan berterimakasih padaku, karena memang semua sudah menjadi tugasku.
📱: Jangan sampai Al tau, cukup Rasya saja aku tak ingin Al sampai drop lagi.
📱: Baik nyonya.
Indah menutup telponnya, dia kembali memasukkan barangnya ke dalam koper. Selesai mengemasi barang Indah merebahkan tubuhnya ,di tatapnya bantal di sebelahnya yang dulu selalu diisi oleh suami tercintanya, Indah mengingat semua momen yang pernah dilaluinya dari awal pacaran sampai kini memiliki tiga orang anak yang sudah dewasa, tak terasa air mata mengalir di pipinya sampai ia tertidur.
Adel berdiri di balkon kamar Al, dia menikmati sejuknya malam disertai semilir angin menerpa kulitnya. tak di sangka ternyata kini ia sudah menikah, tinggal berjauhan dengan orangtua dan sahabatnya.
"Masuk." Titah Al yang berada di belakang tubuh Adel.
"Apa sih? Ganggu aja." Sahut Adel menoleh kearah suaminya.
"Disini dingin." Ucap Al.
"Jangan bawel deh, sini ada yang mau aku bicarakan denganmu." Ucap Adel melambaikan tangannya meminta suaminya mendekat.
Albert maju memutar rodanya, menghampiri Adel yang duduk diatas kursi memeluk kakinya.
"Apa sekarang kau merasa lebih baik? Apa mimpi burukmu masih menghampirimu saat kau tidur?" Tanya Adel.
"Tidak, sekarang aku merasa lebih baik." Jawab Al jujur.
"Setelah mengantar mommy ke bandara, boleh enggak aku pulang dulu ketemu ayah sama ibu? Tapi kau juga harus ikut?" Ucap Adel.
Adel memohon kepada Al, dia memasang wajah termanisnya di depan Al.
"Tidak boleh." Tolak Al.
"Kenapa? Aku kan cuman mau ketemu ayah sama ibu kenapa gak boleh? Lagian gak akan lama kok." Cerocos Adel beruntun.
Al menundukkan kepalanya wajahnya, bukannya dia tidak mau tapi dia takut kalau orangtua Adel menghinanya sama seperti orangtua sonia, kondisinya yang cacat membuat Al malu untuk bertemu dengan orang lain. Bayang-bayang menyakitkan membuatnya insecure, bahkan dulu dia sangat penuh percaya diri.
"Aku malu." Ucap Al menundukkan kepalanya.
"Malu kenapa?" Tanya Adel mengulang kata-kata Albert.
"Aku cacat, apa kata orangtuamu nanti dan kata orang-orang ketika melihatmu berjalan denganku yang duduk di kursi roda? Mereka pasti jijik melihatku." Ucap Al menundukkan kepalanya.
Adel lupa kalau Al mengalami trauma yang membuatnya tidak mau keluar menemui siapapun, kekasihnya yang dulu dicintainya pun ikut menghinanya pasti Al merasa malu juga ketika di ajak ke rumah mertuanya.
"Pokoknya kau harus ikut denganku! Dengarkan aku, kau harusnya bersyukur meskipun kau cacat kau tidak kekurangan, tidak seperti orang-orang di luaran sana mereka lumpuh, stroke dan memiliki penyakit parah lainnya mereka tidak memiliki uang untuk makan apalagi untuk memeriksakan dirinya ke rumah sakit, sedangkan kau? Mommy bilang padaku kau masih memiliki kesempatan untuk bisa sembuh dari traumamu dan juga dari kelumpuhanmu, memiliki tubuh yang bugar, banyak pelayan yang melayanimu kau ingin apa tinggal sebut. Tuhan memberikan cobaan kepadamu agar kau bersyukur bukannya mengeluh, ambil semua hikmahnya. Kau tahu sendiri bukan, aku disini sedang berusaha mengembalikan kondisimu agar bisa seperti sediakala, aku mengajakmu ke rumahku bukan semata-mata hanya berkunjung kesana, aku ingin mengajak ayah untuk mengantarku ke tempat pengobatannya dulu dan memeriksakan kakimu. Paham!!!" Ucap Adel menggebu-gebu, dia ingin Al bangkit dari rasa sakitnya. Persetan dengan penilaian orang lain, toh kedua orangtuanya pun tidak akan mempermasalahkan kondisi Albert.
Untuk pertama kalinya Al mengeluarkan airmatanya, ia menunduk menyembunyikan rasa sedihnya di hadapan Adel. Adel menatap Al yang terus menunduk, dia merasa kalau Al sedang menangis tapi dia tak percaya kalau memang benar Al menangis.
'masa iya dia nangis? Gak mungkin banget..' batin Adel.
"Kau menangis?" Tanya Adel memastikan bahwa dugaannya benar.
Al tetap menunduk, Adel merasa bersalah karena telah memarahi Al.
'apa aku terlalu berlebihan memarahinya ya?' Batin Adel.
Adel berdiri lalu memeluk tubuh Al, sedangkan Al menyembunyikan wajahnya di perut Adel. Semua perkataan Adel ada benarnya, untuk itu dia merasa bersalah pada dirinya sendiri dan juga pada anggota keluarganya yang lain karena telah menyusahkan semua orang.