Niat hati memberikan kejutan kepada sang kembaran atas kepulangannya ke Jakarta, Aqilla justru dibuat sangat terkejut dengan fakta menghilangnya sang kembaran.
“Jalang kecentilan ini masih hidup? Memangnya kamu punya berapa nyawa?” ucap seorang perempuan muda yang dipanggil Liara, dan tak segan meludahi wajah cantik Aqilla yang ia cengkeram rahangnya. Ucapan yang sukses membuat perempuan sebaya bersamanya, tertawa.
Selanjutnya, yang terjadi ialah perudungan. Aqilla yang dikira sebagai Asyilla kembarannya, diperlakukan layaknya binatang oleh mereka. Namun karena fakta tersebut pula, Aqilla akan membalaskan dendam kembarannya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bukan Emak-Emak Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Jadi Chilla Sebentar Saja
“Kalian harus jadi Chilla sebentar saja!”
“Kalian wajib dilempar dari atas bendungan, agar kalian merasakan bagaimana sensasi tenggelam di tengah arus sangat kencang!”
“Aku bersumpah, ... satu persatu dari kalian akan merasakannya!”
Aqilla yang berbicara dalam hati, mengabaikan setiap pertanyaan Oskar. Berondong meresahkan yang menenangkannya sampai kebingungan. Oskar berinisiatif memutarkan surat ayat kursi di ponselnya.
“Paling benar kamu memang enggak ke sini. Ini kamu pasti ketempelan demit penjaga sini!” ucap Oskar sambil membantu Aqilla berdiri. Namun, tubuh Aqilla terlalu lemas. Oskar kewalahan karenanya. Aqilla bahkan Oskar curiganya nyaris pingsan.
“Kuat ... kuat, Qilla. Kuat! Chilla butuh kamu!” batin Aqilla sambil menatap nanar suasana sekitar. Suasana yang amat sangat mengerikan.
Seorang pria berpakaian panjang serba hitam dan memakai jaket kulit hitam, lari dari jalan sebelah. Kedatangannya sempat mengusik Oskar. Sebab Aqilla yang meski tak sampai pingsan, masih belum baik-baik saja. Napas Aqilla bahkan masih memburu—ngos-ngosan parah. Seolah gadis cantik itu baru saja lari maraton.
Dering telepon masuk di ponselnya, mengusik Aqilla. Aqilla langsung siaga menjawabnya, terlebih telepon suara tersebut dari uncle Syukur. Aqilla amat sangat bersemangat dan memang masih emosional.
“Uncle ...?”
“Lihat ke jalan sebelah. Laki-laki berpakaian serba hitam dan memakai jaket kulit hitam. Dia bagian dari rombongan yang telah menemukan Chilla.”
Balasan dari uncle Syukur barusan, sukses membuat Aqilla tak hentinya merinding. “Chilla sudah ditemukan?” sergahnya lirih sangat penasaran hingga ia sengaja memastikan. Di jalan sebelah, ada pria berpakaian hitam dan juga memakai jaket kulit hitam. Pria matang berwajah tampan itu sudah memperhatikan Aqilla kemudian mengangguk.
Anggukan tersebut Aqilla yakini sebagai kode karena uncle Syukur yang ia mintai bantuan, tampaknya sudah mengurus semuanya.
“Sayangkuh!” sergah Oskar lantaran Aqilla mendadak buru-buru lari menyusul si pria berpakaian serba hitam.
B o d o h n y a Oskar, ia refleks menyusul Aqilla sambil menuntun motornya. Alih-alih menungganginya, agar ia tak kewalahan layaknya sekarang. Oskar sampai berkeringat parah, dan baru sadar ketika Aqilla memarahinya.
“Ngapain kamu tuntun gitu? Nyalain motornya!” ucap Aqilla yang tetap melangkah buru-buru mengikuti pria yang ia ikuti.
“Kok ... kok galaknya mirip ... kak Qilla, ya? Enggak centil, enggak manja, apalagi cengeng,” pikir Oskar yang kemudian refleks mengawasi sekitar. “Terus, kenapa dia minta aku antar ke sini? Memangnya dia sedang cari apa? Yang dia cari sudah ketemu dan itu, yang dikasih tahu sama om-om jaket hitam, kah?” pikir Oskar bersiap mengemudikan motornya.
“Papa mama kalian akan Uncle beri tahu, setelah keadaan Chilla membaik. Sekarang, tolong urus pemindahan Chilla dari puskesmas terdekat. Biar Chilla dirawat di markas mafia saja. Di sana semua perlengkapan kesehatan lengkap. Selain Chilla yang akan jauh lebih aman, dan tentunya bisa jauh lebih tenang,” ucap Uncle Syam, dan membuat Aqilla menyimaknya sambil mengangguk-angguk. “Jangan hanya lihat luka fisiknya. Namun, kita juga wajib ke luka mentalnya. Apa yang dia alami pasti membuatnya trauma parah. Terlebih kita tahu, Chilla paling anti dikerasi.”
Beberapa saat kemudian, pertemuan itu terjadi. Asyilla atau itu Chilla sungguh masih hidup. Hanya saja, kondisinya belum stabil. Fisik Chilla terbilang dipenuhi luka, khususnya luka lebam, sayatan, bahkan robekan. Wajah cantiknya masih lebam dan bengkak parah. Hingga bagi mereka yang belum kenal dan tidak mengenalinya dengan saksama, tidak mungkin bisa mengenali Chilla. Sebab keadaan Chilla kali ini, lebih mirip pasien operasi plastik.
Keadaan sang kembaran yang terluka parah. Belum lagi mental yang tak sembarang orang bisa memahaminya. Membuat Qilla makin mantap membalaskan dendam kepada Rumi, Liara, dan juga semua yang terlibat. Sungguh tanpa terkecuali. Sebab satpam sekolah juga akan Aqilla kasuskan.
Asyilla yang belum sepenuhnya sadarkan diri, diboyong menggunakan mobil pribadi. Aqilla terlibat dalam pemboyongan tersebut.
“K—Kak ... Kak Qilla ...? Kakak datang?” lemah Asyilla. Meski pandangannya masih kabur, ia yakin gadis cantik yang mengabsen wajahnya dengan kecupan di antara air mata yang berlinang, merupakan kakak sekaligus kembarannya.
Aqilla mengangguk-angguk. Ia ingin berusaha tersenyum, tapi setiap apa yang ia lakukan dalam responnya kepada Asyilla, hanya berupa tangis, tangis, dan hanya itu. Apalagi ketika Asyilla berakhir tak sadarkan diri.
“Chillaaaaa, Kakak bersumpah semuanya akan kembali baik-baik saja! Kakak bersumpah, mereka akan mendapatkan balasan setimpal!” ucap Aqilla di antara isaknya sambil mendekap tubuh Asyilla yang benar-benar lemah.
“Itu tadi siapa, sih? Kok rasanya enggak asing?” tanya Oskar ketika Aqilla kembali kepadanya.
Setelah memintanya untuk menunggu tak jauh dari mobil yang membawa Asyilla, kini Aqilla juga meminta Oskar untuk membawanya pulang.
“Beneran enggak asing, dan anehnya. Lihat dia yang terluka parah gitu, kok ... kok hatiku krenyes-krenyes kayak disayat. S—sakit banget!” batin Oskar sambil mengemudikan motornya.
Layaknya siang tadi saat mereka sampai. Sore kali ini juga masih agak mendung dan tidak begitu terik. Hingga perjalanan jarak jauh menggunakan motor, mereka jalani tanpa kendala berarti. Namun, Oskar yang sudah bucin akut ke Asyilla tetap kesakitan hanya karena teringat sosok Asyilla terluka parah.
***
“Kalau kamu terus begini, ... Papa enggak segan kirim kamu ke rumah nenekmu!”
“Jika kamu terus berulah mirip orang enggak waras, Papa juga enggak segan pasung kamu!”
“Dan mulai sekarang juga, enggak ada lagi yang namanya hape atau akun sosmed lainnya biar kamu enggak berulah dan bikin karier Papa h a n c u r!” tegas pak Pendi ketar-ketir. Tangan kanannya yang tidak memegang ponsel, menoyor geregetan kening sang putri.
“Sudah, Pa!” tegas ibu Srikandi yang tetap mendekap erat Rumi. Karena walau diam, tubuh Rumi terus gemetaran. Tingkah Rumi makin lama lebih mirip orang ketakutan, tapi mirip orang terkena sawan juga.
“Kamu lagi. Enggak becus jadi ibu! Jaga anak satu saja, enggak becus. Apalagi kalau kamu sampai punya banyak anak seperti orang-orang?!” tegas pak Pendi yang memarahi habis-habisan sang istri. Wanita cantik dan tampak layaknya sebaya Rumi itu, hanya menangis sambil menunduk, tanpa berani melawannya.
Sekadar merespons makian sang suami, ibu Srikandi sungguh tidak melakukannya. Ibu Srikandi terima-terima saja disalahkan. Meski tanpa siapa pun ketahui, cara pak Pendi yang juga sangat tidak menghargai sang istri, membuat Rumi dendam. Sisi psikopat dalam diri seorang Rumi tumbuh dengan sangat cepat.
Di tengah tatapannya yang menatap tajam sang papa, pikiran Rumi membayangkan andai dirinya menghabisi sang papa dengan belati atau pisau, kemudian menikamnya tanpa henti, di tempat yang gelap. Kemudian adegan tersebut membuat sang papa berteriak kesakitan. Teriak kesakitan yang sangat membuatnya senang. Saking senangnya meski baru dibayangkan, kini Rumi jadi tertawa bebas. Tawa bebas yang sulit dihentikan dan membuatnya makin dipandang buruk oleh sang papa.
“Hahahahahahahaha!”
“Siap-siap! Bawa dia ke rumah ibumu agar dia berhenti membuatku malu! Bisa kacau andai orang-orang tahu. Untung unggahan dia juga ketahuan dan aku buru-buru menutup a k u n nya!” tegas pak Pendi sambil menatap kesal sang istri yang masih bertahan duduk di pinggir tempat tidur Rumi.
Sampai detik ini, ibu Srikandi masih mendekap Rumi erat dari belakang.
(Ramaikan yaaa ❤️)
😏😏😏
iya juga yaa,, kalo sdh singgung k Mbah Kakung,, memoriq tiba2 jadi blank🤭😅
ini angkatan siapa ya... 🤣🤣🤣
kayaknya aq harus bikin silsilah keluarga mereka deh... 🤣🤣🤣
beri saja Liara hukuman yg lebih kejam Mb...
Angkasa ....,, tunggu tanggal mainnya khusus utkmu dari Aqilla
Jangan smpe orang tua nya liara berkelit lagi ...