Cek visual di tiktok @author.saras.wati ❤️
Sequel dari Pesona Setelah Menjadi Janda
(Mohon untuk membaca novel sebelum nya agar kalian tidak bingung)
***
Arra yang kini berusia 18 tahun, baru saja memasuki dunia perkuliahan. Banyak hal yang berubah dalam diri gadis itu. Namun hanya satu hal yang tidak berubah, yaitu sebagai pacar dari Leo Rexander.
Meski tidak pernah di akui oleh Arra, Leo selalu kekeh mengenai hubungan mereka. Sehingga tidak sedikit orang yang mengira jika Leo hanya lah seorang pembual. Dan hal tersebut membuat beberapa laki-laki berusaha mendekati Arra.
Mau tau bagaimana keseruan Arra dan Leo menjalani kehidupan mereka? Tetap beri dukungan kalian agar author semangat untuk update setiap hari 🤗
Happy reading guys ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saras Wati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepanikan Arra
Arra dan Leo sudah tiba di kampus. Ini adalah hari terakhir mereka melaksanakan ospek. Banyak hal menyenangkan yang Arra lewati, terutama kini ia semakin akrab dengan Gladys.
"Arra..."
Arra menoleh saat mendengar seseorang memanggil nya.
"Hai." sapa Arra sambil tersenyum.
"Lo baru dateng?"
Arra mengangguk, "iya. Ayo kita ke auditorium langsung." ajaknya pada Gladys.
Mereka berdua pun langsung berjalan masuk ke dalam auditorium. Sedangkan Leo, dia sudah lebih dulu masuk saat Gladys datang menyapa Arra.
"Nggak kerasa ya hari ini ospek terakhir kita." celetuk Gladys.
Arra mengangguk, "iya. Mana nanti malam ada konser mini lagi buat penyambutan, seru banget pasti."
"Lo dateng kan?" tanya Gladys.
"Pasti dong, rugi kalau aku nggak dateng."
Kedua gadis itu melanjutkan obrolan mereka hingga suara Renald mengalihkan perhatian semua orang.
"Semua nya berbaris." perintah Renald menggunakan mic.
Gladys dan Arra langsung berbaur dengan maba perempuan lain nya. Mereka hari ini masih menggunakan pakaian putih dengan bawahan berwarna hitam.
"Hari ini adalah ospek terakhir kalian. Jadi kita akan berkeliling ke seluruh fakultas supaya kalian bisa lebih mengenal dengan baik kampus kalian. Saya harap yang perempuan tetap di barisan nya, begitu juga yang laki-laki. Apa kalian mengerti?"
"Mengerti kak." jawab seluruh maba dengan serempak.
"Barisan perempuan akan di pimpin Monica, dan yang laki-laki di pimpin oleh saya." jelas Renald seraya menoleh kearah Monica.
"Yang perempuan ayo ikut saya." teriak Monica dengan cukup keras.
Para maba perempuan mulai bergerak mengikuti Monica yang sudah keluar dari auditorium.
Arra dan Gladys berjalan bersisian, sesekali mereka mengobrol dengan suara yang sangat pelan.
"Kita sekarang akan masuk ke fakultas kedokteran. Bagi yang mengambil jurusan tersebut, kalian akan belajar di gedung ini." jelas Monica menggunakan alat pengeras suara agar bisa di dengar oleh semua maba perempuan.
Semua maba menyimak dengan baik penjelasan yang di berikan oleh Monica. Arra dan Gladys yang berada di barisan paling belakang, terlihat sibuk memperhatikan sekeliling gedung kedokteran tersebut.
Monica terus mengajak seluruh maba untuk berkeliling, hingga akhirnya mereka tiba di fakultas terakhir yaitu fakultas psikolog. Arra dan Gladys yang kebetulan mengambil jurusan itu, terlihat sangat antusias.
Monica kembali menerangkan mengenai beberapa tempat yang ada di gedung tersebut.
"Kita sudah berada di fakultas terakhir. Sekarang kalian bisa beristirahat selama 1 jam, dan kembali berkumpul di auditorium untuk mendapatkan pengarahan sebelum pulang. Apa kalian mengerti?" tanya Monica.
"Mengerti kak." jawab seluruh maba.
"Kalian bisa pergi sekarang." ujar Monica.
Semua maba mulai bubar dan berpencar. Gladys mengajak Arra untuk pergi ke kantin, namun Arra ingin pergi ke toilet karena sejak tadi dia menahan diri untuk buang air kecil.
Gladys menawarkan diri untuk menemani, namun Arra menolak.
"Kamu duluan aja, aku cuma sebentar kok. Kalau boleh, tolong pesanin aku roti isi sama jus stroberi ya." ucap Arra.
Gladys akhirnya mengangguk, lalu ia pamit dan meninggalkan Arra yang juga mulai berlari menuju toilet.
Sesampainya di toilet, hanya ada Arra saja. Gadis itu bergegas masuk ke bilik toilet yang terlihat terbuka sedangkan yang lain nya tertutup rapat.
Dengan sedikit kasar Arra menutup pintu karena terburu-buru. Setelah bisa melaksanakan hajat nya, Arra merasa lega.
Setelah membersihkan diri, Arra berniat keluar. Namun tiba-tiba dia berubah panik karena pintu nya tidak bisa terbuka. Sekuat tenaga Arra berusaha membuka pintu tersebut namun hasil nya nihil.
Arra langsung berteriak untuk meminta tolong, dan berharap ada orang yang mendengarnya. Arra terus berteriak sembari berusaha membuka pintu.
Beberapa menit dia berusaha, Arra yang merasa kelelahan mulai menangis. Dan sial nya di saat seperti ini dia tidak membawa ponsel nya. Karena benda itu ia simpan di tas yang saat ini ada di auditorium.
Arra menggedor pintu dan kembali berteriak meski tidak senyaring sebelum nya karena dia sudah mulai kelelahan. Tapi tetap saja tidak ada orang yang mendengarnya. Mungkin karena letak toilet itu yang berada paling ujung, sehingga orang-orang jarang pergi kesana dan memilih toilet yang ada di bagian tengah gedung.
Arra terduduk di atas toilet. Dia menutup wajah nya dengan kedua tangan. Saat ini Arra benar-benar merasa panik dan sedikit takut.
"Leo...." lirih Arra tanpa sadar memanggil nama laki-laki yang tidak pernah ia akui sebagai kekasih itu.
Di sisi lain Leo yang saat ini berada di kantin, mengedarkan pandangan nya keseluruh area kantin. Dia sedang mencari keberadaan Arra.
Leo berjalan dengan kepala yang terus bergerak memperhatikan sekitarnya. Saat ia melihat stand yang menjual aneka jus, Leo mendapati Gladys sedang mengantri disana.
Dengan cepat Leo menghampiri teman baru Arra tersebut.
"Arra mana?" tanya Leo tanpa menyapa Gladys terlebih dahulu.
Gladys terkejut karena tiba-tiba mendengar suara berat Leo di dekatnya.
"Ya Tuhan, ngagetin aja sih lo." ucap Gladys yang mengelus dada nya dengan cepat.
Leo menatap datar ke arah Gladys yang mana membuat gadis itu sedikit gugup.
"Itu si Arra tadi ijin ke toilet. Tapi udah lumayan lama sih, gue aja udah disini udah hampir 20 menitan tapi sampai sekarang dia belum muncul juga." Gladys juga mulai sadar jika Arra terlalu lama berada di toilet.
"Toilet mana?"
"Di toilet fakultas psikolog."
Tanpa mengatakan apapun lagi, Leo langsung berlari meninggalkan Gladys.
Dengan sekuat tenaga Leo berlari melewati beberapa gedung karena fakultas psikolog berada paling ujung.
Setelah beberapa menit berlari, akhirnya Leo sudah sampai di gedung tersebut. Mata nya bergerak liar memperhatikan sekitar yang mana cukup sepi dan hanya terlihat beberapa orang yang sedang bersantai di depan gedung.
Leo yang juga tadi kesini bersama rombongan nya sudah mengetahui di mana letak toilet. Leo kembali berlari untuk mengecek apakah Arra masih ada disana atau tidak.
Kembali kepada Arra yang semakin panik karena sudah 20 menit lebih dia terkurung di dalam bilik toilet. Tubuh nya mulai gemetaran saking dia merasa takut.
Arra mengumpulkan sisa tenaga nya, dan kembali berdiri dan menggedor pintu. Dengan suara yang tidak terlalu nyaring Arra berteriak meminta pertolongan.
Setelah beberapa kali mencoba, Arra sudah merasa lemas dengan tubuh semakin gemetaran. Arra mulai pasrah, dan berharap Gladys atau Leo menyadari jika saat ini dia belum kembali ke auditorium.
"Hei, apa ada orang?"
Arra mengangkat wajahnya saat mendengar ada seseorang.
"Tolong saya. Saya terkunci disini." teriak Arra dengan tenaga yang sudah terkuras habis.
suara derap langkah terdengar mendekat, membuat Arra merasa lega. Akhirnya ada orang yang akan menolong nya.
"Hei, kamu nggak apa-apa?" tanya orang itu yang ternyata seorang laki-laki.
"Iya saya nggak apa-apa. Tapi pintu nya tidak bisa terbuka." jawab Arra.
"Kalau begitu kamu menjauh dari pintu, saya akan coba mendobrak nya."
Arra mengangguk meski orang itu tidak bisa melihat nya.
"Saya sudah menjauh dari pintu." ucap Arra yang bersandar pada dinding.
Tak berapa lama suara pintu yang di dobrak terdengar nyaring. Arra memegangi dada nya karena saat ini jantung nya berdetak terlalu kencang. Mungkin karena efek panik dan juga ketakutan nya tadi. Bahkan tangan Arra masih gemetaran.
Setelah beberapa kali percobaan, akhirnya pintu terbuka. Arra bisa bernapas dengan lega.
"Arra."
Arra mengangkat wajahnya, "kak Bian?"
"Astaga, ternyata kamu yang terkunci disini. Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Biantara dengan wajah khawatir.
Arra mengangguk lemah, "iya kak, aku nggak apa-apa."
"Syukurlah kalau gitu. Sekarang ayo kita keluar."
Arra mulai beranjak, namun baru beberapa langkah Arra terlihat lemas dan berpegangan pada dinding.
"Hei, kamu kenapa?" tanya Biantara saat menyadari Arra sedang tidak baik-baik saja saat ini.
"Aku lemas kak, karena tadi panik dan ketakutan." jawab Arra yang berusaha menormalkan perasaan nya.
"Mau aku bantu?" tawar Biantara yang memberikan tangan nya untuk di pegang oleh Arra.
Arra menatap tangan Biantara, namun belum sempat dia berpikir, tiba-tiba saja Leo muncul dengan wajah marah nya.
"Arra, hari ini lo ngelakuin kesalahan yang fatal." ucap Leo yang sudah berdiri di hadapan Arra.
Arra menatap nanar kearah Leo. Tubuhnya semakin merasa lemas saat melihat kemarahan di wajah laki-laki itu.
"Eh, lo nggak liat kalau Arra udah lemas. Kalau lo nggak mau bantuin, biar gue aja." ucap Biantara membuat Leo semakin tajam menatap Arra.
Tanpa aba-aba Leo langsung menggendong Arra.
Leo berbalik dan menatap Biantara tanpa rasa hormat.
"Gue nggak akan biarin cowok lain buat nyentuh pacar gue." ucap Leo dengan wajah datar nya.
Tanpa mengatakan apapun lagi, Leo langsung berlalu dengan Arra yang terdiam dalam gendongan nya.
"Leo." lirih Arra dengan suara bergetar.
"Diam, gue nggak mau dengar penjelasan apapun." ujar Leo dengan dingin.
Arra pun mengurungkan niat nya untuk menjelaskan apa yang terjadi pada laki-laki itu. Dia akan menjelaskan nya nanti saat Leo sudah mulai tenang.
Dengan langkah lebar nya, Leo membawa Arra ke ruang kesehatan yang untung saja tidak jauh dari fakultas psikolog.
Setiba nya di ruang kesehatan yang sepi, Leo membaringkan Arra di atas bed.
Leo langsung mengambilkan air putih yang tersedia di dalam ruangan itu dan memberikan nya kepada Arra.
Arra duduk dan langsung meminum nya beberapa tegukan. Lalu memperhatikan Leo yang terlihat sedang mencari sesuatu di dalam sebuah kotak plastik.
Tak berapa lama Leo kembali menghampiri Arra.
"Ini." Leo menyerahkan obat demam kepada Arra.
"Tapi aku nggak demam Leo."
"Badan lo hangat. Cepat minum." ucap Leo masih dengan wajah datar nya.
Arra akhirnya menerima obat itu dan langsung memasukan ke dalam mulut nya. Dengan bantuan air putih, Arra berhasil menelan obat berukuran kecil itu.
Arra menyerahkan gelas yang sudah kosong kepada Leo.
"Tidur, lo perlu istirahat."
Arra diam dan tidak menuruti apa yang dikatakan oleh Leo membuat laki-laki itu menatap kearah nya.
"Kamu nggak mau nanya apa yang terjadi sama aku tadi?" tanya Arra.
"Gue akan cari tau sendiri apa yang terjadi, sekarang lo tidur."
Arra yang sangat merasa lelah, akhirnya memutuskan untuk merebahkan diri nya. Tapi sebelum dia memejamkan mata, dia menoleh kepada Leo.
"Tapi kita kan disuruh ngumpul di auditorium." ujar Arra yang tiba-tiba merasa tidak tenang untuk beristirahat.
"Nggak perlu mikirin itu. Sekarang lo tidur." jawab Leo.
"Tapi kan....."
"Arrabella, apa perlu gue bantu lo buat tidur, hm?" potong Leo dengan tatapan mengintimidasi nya.
Arra langsung menggeleng, dan dengan cepat menutup mata nya. Leo menarik sebuah kursi dan duduk di samping bed Arra. Dia akan menemani gadis itu hingga jam pulang nanti.
ceritanya seru.
penasaran, bagaimana nanti dengan Ara, setelah kepergian nya leo