NovelToon NovelToon
Permainan Tak Terlihat

Permainan Tak Terlihat

Status: tamat
Genre:Tamat / Balas Dendam / Pemain Terhebat / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Permainan Kematian
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Faila Shofa

Permainan Tak Terlihat adalah kisah penuh misteri, ketegangan, dan pengkhianatan, yang mengajak pembaca untuk mempertanyakan siapa yang benar-benar mengendalikan nasib kita

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faila Shofa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

jejak misteri

Setelah melalui portal yang membelah ruang dan waktu, Diana, Shara, Nanda, dan Arman menemukan diri mereka terdampar di sebuah dunia yang sangat berbeda dari dunia yang mereka kenal. Mereka berdiri di sebuah kota kecil, tetapi segalanya terasa asing. Tak ada tanda-tanda kehidupan, hanya deru angin yang berhembus pelan di jalan-jalan kosong. Bangunan-bangunan di sekeliling mereka tampak usang, dan jalan-jalan yang biasanya ramai kini tampak sunyi dan tak terawat. Suasana mencekam menggantung di udara, membuat mereka merasa seperti berada di dunia yang terabaikan oleh waktu.

"Di mana ini?" tanya Shara, suara hatinya penuh kebingungan.

"Entahlah," jawab Nanda dengan ragu, menatap sekelilingnya. "Ini bukan tempat yang pernah kita kenal."

Diana mengamati setiap detail dengan cermat. "Tapi ini nyata. Ini bukan mimpi. Kita bisa merasakannya. Begitu nyata."

Arman mengalihkan pandangannya ke jalanan yang tampak kosong, memandangi bangunan-bangunan yang rapuh dan beberapa kendaraan tua yang tampaknya telah lama tak digunakan. "Ada sesuatu yang aneh dengan tempat ini. Tidak ada orang. Tidak ada suara, bahkan tak ada hewan pun yang terdengar."

Mereka mulai berjalan pelan, tidak yakin ke mana tujuan mereka. Udara terasa berat, penuh dengan keheningan yang mencekam. Sesekali, mereka mendengar suara gemerisik daun yang ditiup angin, tetapi itu saja. Tidak ada tanda-tanda kehidupan.

"Sesuatu tidak beres di sini," kata Diana pelan. "Kita harus berhati-hati."

Tiba-tiba, di ujung jalan, mereka melihat sebuah papan pengumuman yang tampak sudah lama terpasang. Diana mendekati papan itu, dan di sana tertulis dengan huruf besar yang hampir tidak terbaca:

"Pilih jalanmu. Dunia ini bukan milikmu."

Tiba-tiba, suara keras terdengar dari arah belakang mereka. Semua berbalik, terkejut. Sebuah kendaraan besar muncul dari kejauhan, menurunkan seseorang dengan langkah tegas.

Orang itu mengenakan pakaian gelap, wajahnya tersembunyi di balik topi hitam, dan langkahnya penuh dengan rasa tujuan. Dia berhenti beberapa langkah dari mereka dan berkata, "Kalian tak seharusnya ada di sini."

Diana merasa tubuhnya menegang. "Siapa Anda?" tanyanya dengan suara rendah.

Orang itu tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia mengamati mereka dengan tatapan tajam yang seolah dapat melihat jauh ke dalam jiwa mereka. "Kalian bukan bagian dari dunia ini," kata orang itu, suaranya datar. "Kalian datang karena keputusan yang kalian buat. Namun, kalian tidak tahu apa yang kalian pilih."

"Apa maksud Anda?" tanya Shara, suara ketakutannya mulai terdengar.

"Ketika kalian memilih untuk melawan, kalian memilih untuk memasuki dunia yang tak lagi dapat kalian pahami," jawab orang itu dengan nada berat. "Dunia ini sudah terjebak dalam waktu yang tidak berjalan. Kalian tak bisa kembali. Kalian tak bisa maju."

Mereka semua terdiam, mencoba memahami kata-kata orang tersebut. "Jadi, apa yang harus kami lakukan? Apakah ada jalan keluar?" tanya Arman, suaranya sedikit panik.

Orang itu menggelengkan kepalanya. "Tidak ada jalan keluar, kecuali jika kalian menyelesaikan teka-teki yang telah lama terkunci. Kalian telah memilih untuk datang ke sini, dan sekarang kalian harus menghadapinya."

Tiba-tiba, sebuah suara bergaung dari dalam kota yang gelap. "Teka-teki ada di setiap sudut dunia ini. Cari, dan kalian akan menemukan jawabannya. Tetapi hati-hati, jawaban itu tidak selalu yang kalian inginkan."

Mereka saling bertatapan, terkejut. Tidak ada lagi tempat untuk bersembunyi. Mereka telah memasuki dunia yang penuh dengan teka-teki—dan kebenaran yang mereka cari mungkin akan lebih sulit ditemukan daripada yang mereka bayangkan.

"Bagaimana cara kami menyelesaikan teka-teki itu?" tanya Nanda dengan cemas.

Orang itu menatap mereka dengan tatapan tajam. "Jawabannya ada pada pilihan kalian. Pilih dengan hati, bukan hanya dengan pikiran."

Setelah mengatakan itu, orang tersebut kembali menaiki kendaraan besar dan melaju pergi, meninggalkan mereka dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.

Diana menghela napas. "Mereka ingin kita memilih jalan tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di sini. Kita harus menemukan cara untuk memahami teka-teki ini. Tapi ini... ini jauh lebih rumit daripada yang kita bayangkan."

Shara mengangguk pelan. "Teka-teki yang sulit... seperti mereka ingin kita terjebak dalam kebingungan."

Mereka mulai berjalan lagi, berusaha mencari petunjuk lebih lanjut. Setiap langkah mereka terasa berat, dan semakin mereka melangkah, semakin mereka merasa bahwa dunia ini bukan hanya sebuah tempat yang asing—tapi juga berbahaya.

Ketika mereka memasuki sebuah gang sempit yang tampak lebih gelap, mereka menemukan sebuah dinding yang tertutup oleh papan kayu. Diana mendekat dan menemukan bahwa ada tulisan yang terukir pada papan itu, hampir terhapus oleh waktu, namun masih bisa dibaca:

"Hanya dengan melepaskan, kalian akan menemukan jalan. Melepaskan semua yang kalian pikir kalian inginkan."

Nanda menatap tulisan itu dengan bingung. "Melepaskan? Apa yang harus kita lepaskan?"

Diana menatap tulisan itu dengan cemas. "Mungkin ini bukan hanya tentang melepaskan hal-hal fisik. Mungkin ini tentang melepaskan harapan kita, ketakutan kita. Kita telah datang ke sini dengan begitu banyak pertanyaan dan ketakutan. Mungkin, untuk melangkah maju, kita harus melepaskan semua itu."

Arman memejamkan mata, mencoba memahami. "Jadi, kita harus melepaskan harapan kita untuk kembali ke dunia yang kita kenal? Harapan untuk menemukan semuanya kembali seperti semula?"

"Ya," jawab Diana pelan. "Untuk melanjutkan, kita harus melepaskan semua yang mengikat kita pada dunia lama. Kalau tidak, kita akan terjebak di sini selamanya."

Mereka semua terdiam, merasakan beratnya keputusan yang harus mereka buat. Melepaskan semuanya adalah hal yang paling sulit, tetapi mereka tahu itu mungkin satu-satunya cara untuk keluar dari dunia ini.

Dengan langkah pasti, mereka memutuskan untuk melanjutkan pencarian mereka, menyadari bahwa setiap teka-teki yang mereka pecahkan akan membawa mereka lebih dekat ke kebenaran—dan ke jalan keluar.

Namun, mereka juga tahu bahwa tidak ada yang akan sama lagi setelah ini. Dunia yang mereka hadapi bukan hanya sebuah teka-teki, tapi sebuah ujian dari hati dan keberanian mereka sendiri.

Mereka melangkah semakin jauh ke dalam dunia yang sunyi dan mencekam ini. Setiap sudut kota seolah memandang mereka dengan tatapan kosong, dan suasana itu semakin meresahkan hati mereka. Mereka tahu bahwa teka-teki yang harus mereka pecahkan semakin sulit dan tidak jelas arahnya. Namun, di dalam kebingungan itu, ada satu hal yang mereka sadari: mereka tidak sendirian. Sesuatu—atau seseorang—mengawasi setiap gerakan mereka.

Malam itu, setelah berjalan cukup jauh, mereka memutuskan untuk beristirahat di bawah sebuah pohon besar di tengah kota yang gelap. Lampu-lampu jalanan redup dan hampir mati, menciptakan bayangan panjang yang memanjang ke seluruh kota. Mereka duduk di atas trotoar, saling berbicara pelan.

"Jadi, apa sebenarnya yang kita cari di sini?" tanya Nanda, matanya tampak penuh kebingungan. "Apa yang bisa menyelesaikan teka-teki ini?"

"Entahlah," jawab Diana, menatap langit yang tertutup awan gelap. "Tapi setiap jejak yang kita temui membawa kita ke tempat yang lebih dalam—seperti ada sesuatu yang sedang mencoba memberi petunjuk, tapi juga membingungkan kita."

Shara yang sejak tadi diam tiba-tiba berkata, "Tadi… ada sesuatu yang aneh di papan itu. 'Melepaskan', katanya. Apakah itu hanya metafora, atau kita benar-benar harus melepaskan sesuatu?"

Arman yang duduk di dekat mereka menghela napas, lalu berkata dengan suara pelan, "Mungkin itu memang petunjuk yang lebih besar. Apa kalau kita tidak melepaskan sesuatu—mungkin harapan kita untuk kembali—kita tidak akan bisa maju? Tapi… bagaimana kalau kita melepaskan sesuatu yang lebih penting dari itu?"

Perbincangan mereka terhenti sejenak saat mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Mereka menoleh, tetapi tidak ada seorang pun yang terlihat di jalan sepi itu.

"Siapa itu?" tanya Diana dengan suara gemetar.

Mereka semua berbalik mencari sumber suara, tetapi hanya angin yang menggoyangkan daun-daun kering yang jatuh dari pohon.

"Apakah kalian mendengarnya juga?" tanya Nanda dengan cemas.

"Iya," jawab Shara. "Tapi tidak ada siapa-siapa."

Namun, sebelum mereka bisa melanjutkan perbincangan, sebuah suara misterius terdengar lagi. Kali ini, suara itu lebih jelas dan lebih dekat. Dari sebuah gang kecil yang gelap, muncul sebuah bayangan samar. Mereka semua terdiam, menunggu bayangan itu lebih dekat.

Ketika bayangan itu akhirnya terlihat, mereka menyadari itu adalah seorang pria dengan mantel hitam panjang. Wajahnya tertutup sebagian oleh topi besar, hanya matanya yang tajam dan menyorot keluar.

"Siapa Anda?" tanya Arman, tubuhnya terasa kaku.

Pria itu tidak langsung menjawab. Dia hanya berdiri di sana, menatap mereka dengan tatapan yang tidak bisa mereka pahami. Lalu, dia mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah jalan seberang.

"Jalan itu," suara pria itu rendah dan penuh misteri, "adalah tempat yang akan mengungkapkan segalanya."

"Tempat yang mengungkapkan segalanya?" Diana mengulang, bingung. "Apa maksud Anda?"

Pria itu hanya mengangguk pelan, lalu berbalik dan berjalan kembali ke arah gang yang gelap. Setiap langkahnya seperti menghilang dalam bayangan malam.

"Mengapa dia menunjuk ke sana?" tanya Nanda, suaranya berbisik. "Apa yang ada di sana?"

"Tempat yang mengungkapkan segalanya..." Diana berbisik, matanya melirik ke arah jalan yang ditunjuk pria misterius itu. "Kita harus ke sana."

Mereka semua saling bertukar pandang, ragu. Namun, rasa ingin tahu dan keteguhan untuk menyelesaikan teka-teki itu lebih kuat daripada ketakutan yang mereka rasakan. Tanpa berkata-kata lagi, mereka berjalan mengikuti jalan yang ditunjukkan pria itu.

Jalan itu semakin gelap dan semakin terisolasi dari sisa kota yang tampaknya telah lama terlupakan. Ketika mereka sampai di ujung jalan, mereka menemukan sebuah pintu besar yang terbuat dari batu hitam. Pintu itu tampak sangat tua, seperti sudah ada sejak zaman dahulu, dengan ukiran yang tak bisa mereka baca.

"Ini… pintu yang aneh," kata Shara, menyentuh pintu itu dengan hati-hati.

Tiba-tiba, suara berderak terdengar dari pintu batu itu, dan sebuah simbol muncul di atasnya. Simbol itu berbentuk seperti roda yang terpecah menjadi beberapa bagian, dengan setiap bagian berisi huruf yang tersembunyi. Mereka semua memandangnya, bingung.

"Apa ini?" tanya Nanda, melangkah mendekat.

Di bawah simbol itu ada sebuah tulisan kecil yang hampir tidak terlihat:

"Untuk membuka pintu ini, kalian harus mengetahui kata yang hilang dari roda ini."

Diana merasakan jantungnya berdegup kencang. "Kata yang hilang… Itu adalah teka-teki lagi."

Mereka semua berdiri di depan simbol itu, memandangnya dengan seksama. Di setiap bagian roda, ada huruf-huruf yang terbaca: L, E, P, A, S.

"Ini jelas bukan kata lengkap," kata Arman. "Ada satu huruf lagi yang hilang."

"Harusnya huruf 'M'," jawab Nanda, matanya cermat. "Melepaskan, kata yang tadi muncul di papan."

Diana menggigit bibirnya. "Tapi mengapa kata ini muncul lagi? Apa kaitannya dengan teka-teki ini?"

Mereka semua berpikir keras, berusaha memahami petunjuk yang ada. "Apa kalau kata 'melepaskan' itu benar-benar kunci untuk membuka pintu ini?" Shara bertanya, tampak ragu.

Diana menatap simbol di pintu sekali lagi. "Mungkin. Kita harus melepaskan segala harapan, atau mungkin… melepaskan bagian dari diri kita yang terlalu mengikat. Itu yang mereka maksud."

Dengan hati-hati, Diana memasukkan huruf yang hilang—**'M'—**ke dalam roda itu. Seperti sihir, suara keras terdengar, dan pintu itu perlahan terbuka, mengungkapkan ruang di dalamnya yang gelap dan misterius.

"Apakah kita siap?" tanya Nanda, matanya penuh kecemasan.

Diana mengangguk, walau hatinya berdebar kencang. "Kita tidak punya pilihan lain."

Mereka melangkah masuk, tidak tahu apa yang akan mereka temui di dalamnya, namun mereka tahu satu hal: setiap teka-teki yang mereka selesaikan membawa mereka lebih dekat pada kebenaran yang mereka cari. Tapi, seiring perjalanan mereka, semakin dalam misteri ini menyelubungi mereka—dan semakin sulit untuk mengetahui apa yang nyata dan apa yang hanya ilusi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!