Seorang pengangguran yang hobi memancing, Kevin Zeivin, menemukan cincin besi di dalam perut ikan yang tengah ia bersihkan.
"Apa ini?", gumam Kevin merasa aneh, karena bisa mendengar suara hewan, tumbuhan, dan angin, seolah mampu memahami cara mereka berbicara.
"Apakah aku halusinasi atau kelainan jiwa?", gumam Kevin. Namun perlahan ia bisa berbincang dengan mereka dan menerima manfaat dari dunia hewan, tumbuhan, dan angin, bahkan bisa menyuruh mereka.
Akankah ini berkah atau musibah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rain _Sang Raja Cincin_
Keesokan pagi, Kevin kembali ke kota Dorman membawa beberapa emas dan batu permata biasa. Hanya satu saja permata biru dari hutan buatan. Sisanya Kevin dapatkan dari beberapa tempat yang cukup jauh dari kota Dorman.
"Bos, hanya ini yang kutemukan", Kevin menyerahkan benda-benda itu ke meja Beny. Lelaki itu sedikit kecewa karena berharap Kevin mampu memberi kejutan.
"Ya, lumayan lah. Ini 550 keping emas kecil sebagai ganti", Beny menyerahkan sebuah kertas sejenis cek untuk mencairkan emas ke bank sentral kota Dorman.
"Terimakasih bos. Em, aku sepertinya akan pergi bulan ini karena bosan di sini. Kukira akan ada banyak hal menakjubkan. Nyatanya jiwaku memang petualang", Kevin membuat alasan. Sebenarnya ia ingin berlama-lama di sini. Tapi tanpa alasan kuat, itu akan jadi masalah baginya.
"Wah, sayang sekali kalau begitu. Sebelum pergi nanti, ambil gajimu meski itu mungkin hanya uang kecil untukmu", Beny menyayangkan. Namun jika kinerja Kevin hanya seperti ini, tidak rugi baginya melepas kepergian Kevin.
Kevin mengangguk dan meminta izin libur selama sepekan ini kecuali urusan bersih-bersih dan ledeng. Beny pun tidak menghalangi karena keuntungan yang dihasilkan Kevin bahkan melebihi gaji yang Beny berikan.
Kevin memanfaatkan hal ini untuk menyerap energi di taman kota. Tak lupa, ia mengumpulkan informasi dari berbagai hewan.
"Menarik. Jadi ada fasilitas seperti itu di kota ini", gumam Kevin mendengar adanya fasilitas biokimia dan energi semacam nuklir bawah tanah. Tepat di bawah gedung walikota Dorman.
"Tapi, apa aku mampu memasuki tempat serahasia itu?", Kevin belum pernah mencoba kemampuan kamuflase bunglon. Tentu saja, ia khawatir jika harus melepas semua pakaian saat menggunakan kemampuan itu.
Saat taman cukup sepi, Kevin mencoba mengalirkan energi ke kaki dan sepatunya. Berharap itu juga mampu memodifikasi tanpa perlu menanggalkannya.
"Huh, sudah kuduga, itu takkan mudah", gumam Kevin. Ia hanya melihat sedikit saja perubahan warna, menyerupai lantai taman. Tidak sepenuhnya berubah. Namun itu kabar baik karena hanya perlu berlatih untuk mengembangkan kemampuannya. Tentu saja, ini karena pakaian bukan bagian dari tubuh Kevin yang pasti membutuhkan energi lebih banyak dan ketelitian tinggi.
Kevin sudah mencoba di tangannya yang benar-benar serupa batang pohon. Bahkan teksturnya sama dengan kulit pohon.
"Wah, ini sih bukan kamuflase biasa, super nih", gumam Kevin merasa senang. Karena kemampuan kamuflasenya bahkan meniru karakter benda yang ditiru, bukan sekedar warna dan motif.
Hari itu, Kevin menyerap banyak energi. Ia menggunakan banyak akar pohon untuk mencengkeram area yang lebih luas. Ditambah kamuflase punggung sehingga seolah menyatu dengan batang pohon.
Untung dia tidak mengubah bajunya sekalian. Kalau tidak, pihak keamanan kota akan mencurigainya sebagai mutan yang mungkin akan membahayakan kota, sekaligus bahan penelitian yang menarik.
Sepekan berlalu. Kini tujuh dari sembilan mata cincin telah berpendar meski tidak seterang lampu led, hanya seperti kilau rembulan di permukaan air.
"Bos, aku pamit lebih cepat. Jiwaku sudah meronta ingin berkelana. Mungkin satu saat aku akan kembali jika memiliki benda berharga", Kevin belum bisa menyusup ke fasilitas rahasia itu sekarang. Jadi tidak ada gunanya berlama-lama di dalam kota jika dia bisa menyerap energi di hutan buatan dengan lebih tenang.
"Baik lah. Karena kerjamu efektif hanya dua pekan, maka aku hanya bisa memberimu separuh gaji. Jangan salahkan aku karena kita hanya berbisnis", Beny menyodorkan gaji Kevin dalam sebuah tas ransel.
Kevin menerima dengan senang hati. Ia berencana mengambil sisa emasnya di bank sentral. Juga karena ransel memancingnya sudah lusuh sekarang.
Keesokan pagi, setelah berhasil membawa semua hartanya, Kevin meninggalkan kota Dorman dan menetap di hutan buatan selama sepekan. Tak lupa, sebelum pergi ke hutan buatan, Kevin memberi beberapa keping emas kepada penjual gorengan waktu itu karena terkesan dengan keramahannya.
"Hufh, sekarang sudah menyala semua. Apa yang bisa kulakukan dengan ini?", malam ini Kevin berada di atas dahan pohon dan memandangi cincin itu secara seksama. Ia juga mencari dalam ingatan terkait pendar cincin keramat ini.
Cincin coklat bermata jingga sebelumnya, kini semakin indah dengan warna api yang nampak hidup dan berkedip dengan tempo kedipan lambat. Samar-samar dalam kesadarannya secara perlahan semakin jelas, Kevin melihat sosok yang bertubuh menyerupai pohon berwarna coklat berkepala api dan berzirah udara berwarna perak.
"Kamu, siapa?", Kevin bertanya dalam benaknya. Sosok itu masih tak bergeming dan tetap menutup mata dalam posisi duduk bersila.
"Hufh, sombong juga nih orang. Eh, ini orang, jin, atau iblis?", Kevin keheranan.
"Hahaha, kamu konyol nak. Aku ini hanya satu kesadaran buatan Tuhan yang dimampukan memerintah tumbuhan, hewan, dan angin", ucap sosok aneh itu saat mendengar Kevin mengklasifikasikannya.
"Kamu, bagaimana bisa punya kemampuan sehebat itu?", Kevin berharap punya kemampuan seperti itu dengan atau tanpa cincin ini.
"Itu pertanyaan konyol lainnya. Sebagaimana sifat api membakar, air menyejukkan, dan sebagainya. Dari awal, kamu pasti bingung, bagaimana tumbuhan bisa berbicara kan? Kesadaran seperti itu dibentuk oleh Tuhan, sebagaimana aku dan kekuatanku", jawab sosok itu.
Kevin terdiam menelaah ucapan sosok aneh itu.
"Lalu, apa kamu semacam jin atau perewangan?", Kevin ingin memastikan, khawatir ia akan kesulitan saat akan meninggal jika ada semacam jin bersarang di tubuhnya.
"Saat kamu telah melihat tanda kematian, cincin itu akan bisa kamu lepas dengan mudah dan didapatkan siapapun yang dikehendaki Tuhan. Buang ke sungai atau tanam ke tanah!", jawaban sosok itu membuat Kevin sedikit lega.
"Apa cincin ini punya kemampuan lain selain penyimpanan energi dan menaklukkan ketiga makhluk itu?", Kevin penasaran.
"Ada beberapa kemampuan yang akan kamu ketahui seiring bertambahnya kekuatan dan keterampilanmu, sebagaimana kamu bisa menemuiku sekarang", ujar sosok itu.
"Apa kamu punya nama?", Kevin dari tadi berbincang tanpa tahu nama sosok itu.
"Aku hanya kesadaran, bukan entitas yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak. Nama tidak penting bagiku", sosok itu nampak tidak peduli.
"Kupanggil saja.. Em, Rain, sang Raja Cincin, oke?", Kevin ingin memudahkan komunikasi ke depan. Sosok itu hanya mengangguk tanpa ekspresi. Kevin merasa senang dan segera terlelap sekarang.
Pagi itu, Kevin mencoba menyerap energi dan menyimpan ke dalam cincin. Namun energi itu malah tersimpan di dalam sel tubuhnya sendiri.
"Eh, apa cincin ini kepenuhan?", Kevin memang sudah menduga hal ini, namun kini kapasitas simpan tubuhnya pun berubah.
"Wah, hebat!", Kevin bermonolog. Ia merasakan tubuhnya seperti bisa bernafas lebih lega. Jika sebelumnya ia harus mengalirkan energi lewat saluran nafas, kini setiap pori-porinya bisa menyerap energi itu dan menyimpannya.
Namun baru setengah jam, Kevin merasakan energi di tubuhnya sudah penuh, tak bisa ditambah lagi.
"Harus dicoba efeknya", jika sebelumnya Kevin memanjat pohon untuk naik atau pun turun, kini ia mengontrol udara untuk dipijak seperti anak tangga hingga ke tanah.
"Benar-benar hebat!", Kevin memuji dirinya sendiri.