Chan Khotthot naa ... dilarang boom like.
Kenzie, seorang wanita berusia 27 tahun, sering mendapat olokan perawan tua. 'Jika aku tidak dapat menemukan lelaki kaya, maka aku akan menjadi jomblo hingga mendapatkan kriteriaku' Itulah yang dikatakannya. Namun, ibunya tidak tahan ketika para tetangga menghina anaknya yang tidak laku. Akhirnya memutuskan untuk membuat perjodohan dengan sahabat lamanya! Akankah Kenzie bersedia ataukah menolak perjodohan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShiZi_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hinaan keluarga Surya (4)
Saat ini. Semuanya berkumpul di meja makan, tetapi Kenzie benar-benar tidak nyaman akan sambutan dari sang tuan rumah.
"Aku kira kamu tidak akan datang?" Suara dari lelaki meski di usianya yang sudah tua, tetapi masih gagah, menatap malas ke arah Ardi.
"Yah, bagaimana tidak datang. Dia kan niatnya mau pamer, tapi sayang semuanya tidak sedikitpun memberi selamat kepadanya." Lelaki yang masih muda, itu pun ikut menimpali.
"Lagi pula siapa yang mau memberinya selamat, bahkan aku ingin muntah melihat wajahnya di depanku!" Seorang wanita muda pun tak mau kalah.
"Ya begitulah, bahkan anak pembawa sial itu tidak peduli dan semakin lahap. Maklum, mungkin dia tidak pernah makan enak. Jadi, biarkan saja dulu jangan di usir." Sang nenek juga ikut berkomentar, tetapi Ardi masih menganggapnya itu suara kumbang yang berisik.
Terlihat jelas dari wajah Kenzie jika wanita itu sedang menahan marah, tak ada yang bisa dilakukan selain diam. Termasuk bu Lidya sendiri dan hanya dengan wajah bersalahnya yang ia tunjukkan.
"Sialan, aku semakin tidak tahan!" umpatnya.
Kedua tangannya terkepal sempurna di bawah meja sana. Mulutnya pun enggan untuk menikmati sajian itu karena merasa muak dengan keluarga gila yang ada di depannya.
"Kenzie, kamu mau ke mana, Nak?" Bu Lidya yang merasa tidak enak, akhirnya bertanya ketika Kenzie berdiri.
"Bu, sepertinya tadi waktu kerja aku salah makan. Itu mengapa perutku terasa tidak nyaman dan ingin pulang untuk istirahat," jawab Kenzie meski harus berbohong.
"Kenapa tidak makan dulu, bukankah di depanmu banyak makanan enak." Pak Surya tanpa menoleh ke arah Kenzie, berkata seolah peduli terhadap menantunya.
"Maaf, Tuan. Mulutku tidak terbiasa dengan makan makanan seperti ini," balas Kenzie.
"Bagus dong, itu artinya kamu sadar diri!" Lelaki yang diperkirakan adik dari Ardi pun juga ikut memprovokasi orang-orang yang sedang makan.
"Bahkan sangat sadar, makanya aku memilih pergi." Jawab Kenzie dengan seulas senyum.
"Kamu—,"
"Turunkan telunjukmu!" titah Kenzie dan segera pamit untuk keluar, lalu diikuti oleh Ardi.
"Berhenti!" Pada saat Ardi sudah melangkahkan kakinya. Namun, terhenti oleh suara pak Surya.
"Tinggalkan wanita itu. Kamu adalah lelaki yang tidak memiliki masa depan, terlebih kamu tuli."
Ardi menatap wajah orang tua itu. Sebenarnya siapa yang salah di dunia ini? Jika tanpa benihnya, mungkinkah dia lahir? Sayangnya hanya karena memiliki kekurangan menjadikannya dibuang oleh keluarganya sendiri.
Bahkan Ardi tidak berniat menjawab dan memilih pergi menyusul Kenzie. Sedangkan bu Lidya yang merasa bersalah hendak mengikuti sang anak, tetapi dihentikan mertua serta suaminya.
"Diam di situ!" sergah suaminya.
"Mas ... kamu tega," protes bu Lidya.
"Lidya, duduk dan habiskan makanmu, biarkan mereka pergi." Sang mertua pun ikut berkomentar.
Tak ada pilihan lain selain mengikuti ucapan dua orang tersebut.
Sedangkan di luar sana.
"Nyalakan motornya, aku lapar dan ingin makan nasi goreng."
Tak ada jawaban ketika Kenzie memerintahkannya. Sesuai permintaan Kenzie, Ardi pun membawa istrinya ke lapak penjual nasi goreng dan anehnya wanita itu bukan menyuruh ke tempat yang layak, justru ingin makanan di pinggir jalan.
Tidak begitu lama sampailah keduanya di tempat penjual nasi goreng mangkal.
"Hai ... aku bicara denganmu!" ketus Kenzie karena lelaki tersebut tidak meresponsnya.
"Ardiansyah ...!"
Seketika Ardi menoleh ketika namanya dipanggil.
"Ada apa?" tanya Ardi dengan wajah bak triplek.
"Kamu, dasar ba*jingan. Aku memanggilmu beberapa kali tidak menjawab, lantas setelah dipanggil dengan namamu barulah mulutmu bicara!" dengus Kenzie.
"Aku akan menjawab seseorang yang memanggilku dengan benar." Jawab Ardi.
"Dasar bedebah," balas Kenzie yang masih kesal.
"Katakan jika ada pertanyaan. Jika tidak, diamlah sembari menunggu pesananmu selesai."
Kenzie yang kesal hanya bisa menunjukkan ekspresi wajahnya. Percuma terus meladeni karena pada akhirnya dia juga akan kalah.
"Dasar bedebah," umpat Kenzie dengan hati yang dongkol. Entah apa yang ada di pikiran seorang Ardi, meski banyak orang yang membencinya, tetapi tak sedikitpun lelaki tersebut menunjukkan akan sakit hatinya. Itulah yang terus menjadi pertanyaan di hati Kenzie sekarang.
Ardi pun hanya bisa menatap wanita yang kini makan dengan lahap. Sudah mengajukan perceraian, tetapi menolak dan sikapnya makin membuatnya pusing.
Beberapa minggu kemudian.
Pernikahan mereka sekarang sudah menginjak satu bulan, tetapi di dalam hubungannya masih tidak ada perubahan. Bahkan layaknya seorang musuh meski mereka hidup seatap.
"Aku pergi bekerja, sarapan dan bekalmu sudah aku siapkan." Sebelum meninggalkan rumah, Ardi berkata meski suaranya hanya dianggapnya angin oleh Kenzie, bahkan wanita itu tidak menoleh atau bertanya ke mana kepergiannya bahkan apa pekerjaannya.
"Cih, aku pikir meski dia tuli dan mandul aku bisa hidup enak. Ternyata masih saja harus tetap bekerja," batin Kenzie.
Yah, sudah satu bulan mereka menikah, tetapi tak ada kemajuan. Bahkan Kenzie sendiri tidak tahu apa pekerjaan sang suami.
"Sudahlah, lebih baik mengisi perut dari pada memikirkan lelaki tak berguna itu." Kenzie pun beranjak dari sofa dan memakan masakan yang dibuat oleh Ardi pagi tadi.
Di bengkel di mana Ardi sedang mengerjakan sebuah mobil.
"Ar, bagaimana dengan hubunganmu?" tanya salah satu temannya yang paling dekat dengannya.
"Apa yang harus aku jawab. Semua itu tetap sama dan tidak ada perubahan," ujar Ardi
"Mengapa tidak kamu lepaskan saja dari pada hatimu selalu terluka," kata Deva.
"Tidak semudah itu. Aku hanya ingin menikah satu kali, terlebih dia adalah pilihan ibu. Jawab Ardi dengan mata serta tangan masih fokus dengan pekerjaannya.
" Terus bagaimana dengan hatimu? Sebesar apa kamu bisa menahannya ketika dia merendahkanmu, menghinamu bahkan dengan terang-terangan mengatakan jika suaminya adalah lelaki tuli dan mandul serta tak berguna, huh!" Emosi Deva membludak, bahkan ia sendiri tidak terima jika sahabatnya dihancurkan oleh mulut seorang wanita bernama Kenzie.
"Ada saatnya semua akan dilepas. Untuk saat ini, biarkan aku mempertahankannya sampai dia sendiri yang melepaskan atau aku yang memilih menyerah."
Jika Ardi sudah berkata demikian, tak ada pilihan bagi Deva untuk tetap mendukungnya walau dengan hati yang dongkol. Mempertahankan orang seperti istrinya.
Ardi pun tak ambil pusing selama pernikahannya tidak ada masalah, walau sebenarnya masalah itu ada pada hati mereka. Melanjutkan pekerjaannya karena pemilik mobil sudah menunggu.
"Akhirnya selesai juga," batin Ardi seraya menyesap kopi buatan Deva.
"Ar, istirahat dan makanlah. Biarkan aku membantumu sebagian," ucap Deva karena merasa kasihan pada sahabatnya itu.
Hanya anggukan dan Ardi pun masuk ke ruang istirahat. Memejamkan matanya walau sesaat dan melepaskan alat bantu di telinganya.
Tanpa disadari Deva menatap wajah lelah dari Ardi. Merasa jika lelaki itu juga berhak mendapat kebahagiaan, di saat semua orang termasuk keluarganya. Hanya dia yang selalu ada di sisinya. Bahkan sekarang istrinya begitu membencinya dan menganggap pernikahannya adalah sebuah kutukan.
semangatt..
jgn lamalama Up nyaa...