Cayenne, seorang wanita mandiri yang hidup hanya demi keluarganya mendapatkan tawaran yang mengejutkan dari bosnya.
"Aku ingin kamu menemaniku tidur!"
Stefan, seorang bos dingin yang mengidap insomnia dan hanya bisa tidur nyenyak di dekat Cayenne.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3 Tidak dianggap keluarga
Cayenne merasa terkejut dengan usulan yang dia terima dan bingung apakah harus merasa marah atau malah menertawakannya.
"Dengan segala hormat, Tuan, saya bukan tipe wanita seperti itu. Apa yang terjadi antara kita adalah sebuah kesalahan. Saya tidak bermaksud untuk berakhir di tempat tidur Anda dan saya sama sekali tidak berniat untuk melakukan hal tidak pantas. Maaf, tetapi saya tidak bisa menerima ini." Dia mengungkapkan perasaannya dengan jelas tanpa jeda menunggu tanggapan.
"Bacalah seluruh isinya sebelum kau menolak tawaranku," ujar Stefan dengan tenang, tanpa sedikit pun menunjukkan kemarahan.
Justru, dia semakin tertarik. Wanita lain mungkin akan langsung menyetujui lamarannya, namun Cayenne menolaknya.
"Aku akan menambah 3000 USD sebulan. Tidurlah denganku," katanya sambil meletakkan cek yang sudah ditandatangani di atas meja, menunjukkan betapa seriusnya dia.
Cayenne merasa pusing memikirkan jumlah uang tersebut. Dengan uang itu, dia bisa membeli obat ibunya dan membiayai pendidikan adik adiknya.
"Maaf jika saya terkesan kasar, tetapi saya benar-benar tidak bisa melakukannya. Carilah orang lain," jawab Cayenne sambil tetap berusaha sopan, khawatir akan kehilangan pekerjaannya jika Stefan marah.
"Pertimbangkanlah tawaranku. Lagipula, tidur bersamamu tidak buruk," jawab Stefan masih dengan wajah datar, seolah menawarkan sesuatu yang sangat biasa.
Meski memikirkannya, Cayenne yakin pria ini sudah gila karena mengajukan penawaran seperti itu.
Itu memang kesalahannya sendiri karena tertidur di tempat Stefan, tapi dia tidak pernah punya niat seperti itu.
Setelah membaca ulang proposal Stefan, Cayenne menyadari ia terlalu cepat mengambil kesimpulan.
"Tuan, apakah 'tidur' yang Anda maksud benar-benar hanya tidur? Tidak ada maksud tersembunyi atau motif lainnya?"
"Aku tidak seperti itu. Memang, aku suka bersenang-senang, tapi aku tidak pernah benar-benar tidur dengan siapa pun. Aku mengalami insomnia dan hanya ingin tidur nyenyak. Kemarin malam adalah kali pertama aku tidur dengan tenang setelah sekian lama. Maaf jika aku egois, tapi itulah yang kuinginkan."
Cayenne untuk pertama kalinya merasa kasihan pada pria di depannya. Siapa sangka dia mencari sesuatu yang sederhana seperti tidur?
Dia meletakkan dokumen itu dan menatap bosnya. "Tuan, saya sangat menyesal Anda harus melewati semua ini karena kondisi Anda. Bisakah Anda memberi saya waktu untuk mempertimbangkannya?Bagaimanapun juga, kita lawan jenis, dan meskipun mungkin tidak masalah bagi Anda, bagi saya ini bisa berdampak besar jika diketahui orang lain."
Stefan mengangguk, menyadari akibat dari perbuatannya jika hal ini tersebar. Cayenne adalah seorang wanita, dan hal semacam ini bisa berdampak buruk pada masa depannya.
"Apa sebaiknya kita lakukan ini? Uhm..." Stefan berpikir sambil memandang Cayenne. "Bagaimana jika kau mengubah jadwalmu menjadi siang hari dan selesai sekitar jam enam sore? Dengan begitu, aku bisa menjemput dan membawamu ke tempat yang tidak diketahui orang lain."
"Aku akan mempertimbangkannya."
"Oke, beri tahu aku keputusanmu nanti. Aku akan memberimu waktu seminggu untuk memikirkan ini," ujar Stefan sambil merapikan kembali dokumen tersebut. Tidak baik jika ada orang lain melihat proposal seperti itu.
Cayenne menundukkan kepalanya saat keluar dari ruangan. Ketika dia hampir meninggalkan ruangan, Stefan berkata sekali lagi, "Cayenne, aku hanya ingin kau tahu bahwa aku tidak akan melewati batasku. Aku hanya ingin tidur."
Dia mengangguk sebelum menutup pintu. Cayenne tidak berpengalaman berurusan dengan pria, kecuali dengan adik laki-lakinya.
Kebanyakan pria yang mengejarnya kabur setelah berhadapan dengan adik-adiknya, bukan karena mereka menghalangi kebahagiaannya, tetapi mereka ingin melindunginya.
Sebagai laki-laki, mereka bisa melihat ketidaksungguhan dari para pelamar tersebut. Itu sebabnya Kyle dan Luiz mempelajari seni bela diri untuk melindunginya. Mereka belajar karate dan jujitsu, agar bisa menjaga Cayenne.
Cayenne sendiri tidak tertarik untuk menjalin hubungan. Dia lebih ingin fokus menghasilkan uang untuk keluarganya. Cinta dari keluarganya sudah cukup untuk membuatnya bahagia.
"Jika aku tidur dengan bosku, di mana dia seharusnya masuk? Dia bukan teman atau keluarga. Bukan musuh atau orang asing. Mungkin rekan bisnis?" gumamnya sambil menggelengkan kepala, mencoba menenangkan pikiran.
"Tidak mungkin rekan bisnis tidur bersama."
Saat lift terbuka, sepasang suami istri paruh baya keluar. Pria itu menatap Cayenne, sementara Cayenne hanya menunduk dan berlalu pergi.
Sang istri tidak menyadari suaminya mengerutkan dahi. Dia mungkin tidak melihat angka di lift, tapi pria itu tahu bahwa lift itu khusus untuk Presiden perusahaan. Itu berarti Cayenne baru saja dari lantai Stefan!
Sementara itu, Stefan duduk di kursi santainya sambil membaca informasi tentang Cayenne yang berhasil dikumpulkan Chris.
Dia benar-benar terkesan dengan Cayenne, seorang wanita muda yang tangguh dan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Cayenne tidak tertarik pada hal-hal duniawi seperti berdandan atau gosip, yang dia pedulikan hanyalah mendapatkan uang untuk mendukung ibu dan adiknya.
Pikiran Stefan mulai buyar ketika bel pintu berbunyi. Karena jarang ada yang berkunjung, dia tidak terburu-buru untuk membukanya.
'Siapa yang menggangguku?' pikir Stefan sambil memeriksa monitor.
Ternyata orang tua Stefan yang datang, orang-orang yang paling tidak ingin dia temui.
Meski begitu, dia tetap membuka pintu tanpa mengundang mereka masuk. Ayahnya, Magnus, masuk dengan sendirinya, sementara ibunya, Clara, hanya memerhatikan ponselnya. Seolah Stefan bukanlah seseorang yang perlu ia tujukan perhatiannya.
"Mengapa kalian di sini?" tanya Stefan seraya menuangkan air minum tanpa menawarkan mereka tempat duduk, meskipun mereka tetap mengambil tempat duduk.
Magnus mengamati Stefan dari atas ke bawah. "Begitukah caramu berbicara kepada orang tuamu sekarang?"
Stefan merespon dengan ketus, "Aku tidak tahu kalau aku punya orang tua."
Jawaban itu membuat ayahnya marah. Clara mengangkat pandangannya sesaat dari ponselnya sebelum kembali asyik memandanginya.
Jika Stefan harus menebak, dia yakin ibunya sedang melihat foto dan video almarhum saudaranya.
Sejak saudaranya meninggal, ibunya terus-menerus melihat foto dan video tentangnya, seolah Stefan tidak pernah ada. Hal ini telah menjadi kebiasaan, membuat Stefan tidak terlalu memperdulikannya lagi.
"Siapa wanita yang keluar dari kamarmu itu?" tanya Magnus.
"Itu bukan urusanmu. Siapa kau berani bertanya padaku?"
"Stefan!" teriak ayahnya, jari telunjuknya menunjuk ke arah Stefan. "Jangan berani-beraninya menjawab seperti itu! Jangan lupa bahwa aku masih ayahmu dan ibumu yang melahirkanmu, kau bagian dari keluargaku!"
"Benarkah?" ejekan Stefan muncul dan ia berdiri dari kursinya.
"Lima belas tahun berlalu dan baru sekarang aku mendengar kau mengatakan itu. Tapi aku tidak bahagia. Aku baik-baik saja sendirian. Aku bertahan tanpa orang tua selama bertahun-tahun. Kenapa sekarang kalian mencariku? Ah, kalian ingin aku meminta maaf, kan? Ini hari peringatan kematiannya, kan?" Ucapan Stefan membuat ibunya marah.
Tamparan keras membuat wajah Stefan berdenyut.
"Monster! Kenapa aku melahirkan monster sepertimu?! Jika bukan karena kamu, Alexander tidak akan mati! Anak sepertimu tidak layak hidup!" teriak ibunya sembari memukul dadanya berulang kali.
Magnus mencoba menenangkan Clara. Dia tahu sejak dulu Clara sangat menyayangi Alexander. Semasa kecil, kakaknya dekat dengan orangtua, sementara Stefan lebih banyak diasuh oleh kakaknya, Alexander.
Alexander adalah satu-satunya yang mengasuhnya di rumah, membuat Stefan merasa seperti anak angkat, meskipun faktanya tidak.
Mengapa orang tuanya tidak pernah menunjukkan kasih sayang padanya? Mengapa ulang tahunnya tidak pernah dirayakan? Apakah dia benar-benar bagian dari keluarga ini?
Pertanyaan-pertanyaan itu berkecamuk di benak Stefan, namun dia terlalu lelah dan memilih untuk menjauh. Dia ingin melupakan orang-orang yang tidak peduli padanya.
Dia akhirnya mengetahui mengapa ulang tahunnya tidak pernah dirayakan. Tanggal kematian Alexander bertepatan dengan ulang tahunnya, lima belas tahun yang lalu. Sejak saat itu, hari tersebut menjadi kenangan pahit bagi keluarganya dan tidak akan berubah.
Magnus menghela napas dan berusaha berbicara dengan damai, tetapi Clara tidak ingin mendengarnya. Stefan tidak terkejut dengan reaksi mereka.
"Belum puas menamparku? Silakan lakukan lagi," katanya dengan wajah tanpa ekspresi, sulit dibaca.
"Kita pergi dulu. Kita akan kembali saat ibumu sudah tenang," Magnus berkata perlahan.
"Aku lebih senang jika kalian tidak pernah muncul lagi. Aku sudah terbiasa hidup tanpa orang tua selama lima belas tahun. Aku juga bisa melakukannya lima belas tahun ke depan," balas Stefan dingin, lalu meninggalkan orang tuanya dan masuk ke kamar mandi untuk menjauh dari mereka.