Mengisahkan Tentang Perselingkuhan antara mertua dan menantu. Semoga cerita ini menghibur pembaca setiaku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gita Arumy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maya Tak Mau Selingkuh
Maya Tak Mau Selingkuh
Malam itu, Maya duduk sendirian di ruang tamu, menatap kosong ke luar jendela. Udara malam terasa sejuk, namun hatinya dipenuhi kekalutan yang sulit dijelaskan. Sejak beberapa hari terakhir, perhatian yang diberikan Dika, pemuda tampan tetangganya, semakin terasa mengganggu. Meskipun ia berusaha untuk menepisnya, perasaan tak nyaman itu tetap menghantuinya. Dika, dengan segala kebaikan dan pesonanya, sepertinya tidak hanya sekadar berteman. Ada sesuatu yang lebih dalam matanya, yang membuat Maya merasa terjebak.
Namun, meskipun Dika sering menyapa dan menggoda, Maya tahu dengan sangat jelas bahwa ia tidak ingin terjebak dalam godaan seperti itu. Ia tak ingin mengkhianati Arman, meskipun ia tahu perasaan kesepian semakin mendalam setiap hari. Ia tak bisa membiarkan dirinya terbawa perasaan dan merusak segala yang telah ia bangun bersama Arman, meskipun Arman sedang jauh darinya.
“Tidak, Maya. Kau tidak seperti itu,” gumamnya pelan pada dirinya sendiri, mencoba meyakinkan hatinya yang gundah. “Kamu mencintai Arman. Kamu tidak bisa begitu. Kamu tidak akan mengkhianatinya.”
Suara hatinya semakin kuat seiring ia mengingat kembali semua kenangan indah bersama Arman. Meski hubungan mereka sempat teruji dengan perselingkuhan yang melibatkan Arman dan ibunya, Maya tahu bahwa di lubuk hatinya yang terdalam, ia masih sangat mencintai suaminya. Arman adalah cinta pertamanya, pria yang ia nikahi dengan harapan dan impian untuk membangun keluarga yang bahagia. Ia tak akan mudah menyerah pada godaan, apalagi dengan Dika, yang meskipun baik, hanyalah tetangga sementara dalam kehidupannya.
Pikiran Maya teralihkan ketika teleponnya bergetar. Itu adalah pesan dari Arman, yang tengah berada di luar kota. Meski hanya melalui pesan singkat, Maya merasakan kehangatan dari kata-kata suaminya. “Maya, aku kangen kamu. Semoga kamu selalu dalam lindungan Allah. Jangan lupa jaga kesehatan.”
Maya tersenyum, hatinya terasa sedikit lebih tenang. Perasaan rindu terhadap Arman semakin kuat, dan ia menyadari bahwa tidak ada yang lebih penting bagi dirinya selain keluarganya. Meski kerinduan itu menyakitkan, ia tahu ia harus tetap setia. Ia tidak bisa membiarkan dirinya terjerumus ke dalam hubungan yang bisa merusak segalanya.
Keesokan harinya, Dika kembali datang menyapa. Kali ini, Maya sudah memutuskan untuk lebih tegas dalam menjaga batasan. Saat Dika duduk di beranda dan mulai memberikan pujian lagi, Maya langsung berbicara dengan nada yang lebih serius.
“Dika, aku ingin bicara,” katanya, suaranya tegas. “Aku menghargai perhatianmu, tapi aku tidak ingin ada yang salah paham. Aku sudah menikah, dan aku cinta pada suamiku, Arman. Kita hanya bisa berteman, tidak lebih dari itu.”
Dika terdiam sesaat, tampaknya terkejut dengan respons Maya. Namun, ia segera mengangguk, menyadari bahwa Maya serius.
“Maaf, Maya,” kata Dika, suaranya terdengar sedikit kecewa, namun ia tetap mencoba tersenyum. “Aku nggak bermaksud membuatmu merasa tidak nyaman. Aku hanya… ya, ingin dekat denganmu sebagai teman. Tapi aku menghargai keputusanmu.”
Maya mengangguk, merasa lega bahwa akhirnya ia bisa mengungkapkan perasaannya dengan jujur. “Terima kasih, Dika. Aku harap kita bisa tetap berteman seperti sebelumnya, tanpa ada yang merasa aneh.”
Setelah itu, Dika meninggalkan rumah Maya dengan sopan, dan Maya merasa beban di pundaknya sedikit berkurang. Ia tahu bahwa pertemuan-pertemuan ini harus berakhir, agar tidak ada hal-hal yang tak diinginkan terjadi. Maya harus menjaga komitmennya, meskipun perasaan kesepian sering kali datang menghampiri.
Malam harinya, Maya duduk lagi di ruang tamu, kali ini menatap foto Arman yang ada di meja samping. Ia merasakan kedekatan yang dalam, meskipun Arman jauh. Maya memejamkan mata, mengingat semua kenangan indah bersama suaminya. Ia tahu bahwa cinta sejati bukanlah soal kehadiran fisik semata, melainkan komitmen, kepercayaan, dan pengorbanan yang dibangun bersama.
“Arman, aku akan selalu setia. Aku mencintaimu,” bisiknya pada foto itu.
Ia tak bisa membiarkan dirinya terjatuh dalam godaan. Meski sesekali godaan datang, ia tahu bahwa tak ada yang lebih berharga dari cinta yang ia miliki bersama Arman. Godaan dari Dika hanyalah sebuah ujian yang harus ia hadapi, dan Maya merasa bangga karena telah memilih untuk tetap setia pada suaminya.
Keesokan harinya, Maya mulai kembali fokus pada kehidupan sehari-harinya, merawat rumah, dan memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik. Ia merasa tenang, meskipun kadang rasa kesepian itu datang. Tetapi kini, ia tahu betul bahwa untuk mendapatkan kebahagiaan sejati, ia harus tetap menjaga hatinya dan setia pada komitmen yang telah ia buat dengan Arman.
Setiap kali keraguan datang, Maya hanya mengingatkan dirinya sendiri: “Aku tak akan selingkuh. Aku tak akan mengkhianatinya. Aku akan menunggu Arman pulang.”