Pindah sekolah dua kali akibat dikeluarkan karena mengungkap kasus yang tersembunyi. Lima remaja dari kota terpaksa pindah dan tinggal di desa untuk mencari seseorang yang telah hilang belasan tahun.
Berawal dari rasa penasaran tentang adanya kabar duka, tetapi tak ada yang mengucapkan belasungkawa. Membuat lima remaja kota itu merasa ada yang tidak terungkap.
Akhir dari setiap pencarian yang mereka selesaikan selalu berujung dikeluarkan dari sekolah, hingga di sekolah lain pun mengalami hal serupa.
Lantas, siapakah para remaja tersebut? Apa saja yang akan mereka telusuri dalam sebuah jurnal Pencari Jejak Misteri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Misteri Sherin selesai
Usai pelaksanaan sholat jenazah, Ratu, Ninda dan Intan duduk di ruang halaman samping rumah duka bersama ibu Sarmi.
"Kalau boleh tahu, Sherin meninggalnya sudah sejak lama atau bagaimana, Nak? Mengapa jasadnya seperti masih utuh tanpa ada luka berat?" tanya Bu Sarmi pada Ratu.
Seketika raut wajah Ratu berubah menjadi sedikit datar.
"Menurut yang Ratu lihat sih, Kak Sherin seperti belum lama, Bu. Karena pada saat adik saya si Reyza itu tiba-tiba lari menuju bangunan lama, saya mendapat gambaran dari almarhumah jika ia belum lama meninggal. Sosok yang menyerupai Sherin juga ada di sini, Bu. Dia ada di depan Ibu, katanya ..." Saat Bu Sarmi sedang fokus mendengar penjelasan dari Ratu, tiba-tiba Ratu menghentikan ucapannya karena sedang mendengarkan cerita dari sosok yang menyerupai Sherin.
"Katanya ... Satu bulan lalu, Bu. Berawal dari dia menjadi korban bully, dia dijahili sama teman-temannya kemudian dia disiksa seperti dijambak rambutnya dan dipukuli."
Baru mendengar sedikit saja Bu Sarmi sudah merasakan betapa pedihnya kehidupan anaknya di sekolah. Intan dan Ninda yang menyimak pun merasa turut berduka atas penderitaan Sherina.
"Selama enam bulan dia dikasari sama teman-temannya, lalu ... Tiga bulan tidak boleh pulang ke rumah dan dikunci di dalam toilet nomor tiga. Dan semenjak Sherin berusaha melawan tiga teman sekelasnya atau sang pelaku itu, dia dikurung di bangunan kecil seperti bekas parkiran zaman dulu selama dua bulan. Setelah itu ... Satu bulan selanjutnya ia didorong dari tangga lantas satu ke bawah hingga mengakibatkan benturan keras terjadi pada kepalanya." Disela-sela menceritakan, Ratu berhenti sejenak untuk mengatur nafasnya yang sesak dan tercekat.
Sang ibu hanya mampu menangis tanpa kata. Punggung seorang wanita sedikit tua itu semakin bergetar hebat. Membuat Intan dan Ninda mendapat sinyal hingga ikut menangis.
Melihat kondisi Bu Sarmi yang semakin menangis sejadi-jadinya, Ratu mulai merasakan niat untuk tidak melanjutkan menceritakan kronologi yang sesungguhnya. Namun, tiba-tiba sosok mirip Sherin itu kembali muncul dan tersenyum pada Ratu.
Lantas, Ratu memahami apa arti senyuman itu.
"Mungkin pada saat dia jatuh, si pelakunya itu melihat Sherin kejang-kejang, Bu. Dan pemikiran mereka itu seperti sangat ketakutan sampai mereka mempunyai niat untuk menyembunyikan Sherin di dalam lemari ruang 5. Dalam keadaan terikat dan penuh darah." jelas Ratu, begitu selesai seketika air matanya mengalir deras.
"Sherin yang minta dijelaskan ke Ibu ... Bukan aku yang mau ya, Bu ... Ratu gak kuat lihat wujud Sherin, Bu ..." Tangis pecah Ratu saat dipeluk Bu Sarmi dan disaksikan langsung oleh Sherin.
"Huft ... Gak papa, Nak. Kamu gak salah, justru saya ingin tahu kronologinya. Dan ibu ucapkan terima kasih karena kamu mau memberi tahu yang sebenarnya," lirih Bu Sarmi.
"Sama-sama, Bu."
Sesudah selesai pemakaman, lima anak kembali ke rumah Pak Sanadi. Bisma dan Reyza menghadap ke keluarga yang masih ada di rumah.
"Bu, Pak, semua kerabat yang ada di sini — saya mau minta maaf karena sebelum menemukan almarhumah, saya sempat menuliskan naskah drama yang ceritanya mengambil dari kisah satu tahun hilangnya seorang siswi. Naskah drama itu adalah tugas selama liburan, jika memang tidak diizinkan maka saya akan segera menghapus dan mengganti dengan naskah yang lain. Karena bagaimanapun saya menghargai hak dari keluarga, saya tidak akan menyerahkan tugas tentang itu jika tidak diperbolehkan." Celetuk Bisma, memulai topik pembicaraan lebih dulu.
Pak Sanadi dan Bu Sarmi tampak saling menatap. Beberapa detik kemudian mereka tersenyum pada Bisma.
"Kami mengizinkan Mas Bisma membuat naskah drama tentang putri saya, asalkan disamarkan segala identitas, kejadian dan kronologi yang sebenarnya." jawab Pak Sanadi lalu tersenyum.
Bisma mendongak usai menunduk menunggu jawaban. Setelah mendengar jawaban diizinkan, Bisma langsung tersenyum lega.
"Terima kasih banyak, Pak. Atas izinnya, saya akan menyamarkan yang bapak dan keluarga minta. Tetapi, untuk judulnya apakah harus diganti juga atau disamarkan pula, Pak?"
"Tidak perlu diganti, seadanya saja. Karena memang nyatanya di dalam lemari itu, bukan?"
Bisma mengangguk kaku.
•••••
Seminggu kemudian sekolah SMK Kenanga kembali dibuka usai masa libur panjang. Hari pertama masuk pada hari Senin tahun 2017, pelaksanaan upacara pun kembali dilaksanakan.
Pada saat semua murid diistirahatkan untuk amanat, sang kepala sekolah memberikan penghargaan berupa uang tunai. Sebagai hadiah tugas naskah drama terbaik yang jatuh pada kelas X TI 2 kelompoknya Ratu dan Reyza.
"Untuk amanat, istirahat di tempat, grak!" Tegas suara pemimpin upacara.
"Selamat untuk kelas X TI 2 atas nama Reyza Syahputra. Perwakilan dari kelompok 1 dengan tugas naskah drama terbaik. Awalnya saya kira tugas kelas sepuluh ini hanyalah tugas biasa untuk mengasah otak kalian, tapi ternyata naskahnya sangat bagus dan memotivasi." tutur sang kepala sekolah tersenyum kagum.
Reaksi Reyza dan Ratu justru hanya biasa saja. Dalam barisan yang berbeda, kakak beradik itu saling menatap dari kejauhan.
"Untuk itu, tugas drama milik kelompok Reyza dan Ratu beserta teman-temannya akan dibuat film oleh tim sekolah kita!" seru kepala sekolah tersebut membuat seantero bertepuk tangan meriah.
Reyza, Ratu, Ninda, Intan dan Bisma yang tidak ikut bertepuk tangan. Mereka justru tengah menghitung waktu untuk mengungkapkan sesuatu.
"Maaf, Pak." Celetuk Reyza mengangkat tangan yang seketika membuat semuanya mendadak hening.
Semua perhatian menuju pada Reyza yang keluar dari barisan dan berjalan maju ke depan dengan tegak menghadap kepala sekolah.
"Izin, Pak. Kami berlima memohon maaf karena tak bisa memberikan izin untuk menjadikan naskah drama buatan kami dibuat film. Jujur, cerita yang kami ambil berjudul 'Selamat Jalan, Teman Kami' itu merupakan hasil terinspirasi dari kasus yang baru enam hari terakhir kami pecahkan." ucap Reyza tanpa mengurangi rasa hormat ia tetap sopan.
"Kasus apa?" tanya sang kepala sekolah serius.
Ratu pun ikut maju ke depan dan berposisi di samping kanan Reyza. "Kasus siswi yang meninggal satu tahun lalu, telah kami temukan di dalam lemari ruang 5 pada malam Jum'at." sahut Ratu.
"Dan saya meminta maaf atas kelakuan saya telah membobol laboratorium lama di ruang 5. Demi membuat naskah drama itu dan menggunakan kasus siswi tersebut menjadi tema cerita." Sambung Bisma turut maju ke depan di samping Ratu.
"Keluarga sudah mengizinkan bahkan memaafkan tindakan Bisma, dengan syarat semuanya disamarkan." kata Intan.
"Namun, keluarga tidak memberi izin untuk dijadikan film, karena itu hak dari putri semata wayang mereka." sahut Ninda ikut maju ke depan di sisi Intan.
Semuanya diam tanpa suara. Suasana yang dingin tiba-tiba membuat bulu kuduk mereka berdiri. Angin yang datang seolah menyeringai.
Para murid pun mulai khawatir. Keadaan yang ricuh akibat semilir angin aneh, membuat acara upacara berantakan.
Barisan yang tak lagi lurus, suara berisik bermunculan bahkan ada pula teriakan histeris dari para siswi.
Sang kepala sekolah menoleh pada semua guru serta karyawan yang ikut panik.
"Ada apa ini sebenarnya?" tegas beliau bingung.
Suasana langit mendadak gelap, rambut Ratu, Reyza, dan Ninda mendadak terurai serta acak-acakan seperti terkena angin begitu kuat.
"Salam semuanya, aku ... Sherina Mentari Putri, datang untuk meminta doa dari kalian, semoga aku tenang di sana." Suara sosok Sherin masuk ke dalam tubuh Ratu sambil tertawa seram.
Seluruh guru ketakutan.
"Dan perkenalkan aku, Toni Pramana atau dulunya dikenal Opang ... Siswa korban tawuran yang mati terkubur di parkiran lama belakang." Sosok Opang pun merasuki tubuh Reyza hingga mata dan wajahnya berubah pucat.
"Lalu aku, Oliveira Hasnan ... Korban tawuran di kantin lama sebelah parkiran lama ... Ha-ha-ha, aku dan Opang menjadi penunggu dua bangunan kecil tua itu." sahut Ninda yang tubuhnya diambil alih oleh sosok Olive.
Bisma dan Intan menoleh kompak, kemudian mengajak seluruhnya untuk mendoakan mereka.
"Semuanya! Mari kita kirimkan surah Al-fatihah untuk mereka bertiga, berdoa dimulai." Pimpin Bisma kemudian menunduk untuk mengirim doa agar arwah tiga sosok itu tenang tanpa mengganggu kehidupan sekolah.
"Berdoa selesai."
Ucapan Bisma seketika membuat Reyza, Ratu dan Ninda tersadar kembali. Tiga sosok itu keluar dari tubuh mereka dengan senyuman yang menyeringai.
Satu hari kemudian lima anak SMK Kenanga itu kembali datang ke rumah pak Sanadi. Ya, sebuah uang tunai hadiah dari kemenangan membuat naskah drama mereka diberikan untuk keluarga Sherin.
"Kemenangan dari cerita drama kami ini untuk Bapak dan Ibu." kata Reyza memberikan uang dalam amplop coklat yang masih tertutup rapat.
"Terima kasih, semuanya. Padahal tidak perlu repot-repot," jawab Pak Sanadi.
"Sama-sama, Pak. Kami ikhlas karena kami juga harus pindah sekolah. Sebenarnya kami bersekolah di sini hanyalah karena sebuah tugas tertentu, yaitu mengungkap tentang kasus yang merenggut nyawa." jelas Reyza serta teman-temannya kemudian berbalik badan dan pergi dengan senyuman.