Hi hi hayyy 👋
Selamat datang di karya pertamaku... semoga kalian suka yaaa
Marchello Arlando harus mendapat julukan pria buruk rupa setelah insiden yang membuatnya mengalami banyak luka bakar.
"Aku tak sudi bersamamu lagi Chello. Aku malu memiliki pasangan yang buruk rupa sepertimu."
Marah, benci dan juga dendam jelas sangat dirasakan Marchello. Namun keadaannya yang lemah hanya bisa membuat dirinya pasrah menerima semua ini.
Hingga 7 tahun berlalu, Marchello dipertemukan oleh fakta tentang keluarga kandungnya dan membuatnya menjadi penerus satu-satunya. Menjadi CEO sekaligus pemimpin mafia yang selalu menggunakan topeng, Marchello bukan lagi pria berhati malaikat seperti tahun-tahun sebelumnya.
Hingga pada suatu hari, ia diminta menikah untuk bisa memberikan penerus bagi keluarganya. Wanita yang dijodohkan untuknya justru mengalihkan posisinya dengan adik tirinya sendiri setelah tahu keadaan Marchello yang memiliki rupa misterius. Mungkinkah perjodohan akan tetap berlanjut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qaeiy Gemilang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misi balas dendam
Belakangan ini, Grandpa merasa ada yang berbeda pada Lucas. Pria kepercayaan keluarga yang selama ini dianggap seperti cucu sendiri, kini ia justru terlihat sedih. Namun, Grandpa lebih memilih percaya pada pria yang sudah lama mengabdi di keluarganya.
Baru beberapa suap Grandpa dan Lucas sarapan bersama, kini dibuat terkejut kala pelayan yang membawa nampan berisi makanan, berjalan menuju kamar Marchello.
“Tunggu! Kau mau bawa makanan itu ke kamar Marchel?” tanya Grandpa.
“Benar Tuan. Tuan Marchello baru saja menghubungi dan meminta kami membawakan makanan ke kamarnya.” Jelas pelayan.
Grandpa merasa heran sebab Marchel tak pernah suka makan di kamar. Berbeda jika di ruang kerja, maka ia akan mau makan disana.
“Tapi tumben, apa Marchel mengatakan sesuatu?” tanya Grandpa penasaran.
“Tuan Marchello tak mengatakan hal lain, Tuan.” Jawab pelayan.
“Baiklah, kau boleh pergi.”
Lucas hanya tersenyum kecil melihat kebingungan yang melanda Grandpa.
“Marchel tak pernah suka makan di kamar, karena baginya itu akan mudah membuat kotor. Dia begitu sangat rajin dan punya aturan sendiri dalam kebiasaannya. Tapi apa ini Ime? Mungkinkah Ime masih sakit?” gumam heran Grandpa.
“Tuan, mungkin saja Tuan Marchello dan Nona Vilme ingin menikmati keromantisan mereka,” ucap Lucas.
“Ah iya, kau benar juga Lucas. Jika mereka sering melakukan kegiatan romantis, maka akan secepatnya juga mereka memiliki anak.” Balas Grandpa dengan senyuman merekah.
“Kau juga, cepatlah mencari pasangan hidupmu dan segera menikah. Apa kau tak ingin segera menjadi ayah?” ucap Grandpa dengan terkekeh.
“Masih ada hal yang lebih penting dari itu, Tuan. Dan juga, itulah tujuan hidupku. Aku tak bisa menikah lebih dulu jika aku belum menggapainya.” Jelas Lucas yang membuat Grandpa penasaran.
“Memangnya apa itu?”
“Hanya hal kecil, Tuan. Aku tak bisa menjelaskannya.”
“Baiklah, lanjutkan lagi makannya,”
Marchel dan Vilme kini sama-sama hanya memakai bathrobe dan sarapan bersama di kamar. Meski begitu, mereka tak duduk sendiri-sendiri, sebab Marchel memangku istrinya sembari menyuapinya.
“Ayo, buka mulutmu!”
“Aku sudah kenyang Marchel. Kau sejak tadi menyuapiku begitu banyak.” Balas Vilme merengek.
“sekali lagi” ucap Marchel yang membuat Vilme menurut.
“Pintar!” puji Marchel yang membuat Vilme memukul pelan dadanya.
Tiba-tiba, ponsel Vilme berdering.
“Tolong ambilkan, Marchel!” pinta Vilme yang membuat Marchel justru menggeleng.
“Tidak. Kau harus habiskan makan dan minummu dengan benar, baru boleh mengangkat telepon itu.” Ucap Marchel yang membuat Vilme dengan cepat mengunyah dan menelan makanannya.
Ia juga langsung meneguk air putih dengan cepat, karena khawatir itu telepon dari teman kuliahnya.
“Sudah?” tanya Marchel memastikan.
“Jennifer? Dia pasti menungguku di kampus. Apa yang harus kukatakan?” gumam Vilme.
“Katakan saja kalau kau sedang sakit, jadi kau tak bisa berangkat hari ini.” Saran Marchel.
“Halo Jen!” ucap Vilme.
“Akhirnya telingamu masih normal dan mendengar panggilanku.” Ucap Jennifer absurd.
Vilme hanya cengar-cengir mendengar ucapan Jennifer.
“Kenapa kau belum juga datang ke kampus? Apa kau sudah bosan dengan bidang yang kau ambil ini? Aku menunggumu sejak tadi dan aku tak punya teman sama sekali.” Tanya Jennifer dengan sedikit galak.
“Maafkan aku Jen. Hari ini, aku tak bisa ke kampus. Tangan dan kakiku sakit sebab kemarin ada insiden yang menimpaku. Apa kau belum dengar soal ini?” jelas Vilme
“Kemarin aku tak berangkat ke kampus. Apa yang terjadi padamu dan insiden apa itu? Apa kau sekarang baik-baik saja?” tanya Jennifer dengan cemas.
“Aku baik-baik saja sekarang, tapi aku masih belum bisa ke kampus untuk beberapa hari. Tubuhku masih lemah dan semua terasa sakit.” Jawab Vilme seraya menatap tajam pada Marchel yang justru menahan tawa.
“Sebegitu parahkah? Boleh aku datang menjengukmu nanti?” tanya Jennifer.
“Tentu Jen, Datanglah jika itu tidak merepotkanmu.” Jawab Vilme.
“Baiklah, kirimkan alamatmu dan aku akan datang setelah selesai kuliah.” Ucap Jennifer.
“Tentu Jen.” Balas Vilme kemudian sambungan telepon pun terputus.
“Terima kasih karena mengizinkan temanku datang.” Ucap Vilme.
“Jika dia perempuan, maka akan aku izinkan.” Balas Marchel.
Marchel merebut ponsel yang masih dipegang Vilme dan meletakkannya di sembarang tempat.
Ia pun langsung menyambar bibir istrinya dan mereka menghabiskan sisa waktu sarapan mereka dengan keromantisan yang tak pernah habis.
Jennifer menatap tak percaya pada bangunan yang ada di hadapannya.
“Benarkah ini rumahnya? Ini rumah atau kerajaan? Tapi mengingat Vilme yang selalu bersama pengawal, kurasa ini memang benar rumahnya.” Gumam Jennifer yang masih tak menyangka.
“Maaf, apa yang anda lakukan disini?” tanya pengawal.
“Aku temannya Vilme. Apa Vilme ada di rumah? Aku ingin menjenguknya.” Jawab Jennifer yang membuat pengawal tak bisa langsung percaya.
“Anda sudah membuat janji?” tanya pengawal lagi.
Jennifer mengangguk dan menunjukkan bukti pesan Vilme padanya.
“Mohon menunggu sebentar, saya akan memastikannya pada Nona Vilme.” Ucap pengawal.
Setelah menghubungi Vilme dan mendapatkan kejelasan, pengawal pun membuka gerbang.
“Silahkan, Nona Vilme sudah menunggu anda” ucap pengawal.
Jennifer membawa mobilnya masuk dan ternyata masih butuh perjalanan cukup panjang untuk sampai ke bangunan mewah.
“Akhirnya kau datang juga” ucap Vilme, menghampiri Jennifer yang baru saja keluar dari mobil.
“Ya, aku cukup ragu karena aku kira ini kerajaan. Kau ternyata nyonya besar disini.” Balas Jennifer sembari terkekeh.
“Aku lebih suka disebut keluarga daripada nyonya. Sudahlah, ayo masuk!” Vilme menggandeng tangan Jennifer dan membawanya masuk ke ruang tamu yang begitu luas.
Vilme pun menceritakan kejadian yang sebenarnya, hingga membuat Jennifer terkejut. Jennifer tak menyangka kalau Aaron akan setega itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di tempat lain, Diego yang merupakan kakek dari Lucas, mendatangi kediaman mewah cucunya.
Diego mendapati Lucas yang tengah duduk di ruang tamu dan fokus pada layar pipih pada genggamannya.
“Lucas, bagaimana kau bisa begitu bodoh? Ini adalah kesempatan kita untuk membalaskan dendam ibumu!” teriak Diego dengan wajah memerah.
“Bisakah grandpa tak membicarakan itu terus tiap kali kita bertemu?” ucap Diego.
“Karena kau selalu mengulur-ulur waktu dan kau tak segera mendapatkan posisimu yang sesungguhnya.” Tegas Diego dengan tatapan tajam.
“Aku bukan mengulur waktu, grandpa. Aku mengatur waktu yang tepat dan dikondisi yang aman. Bisakah grandpa bersabar?” ucap Lucas.
“Bersabar sampai kapan? Sampai kau seusiaku ini dan kau masih menjadi bawahan? Jangan pernah lupa bahwa keluarga itu telah menyakiti ibumu. Jangan sampai kau terbuai oleh kebaikan mereka” pesan Diego dengan tegas sebelum pergi meninggalkan mansion Lucas.
Lucas hanya menatap sendu kepergian kakeknya itu. Sembari menatap salah satu foto di galeri ponselnya, ada air mata yang menggenang di pelupuk matanya.
“Maafkan aku, mommy. Aku tak bermaksud memperlambat balas dendam ini. Tapi aku tak bisa hanya mendengar kisah dari satu orang saja.” Ucap lirih Lucas dengan nada sedih.