Namaku Delisa, tapi orang-orang menyebutku dengan sebutan pelakor hanya karena aku berpacaran dengan seseorang yang aku sama sekali tidak tahu bahwa orang itu telah mempunyai pacar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vina Melani Sekar Asih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Tiba di perpustakaan, Caca langsung bertanya tentang pembicaraan aku bersama Kak Galih. Dan tentunya aku langsung memberitahunya.
"Tuh kan benar dugaan aku. Pasti habis putus langsung nembak kamu."
"Cie ditembak sama cowok," ucap seseorang yang sedang berdiri sambil melihat-lihat buku di rak.
Spontan aku dan Caca menoleh kearahnya. Aku baru menyadari bahwa orang yang berdiri adalah Azka. "Sejak kapan kamu ada disini?"
"Gue ada disini sebelum ada dia juga," tunjuk Azka pada Caca.
Azka duduk di sebelahku sambil menatapku dengan intens. Seolah-olah ia cemburu jika ada yang menyatakan perasaannya kepadaku.
"Siapa yang nembak?" tanya Azka.
"Kepo deh."
"Lo masih suka ya sama Delisa?" tanya Caca.
"Emang," jawab Azka dengan jujur.
Delisa hanya terdiam. Entah yang dikatakan oleh Azka itu beneran atau bercanda, tapi yang jelas saat ini Delisa sedikit salah tingkah.
"Eh kalian berdua tumben ke perpustakaan. Emang gak ada yang mengajar?" tanya Azka.
"Sebenarnya kita dihukum karena mengobrol di kelas. Makanya disuruh keluar dari kelas," jelas Caca.
"Kamu sendiri kenapa di perpustakaan?" tanyaku.
"Gurunya lagi sakit, makanya cuma disuruh ngerjain tugas doang."
...****************...
Bel berbunyi, Delisa dan Caca langsung menyudahi aktivitas membaca buku di perpustakaan. Ketika keduanya hendak pergi, tiba-tiba Azka mengatakan bahwa dia ingin ikut ke kantin bersama.
Saat di kantin, kami memesan menu yang sama. Dan saat hendak membayar, Azka terlebih dulu membayar pesanan kami.
"Biar gue aja yang traktir," kata Azka.
"Makasih," kata Delisa dan Caca bersamaan.
Sesudah membayar pesanannya, mereka menempati tempat duduk yang telah tersedia. Disaat sedang menikmati makanan, aku melihat ada banyak orang yang menatapnya lalu mereka berbisik-bisik seolah-olah sedang membicarakan aku.
"Gak tahu diri banget ya udah menghancurkan hubungan orang lain," ucap seseorang yang berjalan melewati meja yang ditempati Delisa, Caca dan Azka.
"Ca, mereka menyindir gue ya?"
"Gak tau," jawab Caca.
"Emang kamu menghancurkan hubungan siapa?"
Delisa menjelaskan tentang masalahnya kepada Azka karena siapa tahu Azka bisa membantunya menyelesaikan masalah ini.
"Gue ada cara supaya lo gak dituduh merusak hubungan mereka," kata Azka.
"Gimana caranya?"
"Pacaran sama gue."
"Gak mau!" tolak Delisa.
"Tapi itu ide bagus loh. Dengan lo pacaran sama Azka nanti orang-orang pastinya gak akan terus-menerus menuduh lo karena kan lo gak pacaran sama Kak Galih," kata Caca.
Setelah dipikir-pikir ide Azka ada baiknya, akan tetapi kalau melakukan hal itu Delisa takut terbawa perasaan jika berpura-pura pacaran dengan Azka.
"Gimana? mau gak?" tanya Azka.
"Tapi emangnya itu akan berhasil meyakinkan orang-orang?"
"Gue jamin berhasil."
"Ya udah kalau gitu."
Azka hanya tersenyum saat Delisa mengiyakan tawarannya lantaran sejujurnya Azka memang masih berharap dengan Delisa.
"Oh iya, nanti pulang sekolah ke rumah gue. Mamah pingin ketemu sama kamu," kata Azka.
"Emangnya sedekat itukah orang tua lo sama Delisa?"
"Iya dekat, bahkan orang tua kita juga sahabatan," jelas Azka.
...****************...
Setelah percakapan di kantin itu, seluruh sekolah mulai gempar dengan berita bahwa Delisa kini berpacaran dengan Azka. Tidak butuh waktu lama untuk kabar itu menyebar. Seolah setiap tatapan yang mengarah padanya penuh rasa penasaran dan kadang, mungkin, sedikit iri. Bagi Delisa, ini adalah langkah baru yang diambil demi menjaga harga diri, namun di sisi lain ada perasaan aneh yang muncul saat berada di dekat Azka.
"Ayo, nanti sore ke rumahku," bisik Azka dengan suara rendah saat mereka berjalan ke kelas. Tatapan Azka begitu lembut, namun Delisa mencoba menjaga jarak. Ia sadar, walau mereka kini berpura-pura pacaran, ia tidak ingin terbawa perasaan dan salah paham dengan status mereka.
Waktu pulang sekolah tiba, Delisa langsung bertemu Azka di gerbang sekolah seperti yang mereka rencanakan. Caca yang sempat ikut menemani Delisa ke gerbang, memberi dukungan. "Ingat, Sa, ini hanya pura-pura. Jangan sampai baper!" ujar Caca sambil mengedipkan mata. Delisa hanya tertawa kecil, berusaha tetap tenang.
Setibanya di rumah Azka, ia disambut hangat oleh mamah Azka, yang selama ini memang menganggap Delisa seperti anak sendiri. "Delisa, kamu makin cantik aja ya. Kamu masih ingat waktu kecil, kamu dan Azka sering main boneka di sini?" tanya ibu Azka sambil tertawa kecil. Delisa tersenyum, mengangguk sambil mengingat masa-masa kecil yang penuh keceriaan di rumah ini.
Azka membawa Delisa ke ruang tamu, di mana mereka bisa bicara lebih santai tanpa gangguan. Saat itu, Azka mulai bercerita tentang rencana pura-pura mereka. "Dengarkan gue, Sa. Dengan kita berpura-pura pacaran, Ajeng dan teman-temannya akan berhenti mengganggumu, karena mereka tahu kamu sudah punya pacar. Ini juga bisa membuat mereka malu sendiri karena telah menuduh lo macam-macam," kata Azka, yakin dengan rencananya.
Namun, Delisa tidak sepenuhnya yakin. "Tapi, Kak Galih? Apa dia juga tidak akan mencoba mendekatiku lagi setelah tahu aku sudah pacaran?" tanyanya dengan ragu. Azka hanya tersenyum tipis, seolah sudah memikirkan segala kemungkinan. "Tenang saja. Kalau dia mendekatimu lagi, gue akan menghadapi dia. Dia tahu gue tidak suka main-main."
Mereka berbincang cukup lama hingga tak terasa senja mulai turun. Sebelum berpisah, Azka mengingatkan Delisa untuk tetap menjaga perannya dengan baik. "Ingat, Sa. Kita harus meyakinkan semua orang kalau kita pacaran beneran. Biar gosip itu segera hilang," ucap Azka sambil mengacak rambut Delisa dengan lembut.
Skip
Esok harinya di sekolah, Delisa dan Azka benar-benar menjalankan rencana mereka. Mereka sering terlihat bersama, baik saat jam istirahat maupun saat pulang sekolah. Sesekali mereka tampak tersenyum dan tertawa bersama. Banyak yang memperhatikan kedekatan mereka, termasuk Ajeng yang mulai merasa malu sendiri. Teman-teman sekelas Delisa juga sudah berhenti menggosipkan dirinya.
Di satu sisi, Delisa mulai merasa nyaman dengan keberadaan Azka. Ada sesuatu yang hangat ketika Azka berada di sampingnya, walaupun ia sadar semuanya hanyalah sandiwara. Hingga suatu hari, saat mereka berdua duduk di taman sekolah setelah jam pelajaran, Delisa bertanya, "Ka, lo serius mau terus berpura-pura begini? Bukannya kita akan semakin sulit untuk mundur kalau perasaan ini terlalu dalam?"
Azka tersenyum samar, matanya memandang Delisa dengan serius. "Sa, gue sebenarnya gak main-main. Rencana ini memang awalnya untuk membantumu, tapi gue gak bisa bohong kalau gue memang masih punya perasaan. Dulu, waktu kecil, gue mungkin cuma iseng, tapi sekarang beda."
Delisa terdiam, merasa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Tatapan Azka seolah membawa dirinya kembali ke masa kecil yang penuh kenangan, tapi kini dengan arti yang lebih mendalam. Ia sadar, perasaan Azka bukanlah bagian dari sandiwara.
Setelah percakapan itu, Delisa merasa hubungannya dengan Azka semakin dalam, meskipun ia berusaha menjaga diri untuk tidak larut dalam perasaan yang belum sepenuhnya ia pahami. Di sisi lain, ia juga ingin melindungi Azka dari gosip-gosip buruk yang mungkin menyebar karena hubungan palsu ini.
Namun, sebuah kejutan muncul saat Kak Galih tiba-tiba mendekati mereka berdua di koridor sekolah pada suatu hari. Dengan wajah penuh rasa bersalah, Galih berkata, "Delisa, aku... ingin minta maaf. Aku salah, dan aku sadar bahwa selama ini aku memperlakukanmu dengan tidak adil."
Azka yang berada di samping Delisa segera merespons, "Kak Galih, lebih baik jangan ganggu Delisa lagi. Sekarang dia sudah bersama gue." Galih hanya mengangguk pelan dan pergi, tanpa berdebat. Namun, Delisa tahu bahwa ini hanyalah awal dari konflik yang mungkin akan terjadi.
Saat perjalanan pulang, Delisa merenung, mencoba memahami perasaannya sendiri. Di satu sisi, ada rasa lega karena akhirnya Galih tidak lagi mendekatinya, tapi di sisi lain ada kegelisahan yang timbul akibat sandiwara dengan Azka yang terasa semakin nyata. Bagaimana jika perasaannya benar-benar berubah menjadi cinta yang tulus? Apakah ia siap untuk menerima kenyataan tersebut?
Tanpa Delisa sadari, keputusannya untuk berpura-pura pacaran dengan Azka telah membawa dirinya ke dalam babak baru dalam kehidupannya, di mana ia harus menghadapi tidak hanya gosip, tetapi juga perasaannya sendiri.