"People come and go, but someone who is compatible and soul mates with you will stay"
Dengan atau tanpa persetujuanmu, waktu akan terus berjalan, sakit atau tidak, ayo selamatkan dirimu sendiri. Meski bukan Tania yang itu, aku harap menemukan Tania yang lain ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Let's Do A Closure, Boo
Tania kembali berdiri di taman yang dulu pernah didatanginya, taman asing yang terasa nyaman. Bedanya kali ini ia menemukan bangku kosong disana, padahal sebelum-sebelumnya tidak ada. Entah kenapa setiap ia berkunjung suasana selalu senja. Langit yang menguning dengan indahnya, kawanan burung terlihat melintasi awan, angin sepoi-sepoi. Selalu saja begitu, dan gadis itu
Gadis yang sama, cantik asia dengan mata monolid. Tersenyum ramah dan melangkah pelan mendekat.
"Annyeonghaseyo eonni, Joneun ... "
kriiiiiiiingggg..... Alarm syaland pun berbunyi lagi belum sempat gadis itu menyelesaikan kalimatnya.
"Aohhh gua kebanyakan nonton drakor kali ya, itu cewe siapa ya..." bisiknya sembari menguap dan memaksa dirinya untuk segera turun dari ranjang.
Sudah seminggu hubungan pacaran itu berjalan. Semuanya baik-baik saja, bahkan Bryan sudah diam. Joon Young dan Tania lebih tenang, sudah dua hari ini Tania memilih kembali ke apartemennya.
🌼🌼
Sang admin marketing yang kata Bryan mirip Irene RV itu sedang sibuk di meja kerjanya. Tiga gelas kertas yang semuanya terisi dengan kopi terparkir rapi di sudut atas meja Tania. Itu lah kelakuan absurd Tania yang sudah lumrah di kantor marketing Holy Accessories.
"Tan, produk baru udah keluar dari pabrik tuh." seru Khael mengambil satu gelas kopi Tania.
"Itu punya gua anjir."
"Lu ada tiga, ribet lu ah."
"Kerjaan gua banyak, gua males bolak balik refill. Ahhh elu..." kesal Tania.
"Ntar gua refill, gitu aja tantrum. Ehh.. Tan, Iyan masih usil ngga?"
"Tumben lu peduliin gua. Jangan bilang lu mau tukeran hari libur."
"Lu kalo nilai gua emang selalu sesat ya."
"Lu emang sesat Kel, hahahha..."
"Gua serius."
"Menurut gua dia udah anteng sih, udah seminggu ini gua aman tenteram damai."
"Masih tinggal bareng si Joon?."
"Hmm ngga, gua udah balik ke apart sejak dua hari lalu."
"Syukur deh. Inget ya, yang boleh bertamu ke rumah lu cuma tiga orang."
"Tiga?"
"Hmm, emak lu, Mas Joon, gua. Itu doang."
"Iya iya cowo mesum tenang aja deh lu."
"Gini gini gua berhati malaikat ya." Khael membela diri.
"Iya malaikat mesum..."
Sudah tiga tahun sejak mereka bertemu di bagian marketing sebagai karyawan di Holy Accessories ini, keduanya dekat. Khael dan Tania. Bahkan tidak jarang mereka dikira sepasang kekasih saking akrabnya. Sejak Khael memiliki kekasih ia mengurangi tingkat ke akrabannya dengan Tania. Bukan menjauhi tapi lebih ke membuat jarak.
Jika biasanya mereka tidak segan saling merangkul, menggandeng, atau Tania yang tiba-tiba melompat ke punggung Khael minta di gendong, keadaan sudah berbeda, sejak Khael dan Tania masing-masing memiliki pacar. Khael yang playboy yang pacarnya entah yang mana, sementara Tania masih dengan Bryan kala itu. Hingga sekarang, digantikan dengan orang baru Mas Joon.
Jika BTS punya Jin, maka Tania punya Joon.
skip
Jam kerja sudah berakhir, Tania sudah duduk di loby kantor untuk menunggu jemputan dari mas pacar.
Wajah tenangnya berubah dikala menemukan presensi Bryan dengan senyum manisnya menunggu Tania. Sialnya pria itu berdiri di satu-satunya jalan keluar yang mau tidak mau harus dilewatinya.
"Lepas." Tania hendak menghempas tangan Bryan yang menahannya.
"Kamu mau kita ribut disini atau ikut aku? Kita ngomong di tempat yang tenang." tawar Bryan.
Sumpah demi apapun Tania takut saat ini, ia kembali teringat kejadian yang lalu-lalu. Tapi, ketika ia melihat wajah Bryan, ia yakin pria ini sedang baik-baik saja, tidak gila, tidak mabuk seperti kemarin.
Dengan berat hati pun ia ikut sang mantan. Leganya Tania ketika Bryan membawanya ke sebuah restoran, tempat ramai. Restoran yang sering mereka kunjungi dulu.
"Kamu mau makan apa, Boo?", tanya Bryan tenang membolak-balik menu tanpa memperdulikan bagaimana kesalnya Tania.
"Cepet, kamu mau ngomong apa. Ada perlu apa, ngga usah kebanyakan intro kamu." kesabaran Tania tinggal selapis lagi, itu pun setipis tisu dibelah tujuh disiram air.
"Buru-buru banget Boo, biasanya juga aku jemput kamu sepulang kerja begini, terus kita makan pulangnya larut." balas Bryan dengan senyum lebarnya. "Mba, Latte ice satu, Matcha green tea satu. Itu aja dulu."
Setelah sang pelayan pergi, Tania mulai menunjukkan taringnya kembali. Ingin sekali ia menendangi wajah pria dihadapannya ini.
Sementara Joon Young yang merasa lega karena rapat itu tidak se lama dugaannya, ia semangat kembali hendak mendatangi pujaan hatinya. Getar ponsel di saku jas dokternya agak mengganggu dan ia penasaran ada apa.
Jreng ...
Joon Young pun kalang kabut kala melihat apa yang ada didalamnya. Room chat dari seluruh dokter gabungan dari semua departemen. Ia segera menghubungi gadis yang fotonya terpampang itu. Sialnya tidak di angkat.
"Taniayaa... eodiseo ...!!!", kesalnya memukul stir. Ia sudah berkeliling ke seluruh cafe maupun restoran di sekitar rumah sakit tapi tak kunjung menemukan mereka. Bayangkan bagaimana panik dan marahnya ia melihat gadisnya dibawa oleh pria yang kemarin melecehkan kekasihnya itu. Akhirnya ia menepikan mobilnya dan berusaha menenangkan diri.
Ia memutuskan melarikan diri ke Jessie Cafe. Latte Ice dengan whipcream yang tinggi habis disedotnya kurang dari satu menit, seolah baru saja kepanasan kehausan yang entah karena apa. Joon Young seperti anak kucing rakus yang takut makanannya direbut.
Brakk
Ia meletakkan ponselnya yang berlayarkan postingan Bryan di B*tchtagram.
"Lah? Ini anak salah makan apa gimana? Ngga trauma kah? Apa apaan." kesalnya sambil menyentuh layar ponselnya.
"No use, aku sudah coba lebih 20 kali, no asnwer at all." lemas Joon Young.
🌼🌼
"Bryan..."
"Hmm iya sayang kenapa?" sambil memotong steak yang belum lama datang.
"Tolong berhenti. Let's do a closure."
"Apa sih Boo. Ayo steaknya dimakan. Aku udah potongin tuh."
Brakk... Tania menggebrak meja mereka sehingga beberapa orang dari meja lain memperhatikan.
"Tan...", lirih Bryan mengingatkan sembari fokus pada steaknya meski sebenarnya pikirannya sudah kacau.
"Bryan... dengerin aku...", nada suara Tania berbeda, serius, dingin, tenang, terlalu tenang.
"Let's do a closure, Boo. Aku udah cape, ngga mau apa apa lagi dari kamu. Please berhenti menyakiti diri kamu sendiri dan aku."
Deg
Deg
Deg
"Sakit, Tania." batin Bryan.
"Boo, please. Satu kesempatan lagi buat aku. Aku janji berubah Boo." seru Bryan memelas.
"Maaf, Iyan aku ngga bisa. Aku punya Joon Young. Mungkin karena sakit hati kemarin tanpa sadar aku nyari alesan untuk ketemu orang baru. Aku malah keterusan, nyaman, tenang, dan aku senang. Kita baru jadian seminggu yang lalu. Aku butuh dia, dan dia butuh aku."
Hati Bryan benar-benar luluh lantak, bahkan steak yang dikunyahnya barusan mendadak minta dikeluarkan lagi, apalagi setelah ia mendengar ...
Aku butuh dia, dan dia butuh aku."
Aku butuh dia, dan dia butuh aku."
Aku butuh dia, dan dia butuh aku."
Terus terngiang, dan mendengung di telinganya.
"A-aku ke toilet sebentar." ucapnya lalu pergi daei hadapan Tania.
Ding ding ding ding ding... bunyi berkali-kali yang menderingkan ponsel Bryan yang terletak begitu saja. Tania kepo, mungkin saja itu panggilan darurat dari rumah sakit, jadi ia bisa memanggil Bryan lebih cepat pikirnya.
Tapi ....
"Dasar orang gila."
Lima belas menit kemudian Bryan kembali dengan wajah yang terlihat habis di basuh, entah kenapa, Tania memilih tidak perduli.
"Aku balik duluan ya." seru Tania berdiri menyandang tas nya.
"Tapi kamu belum makan apa apa Boo?".
"Aku memang ngga ada rencana makan apa-apa pak dokter. Aku duluan ya, kayaknya kamu udah capai tujuan kamu. Aku harus pulang, pacarku agak lebay, mudah overthinking, nih lihat ..." seru Tania dengan santainya menunjukkan layar ponselnya Pak Dok 💜 disana.
"Halo Joon, maaf ya, aku ngga liat handphone dari tadi. Eodi?? Oh aku kesana aja sayang...
Deg
Hmm... coba cek koper aku masih ada stok baju kerja buat besok kan? Aku balik ke apart kamu aja, iya.. lokasi aku deket, ngga usah di jemput. Naik taksi cuma 15 menit. Okay Oppa, arraseo.." Telepon terputus.
Ekspresi wajah Bryan benar-benar sulit di artikan melihat gadisnya tersenyum begitu lebarnya mendapat telepon dari pacar barunya itu.
"Aku duluan ya Bryan, semoga besok hari kamu menyenangkan, dan Terima kasih buat dua tahun ini Boo, meski yang kamu beri itu palsu, aku pernah bahagia bareng kamu, mungkin ini terakhir kalinya aku panggil kamu, Boo." seru Tania dengan senyum terbaiknya meninggalkan Bryan yang masih membeku.
Kali ini ia benar-benar merasa buntu. Jika benar ini adalah versi asli gadis yang dipacarinya selama ini waahh benar-benar gila. Gadis itu sulit sekali dikalahkan, bahkan mungkin tidak bisa lagi.
Ia terbiasa membujuk Tania dengan mudah, tapi kali ini gadis itu cukup santai menolaknya, konsisten dan membingungkan. Ponselnya tidak berhenti bergetar sejak tadi, ia tidak mood melakukan apapun, bahkan makanan yang dipesannya tadi ia tinggalkan begitu saja.
"Ohh.. Tania...", desisnya.
.
.
.
Tbc ... 💜