Kisah cinta si kembar Winda dan Windi. Mereka sempat mengidamkan pria yang sama. Namun ternyata orang yang mereka idamkan lebih memilih Windi.
Mengetahui Kakanya juga menyukai orang yang sama dengannya, Windi pun mengalah. Ia tidak mau menerima lelaki tersebut karena tidak ingin menyakiti hati kakaknya. Pada akhirnya Winda dan Windi pun tidak berjodoh dengan pria tersebut.
Suatu saat mereka bertemu dengan jodoh masing-masing. Windi menemukan jodohnya terlebih dahulu dibandingkan Kakaknya. Kemudian Winda berjodoh dengan seorang duda yang sempat ia tolak lamarannya.
Pada akhirnya keduanya menjalani kehidupan yang bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana
"Tuan Noval, saya balik dulu. Masih ada pekerjaan."
"Tidak mau makan siang bersama dengan saya dulu, Tuan?"
"Lain waktu saja. Terima kasih."
"Baiklah, Tuan. Semoga kerja sama kita kali ini berjalan dengan lancar."
"Amin... saya permisi dulu."
Javier menjabat tangan Noval. Sementara Windi hanya menangkupkan kedua tangannya membungkukkan badan.
Tuan Javier pun pamit dan diantarkan Andre ke luar. Setelah Tuan Javier pergi meninggalkan ruangan Noval, Windi mulai mengeluarkan jurus bar-bar nya.
"Noval, gila ya kamu! Bisa-bisanya langsung nunjuk aku."
"Tenang Mbak, sabar...!Punya bawahan gini amat sih. Mau diterima kerja di sini nggak?"
"Ish, dasar sepupu durjana! Kalau saja bukan karena Abi, aku nggak mau juga kerja di sini."
"Daripada ilmu Mbak nggak jalan, ya kan? Tuan Javier itu orangnya santai kok. Ya meskipun sedikit kritis sih. Dia sudah langganan sejak Papanya masih memimpin perusahaan dulu. Dan pastinya sebelum aku jadi direktur di sini."
"Terus apa yang harus aku lakukan?"
"Mbak, Andre sudah menyiapkan ruangan untukmu. Itu di samping sekretaris. Nggak jauh dari ruangan ku. Untuk selanjutnya, nanti Andre akan mengirim nomor Tuan Javier ke kamu."
"Jadi aku yang harus menghubungi dia duluan, gitu?"
"Iya dong, Mbak. Kan kamu yang punya tanggung jawab."
"Waduh, istrinya galak nggak?"
"Mbak, Tuan Javier itu belum punya istri. Masih tunangan."
"Oh...aman kalau begitu."
"Awas, dilarang jatuh cinta!"
"Ish, ngaco."
Andre mengantarkan Windi ke ruangannya. Sekretaris perempuan yang bernama Dinda mengajak Windi berkenalan.
Saat jam istirahat, Dinda mengajak Windi pergi ke kantin untuk makan siang. Namun Windi memilih untuk shalat Dhuhur terlebih dahulu di Musholla. Setelah selesai shalat, Windi menyusul Winda ke Kantin. Windi menjadi pusat perhatian karena masih baru di kantor tersebut.
"Kenapa nunduk Win?" Tanya Dinda.
"Orang-orang pada liatin aku, Mbak."
"Wajar, kamu kan masih baru. Tapi wajah kamu itu kayak familiar lho Win. Tapi aku lihat di mana ya?" Dinda sedang berpikir.
"Sudah Mbak, jangan ambil pusing, wajahku pasaran kali, hehe... "
Mereka lanjut makan siang dengan menu lauk dadar jagung dan telur dadar serta sayur bayam.
Setelah selesai makan siang, mereka kembali ke ruangannya. Windi mulai mengotak atik i-pad nya untuk mendesain label minuman yang diminta Tuan Javier. Namun saat sedang fokus, Noval memanggilnya. Noval mengajaknya ke lantai 5 untuk mengenalkannya dengan karyawan lain, terutama team desain grafis yang lain.
"Sepertinya dia istimewa, buktinya Pak direktur sendiri yang mengenalkannya kepada kita. Dan dia juga ditempatkan di ruangan yang dekat dengan direktur." Bisik salah satu karyawan.
"Jangan-jangan dia calonnya Pak Noval."
"Ah masa sih? Tapi cocok juga mereka. Tampan dan cantik."
Begitu kira-kira desas desus mereka.
"Pak Doni, selaku senior di sini saya berharap kamu bisa membimbing nona Windi dengan baik."
"Siap Pak Noval. Akan saya usahakan semaksimal mungkin."
"Ruangan Nona Windi sementara di dekat ruangan saya, karena saya ingin memantau langsung kinerjanya. Lain waktu dia juga akan gabung bersama kalian. Jadi kalian jangan berpikiran yang bukan-bukan tentangnya."
"I-iya, Pak."
Noval dan Windi kembali ke lantai tujuh. Mereka melanjutkan pekerjaannya.
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan jam 16.00. Waktunya mereka pulang dari kantor. Sebelum pulang Windi menyempatkan diri untuk shalat Ashar karena ia khawatir telat sampai di rumah. Setelah selesai shalat, Windi turun ke bawah menuju parkiran.
"Bismillahirrahmanirrahim."
Windi melajukan motor menuju jalan pulang. Ia bersenandung ria menyusuri macetnya jalan raya. Ia berhenti karena lampu merah.
"Cewek kenalan dong.... " Seorang pengendara motor yang saat ini berhenti di samping Windi menggodanya.
Windi pun cuek, ia tidak menghiraukannya.
"Sombong amat sih."
"Apaan sih. Nggak ada kerjaan." Gerutu Windi.
Lampu hijau sudah menyala. Windi melanjutkan kembali perjalanannya.Pria yang menggodanya tadi justru masih searah dengannya. Windi mempercepat laju motornya. Dan akhirnya ia sampai di rumah jam 17.02. Windi langsung masuk ke kamarnya dan mandi.Setelah itu ia duduk di sofa kamarnya menunggu waktu Maghrib.
"Hari ini cukup melelahkan." Batinnya.
Malam harinya
Setelah selesai makan malam, Winda pergi ke kamar Windi. Ia menanyakan kesan pertama Windi masuk kerja hari ini. Ia menceritakan dengan detail pengalamannya di kantor hari ini.
Winda menjadi pendengar yang baik untuk adiknya. Sampai tidak terasa mereka ngobrol sampai berjam-jam. Gantian Winda yang juga menceritakan keinginannya untuk membuka usaha di bidang wedding dan event organizer. Rencananya ua akan merekrut beberapa temannya yang saat ini juga masih bingung mencari pekerjaan. Bidang tersebut juga masih berkaitan dengan jurusannya, komunikasi pemasaran.
"Mbak nggak mau gabung sama aku saja di perusahaan Kakek?"
"Nggak dek. Setelah aku pikir-pikir, kayaknya tekatku sudah bulat. Lebih baik aku buka usaha sendiri."
"Hem... oke juga sih.Nanti kalau Mbak butuh untuk desain, aku akan bantu. Coba Mbak utarakan sama Abi dan Bunda. Semoga dapat restu dari mereka."
"Amin...sudah malam, dek. Kamu besok harus ngantor. Aku balik ke kamarku dulu."
"Iya, Mbak. Have a nice dream Mt sister."
"A nice dream juga... "
Winda keluar dari kamar Windi dan masuk ke kamarnya sendiri. Kamar mereka hanya terpisah dengan sebuah dinding. Winda segera mencuci muka, wudhu' dan naik ke tempat tidur. Namun ia belum bisa memejamkan mata, karena dalam anginnya masih membayangkan rencana yang sedang ia buat. Sedangkan Windi, ia pun langsung merebahkan diri dan memejamkan mata karena sudah sangat mengantuk.
Keesokan harinya.
Setelah selesai sarapan pagi, Winda mengutarakan keinginannya kepada kedua orang tuanya. Abi Tristan dan Bunda Salwa menanggapi dengan baik. Bahkan Bunda Salwa sangat mendukungnya. Tapi Abi Tristan masih terlihat ragu.
"Kamu yakin?" Tanya Abi Tristan.
"InsyaAllah bi. Aku yakin."
"Jadi apa yang kamu perlukan untuk memulai usahamu ini?"
"Aku hanya butuh satu tempat yang cukup luas untuk kantor pemasaran dan gudang tempat dekor dan lainnya bi."
"Untuk modal awal?"
"Bi, tabunganku masih cukup untuk membeli peralatan dan lainnya. Nanti kalau kurang, aku akan pinjam dulu sama Abi."
"Hem baiklah. Untuk tempat Abi ada itu ruko yang kosong, pakailah kalau kamu mau."
"Beneran bi?"
"Kapan Abi pernah bohong?"
"Alhamdulillah... kalau begitu nanti Winda mau lihat rukonya. Terima kasih, bi. Makasih juga Bunda sudah mau mendukungku."
Bunda Salwa dan Abi Tristan hanya tersenyum menanggapinya.
Setelah mendapatkan restu dari kedua orang tuanya, Winda menghubungi kedua temannya dan mulai mulai menyusun rencananya kembali.
Winda meminta alamat ruko yang dimaksud Abinya. Hari ini juga ia ingin melihat ke lokasi bersama kedua temannya.
Sekitar jam 10 siang, Winda pamit kepada Bundanya untuk menuju ke ruko.
"Hati-hati bawa mobilnya."
"Iya, Bunda. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam.. "
Bersambung...
...****************...
Tar nyesel lho kalau ditikung pria lain
Anak sama ibu sudah kasih lampu hijau