Aku di kenal sebagai gadis tomboy di lingkunganku. Dengan penampilanku yang tidak ada feminimnya dan hobby ku layaknya seperti hobby para lelaki. Teman-teman ku juga kebanyakan lelaki. Aku tak banyak memiliki teman wanita. Hingga sering kali aku di anggap penyuka sesama jenis. Namun aku tidak perduli, semua itu hanya asumsi mereka, yang pasti aku wanita normal pada umumnya.
Dimana suatu hari aku bertemu dengan seorang wanita paruh baya, kami bertemu dalam suatu acara tanpa sengaja dan mengharuskan aku mengantarkannya untuk pulang. Dari pertemuan itu aku semakin dekat dengannya dan menganggap dia sebagai ibuku, apalagi aku tak lagi memiliki seorang ibu. Namun siapa sangka, dia berniat menjodohkan ku dengan putranya yang ternyata satu kampus dengan ku, dan kami beberapa kali bertemu namun tak banyak bicara.
Bagaimana kisah hidupku? yuk ikuti perjalanan hidupku.
Note: hanya karangan author ya, mohon dukungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24: Menjaga Asa di Tengah Cobaan
Setelah obrolan malam itu, hubungan antara Aku dan Galaksi mulai memasuki fase yang lebih serius. Keberanian Galaksi untuk melindungiku dengan taruhan nyawanya telah membuka hati gadis tomboy sepertiku lebih dalam. Namun, seperti biasa, takdir selalu punya cara untuk menguji kekuatan cinta Aku dan Galaksi.
Kabar yang Mengguncang
Hari itu, Aku sedang sibuk mempersiapkan dekorasi kecil di kafeku untuk acara pembukaan menu baru. Galaksi, meskipun belum sepenuhnya pulih dan suka mengeluh dengan sakitnya, tetap bersikeras membantu. Namun, kehadiran lelaki itu membuat Aku tak bisa sepenuhnya fokus. Huh, Galaksi sungguh keras kepala.
“Galaksi, kamu tuh istirahat aja, kemarin kamu juga sibuk ikut membantu aku. Jangan maksa datang ke sini kalau badanmu belum kuat,” tegurku sambil memasang balon di sudut ruangan.
Galaksi tertawa kecil. “Aku nggak bisa diam kalau tahu kamu butuh bantuan. Lagipula, aku suka lihat kamu sibuk kayak gini.”
Aku mendengus, tapi pipiku memerah mendengar pujian itu.
Tiba-tiba, ponsel Galaksi bergetar di sakunya. Ia mengangkatnya dengan ekspresi yang tiba-tiba serius.
“Halo? Oh, iya, Pak Damar. Ada apa?”
Aku melirik, merasa penasaran.
Dari seberang telepon, suara berat Pak Damar, dosen pembimbing Galaksi, terdengar jelas. “Galaksi, saya baru dapat kabar. Maya mengajukan laporan bahwa dia merasa terganggu dengan sikap Anda terhadapnya. Katanya Anda memperlakukan dia tidak sopan selama penelitian.”
Galaksi tertegun. “Apa? Itu nggak benar, Pak. Saya nggak pernah melakukan apa pun yang tidak pantas.”
Pak Damar mendesah. “Saya tahu Anda anak baik, tapi laporan ini harus ditindaklanjuti. Saya minta Anda datang ke kampus besok untuk menjelaskan situasinya.”
Setelah menutup telepon, Galaksi menghela napas panjang. Wajahnya tampak muram.
“Ada apa?” tanyaku sambil berjalan mendekat.
“Ini tentang Maya lagi. Dia bilang aku melakukan hal yang nggak pantas selama penelitian. Aku nggak ngerti kenapa dia selalu cari masalah,” jawab Galaksi dengan nada frustrasi.
Aku terdiam sejenak. Meski Aku sudah mulai percaya pada Galaksi, kabar itu tetap menimbulkan rasa cemas di hatiku.
“Kamu yakin nggak ada apa-apa sama dia?” tanyaku pelan.
“Senja, aku cuma sayang sama kamu. Nggak ada ruang buat orang lain di hatiku,” jawab Galaksi tegas, membuat Aku sedikit lega.
Pertemuan dengan Maya
Keesokan harinya, Galaksi menemui Pak Damar di ruangannya. Maya sudah ada di sana, dengan wajah yang terlihat puas.
“Saya ingin menyelesaikan ini dengan baik-baik,” kata Pak Damar sambil memandang keduanya bergantian.
Galaksi menatap Maya dengan tajam. “Aku nggak ngerti kenapa kamu bikin laporan palsu tentang aku. Apa tujuanmu?”
Maya tersenyum tipis. “Tujuanku sederhana. Aku cuma mau kamu sadar kalau aku lebih cocok buat kamu daripada dia.”
Pak Damar yang mendengar itu tampak terkejut. “Maya, laporan seperti ini bukan main-main. Kalau itu alasanmu, maka ini sudah masuk pelanggaran serius.”
“Aku nggak peduli,” balas Maya keras kepala. “Aku cuma nggak mau dia,” ia menekankan kata itu sambil menyebut nama Senja, “mengambil tempatku di hidup Galaksi.”
Galaksi menggeleng. “Maya, aku menghargai kamu sebagai teman sekelas, tapi aku nggak pernah punya perasaan lebih. Dan laporan ini hanya menunjukkan bahwa kamu nggak menghargai dirimu sendiri.”
Pak Damar akhirnya memutuskan untuk menutup laporan itu dan memberikan peringatan keras pada Maya. Meski situasi tampak selesai, Galaksi merasa tidak tenang.
Senja yang Menjauh
Sementara itu, Senja, yang mendengar cerita dari Galaksi tentang pertemuan dengan Maya, kembali merasa ragu. Ia tidak mengungkapkan perasaannya secara langsung, tetapi perlahan-lahan mulai menjauh.
“Senja, kenapa kamu nggak jawab pesanku?” tanya Galaksi suatu sore ketika ia datang ke kafe.
Aku, yang sedang membersihkan meja, hanya mengangkat bahu. “Aku sibuk.”
“Sibuk atau kamu masih ragu sama aku?” desak Galaksi.
Aku berhenti bekerja dan menatap Galaksi dengan tatapan yang sulit ditebak. “Aku cuma nggak tahu, Galaksi. Apa kita benar-benar bisa menghadapi semua ini?” Lagi dan lagi keraguan muncul di hatiku. Kenapa di saat aku sudah yakin, ada saja cobaan yang datang menghampiri hubungan kami.
“Senja, aku akan ngelakuin apa aja buat kamu. Aku nggak peduli berapa banyak rintangan yang harus kita hadapi,” jawab Galaksi dengan nada penuh keyakinan.
“Tapi aku peduli, Galaksi,” kataku, suaraku hampir bergetar. “Aku nggak mau jadi beban buat kamu.”
“Beban?” Galaksi mendekat dan memegang tanganku. “Kamu adalah anugerah terbesar dalam hidupku. Jadi, tolong jangan menyerah pada kita.”
Namun, Aku tetap merasa ada jarak yang sulit Aku jembatani.
Hal Konyol untuk Membuktikan Cinta
Malam itu, Galaksi memutuskan untuk melakukan sesuatu yang konyol demi mengembalikan senyum di wajahku. Ia membawa gitar ke depan apartemenku dan mulai memainkan lagu favorit mereka.
“Kamu ngapain di sini? Ini udah malam,” kataku dari balkon apartemenku, berusaha terlihat kesal, tapi senyumku tak bisa Aku sembunyikan.
“Aku nggak akan pergi sampai kamu bilang kalau kamu percaya sama aku,” jawab Galaksi sambil terus bermain gitar.
Beberapa tetanggaku mulai mengintip dari jendela mereka, tertawa melihat aksi Galaksi.
“Galaksi, kamu bikin aku malu!” teriakku dari atas balkon.
“Tapi aku bikin kamu tersenyum, kan?” balas Galaksi sambil tertawa kecil.
Aku akhirnya turun dan membuka pintu. “Oke, aku percaya sama kamu. Sekarang masuk sebelum ada yang manggil satpam.”
Memantapkan Hati
Setelah aksi nekat itu, hubungan Aku dan Galaksi perlahan membaik. Aku akhirnya memutuskan untuk tidak lagi membiarkan bayang-bayang masa lalu atau orang lain mengganggu hubungan Aku dengan Galaksi.
Suatu hari, Aku menemui Ummi Ratna di rumah. “Ummi, aku siap menikah dengan Galaksi. Aku tahu ini keputusan besar, tapi aku yakin dia adalah orang yang tepat untukku.”
Ummi Ratna tersenyum lebar. “Ummi tahu kamu pasti bisa mengambil keputusan yang tepat. InsyaAllah, pernikahan kalian akan menjadi awal yang indah.”
Aku merasa hatiku lebih tenang. Aku tahu, bersama Galaksi, Aku akan menghadapi masa depan yang penuh harapan.
Cinta yang Kuat di Tengah Cobaan
Persiapan pernikahan Aku dengan Galaksi dimulai dengan penuh semangat. Meski banyak tantangan yang masih harus dihadapi, baik dari Maya maupun masa laluku, kami tahu bahwa cinta kami cukup kuat untuk melewati semuanya.
Galaksi tidak hanya membuktikan cintanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan tindakan nyata. Ia menunjukkan bahwa ia siap untuk menjadi pendamping hidup yang selalu ada, apa pun yang terjadi.
Dan Aku, yang awalnya ragu untuk membuka hatiku, kini merasa bahwa Aku telah menemukan rumah dalam diri Galaksi. Bersama, Aku dan Galaksi akan melangkah menuju masa depan dengan keyakinan bahwa cinta kami mampu mengatasi segalanya.
To Be Continued...
apa yg dikatakan Senja benar, Galaksi. jika mmg hanya Senja di hatimu, tidak seharusnya memberi Maya ruang dalam hidupmu. padahal kamu tahu betul, Maya jatuh hati padamu.
Tidak bisa menjaga hati Senja, berarti kesempatan lelaki lain menjaganya. jangan menyesal ketika itu terjadi, Galaksi